4. Kehilangan

Caca yang sedari tadi hanya menguping keramaian yang terjadi di kamar Hana dari balik dinding kamarnya, mulai berani menampakkan dirinya. Caca langsung berlari saat melihat Papa tirinya sudah terbaring lemah di pelukan Mamanya.

"PAPA!!" Caca mempercepat langkahnya dan ikut duduk di lantai bersama Mama dan Kakak tirinya.

"Mah, Papa kenapa, Mah?" tanya Caca pada Mamanya, seolah dia tidak tahu jika dialah penyebab utama masalah ini terjadi.

"Jantung Papa kambuh. Tadi Papa lihat saat Alex menyiksa Hana. Dan, Papa ingin membelanya. Tapi, Papa malah terkena serangan jantung," ucap Nyonya Leni sambil menangis terisak.

Caca berlagak menjadi pahlawan kesiangan. Dia mendorong tubuh Hana dengan sorot mata yang tajam.

"Ini semua gara-gara kamu, Kak. Lihat sekarang!! Jantung Papa kambuh gara-gara kamu!" bentak Caca.

Hana masih tidak percaya dengan apa yang baru saja Adik tirinya katakan. Dia penyebab Papanya sakit? Hana menggelengkan kepalanya dan membalas mendorong tubuh Caca hingga ia pun juga jatuh tersungkur di lantai.

"Jangan sok suci kamu, Ca! Jangan jadi maling teriak maling! Kamu sadar apa yang kamu ucapkan? Ini semua bukan gara-gara aku. Tapi, gara-gara kamu! Andai saja..." Hana berkata tak kalah sinis dari Caca. Namun, dengan cepat Nyonya Leni menghentikan perkataan Hana yang seolah menghina anak kesayangannya.

"SUDAH CUKUP!! Berhenti Caca! Hana! Papa ini lagi kritis. Kenapa kalian malah berseteru sendiri?" ucap Nyonya Leni.

"Ca, kamu jangan bicara lagi! Dan kamu Hana, apa yang baru dikatakan Caca itu ada benarnya. Andai kamu tidak bertengkar dengan Alex dan Papa melihatnya lalu membela kamu sekarang, Papa pasti masih sehat," kata Nyonya Leni kembali.

Hana kini seolah terpojok. Andai Mamanya tahu apa yang sudah dilakukan Caca dan Alex, apa Mamanya masih menyalahkan dirinya atas apa yang menimpa Papanya?

Air mata Hana jatuh semakin deras. Hatinya semakin sakit. Dia seperti tak punya pegangan di saat kakinya sudah tidak sanggup untuk berdiri.

'Kenapa jadi aku yang disalahkan? kenapa aku harus melihat Suamiku bersetubuh dengan Adikku? Dan, kenapa sekarang aku juga harus melihat Papaku malah terbujur lemah di hadapanku? Dosa apa yang aku buat, Tuhan? Sungguh, aku tidak sanggup melewatinya dan berharap ini semua hanya mimpi buruk dalam tidurku,' batin Hana dalam tangisnya.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara sirine ambulans.

"Mah, ambulansnya sudah datang." Alex kembali masuk ke dalam kamar dan memberi kabar ini pada Mama mertuanya.

"Tolong bantu Mama membawa Papa ke mobil ya, Lex" ucap Nyonya Leni.

"Iya, Mah."

Hana berniat ikut mendampingi Papanya ke rumah sakit. Akan tetapi..

Bruk...

Dengan cepat, Caca mendorong tubuh Hana hingga membuat dirinya jatuh kembali.

"Lebih baik kamu di rumah aja, Kak. Dari pada kamu akan membuat masalah di rumah sakit nanti! Dan, sebaiknya tutup mulut Kakak dan jangan bicara apapun sama Mama dan Papa soal aku dan Mas Alex! Atau, Kak Nay mau dijadikan penyebab atas apa yang menimpa Papa," ancam Caca yang tidak bisa membuat Hana berkata-kata.

Setibanya di rumah sakit, Pak Handoko dengan cepat mendapat tindakan. Namun, tidak lama pintu di ruang IGD terbuka.

Dokter yang memeriksa Pak Handoko langsung menggeleng.

"Maaf, pasien sudah meninggal dunia."

"Papa..." Nyonya Leni berteriak dan langsung berlari masuk untuk memeluk tubuh Suaminya.

Karena terlalu shock, tubuh Nyonya Leni melemas dan seketika pingsan di depan raga Pak Handoko. Hana yang sedari tadi melihat dari kejauhan langsung berlari tanpa mempedulikan penolakan Caca dan Alex.

Setelah sadar, Nyonya Leni bergegas masuk ke dalam ruangan. Sempat terbesit dalam benaknya, jika ini hanya mimpi. Tapi kenyataannya, Suami yang sudah menemani dirinya hampir 15 tahun harus pergi untuk selamanya.

