Setelah berpakaian rapi, Zena keluar kamar. Ia berjalan ke ruang tamu melewati ruang keluarga. Terlihat Rey sedang asik main game online diponselnya, sehingga tidak memperhatikan istrinya lewat.
Apa dia tidak bekerja ya? Pekerjaan Rey ini sebenarnya apa?
Bagaimana bisa, Zena tidak mengetahui apapun tentang suaminya? Ia tidak mau ambil pusing lagi tentang Rey, toh ia juga tidak mencintainya