Nyonya Leni juga melihat ada Hana berada di sana. Ia tidak memungkiri, jika kehadiran Hana membuat dadanya bertambah sakit. Apa lagi mengingat gara-gara membela Hana, Suaminya harus meninggalkan dia untuk selamanya.

Tatapan Nyonya Leni disadari oleh Hana. Akan tetapi, Hana juga masih ingin berada di sana, menemani Papanya untuk terakhir kali.

Namun, Caca lagi-lagi berulah. Ia segera menarik tangan Hana dan berusaha menyeretnya keluar ruangan.

"Heh.. anak pembawa bencana. Kamu masih punya nyali untuk berada di sini? Mending kamu pulang aja deh, Kak. Daripada kalau kamu di sini, akan bikin Mama tambah sakit hati," teriak Caca.

"LEPAS!!" Hana membuang tangan Caca dengan kasar, sedangkan Alex hanya bisa diam. Kalau dia membela Caca sekarang, yang ada Mama mertuanya akan curiga dan akhirnya malah menyalahkan dia dan Caca menjadi penyebab kematian Pak Handoko.

Hana kini berdiri tepat di hadapan Caca. Dia merasa sudah muak, mendengar sandiwara Caca dan Suaminya yang seakan tak merasa berdosa dan malah menyalahkan dia atas kematian Papanya.

Dengan kasar Hana menarik pergelangan tangan Caca yang sudah menggelengkan kepala, sambil matanya tertuju ke Alex. Caca berusaha untuk meminta bala bantuan pada Alex lewat kode mata, agar Hana tidak memberitahu pada Mamanya atas apa yang sudah dilihat olehnya tadi.

Alex, si laki-laki pengecut itu pun merasakan hal yang sama dirasakan oleh Caca. Mulutnya tidak bisa terbuka, bahkan kakinya juga tak bisa ia gerakan hanya untuk menarik tangan Hana dan melepaskan cengkeramannya dari tangan pergelangan tangan Caca.

Sayangnya, Caca kembali selamat. Nyonya Leni tidak terima dengan perlakuan kasar Hana pada putri kandungnya. Padahal, tanpa ia tahu, sebenarnya Hana sudah hendak membongkar kebusukan Caca di depan Mamanya.

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Hana.

"HANA..!! CUKUP!!" seru Nyonya Leni.

Hana meringis sambil memegang pipi kanannya. Ia melirik sekilas ke arah Caca yang sedang tersenyum licik menatapnya.

"Mama..,"lirih Hana sembari memegangi pipinya yang terasa panas dan kebas.

"Mama sudah menampar aku di depan jasad Papa? Apa karena Papa sudah meninggal, makanya Mama sekarang berani berbuat kasar sama aku?" ujarnya kembali.

Tangan Nyonya Leni bergetar. Air matanya kembali jatuh sambil menatap sayu kedua mata putri tirinya. Sama sekali, Nyonya Leni tidak bermaksud menyakiti Hana. Akan tetapi, kemarahannya dengan sikap Hana pada Caca dan ditambah mengingat penyebab Suaminya meninggal karena membela Hana, mendorong Nyonya Leni berbuat demikian pada Hana.

Nyonya Leni berjalan mendekati Hana, lalu sambil menatap sendu kedua netra Hana yang sudah berair. "Hana.., maafkan Mama. Mama gak bermaksud..."

"Cukup, Ma. Mungkin benar apa kata Caca. Kehadiranku hanya akan membuat Mama sakit hati. Aku akan pergi jika itu mau Mama. Tapi, ijinkan aku besok untuk mengantar Papaku ke peristirahatannya yang terakhir. Aku pulang, Mah," pamit Hana sambil mengusap air di dua sudut matanya.

Belum sempat kakinya melangkah, Nyonya Leni kembali menarik tangan Hana.

"Mama gak berhak melarang kamu untuk tidak hadir di pemakaman Papa. Kamu itu putri kandungnya, dan Mama minta maaf tentang sikap Mama tadi ya, Han. Mama sayang kamu dan Caca. Mama sayang kalian berdua," ucap Nyonya Leni seraya menarik tubuh Hana dan memberikan pelukan hangat untuknya.

Hana pun langsung membalas pelukan Nyonya Leni. Ternyata, Hana sudah salah menilai Mamanya. Meskipun hanya Mama sambung, tapi perlakuan Mamanya yang terkadang membuatnya kembali mendapat pegangan hidup.

Terpopuler

Comments

Shuhairi Nafsir

Shuhairi Nafsir

Benci banget Thor dengan wataknya Hana yang lemah lagi goblok.

2022-10-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!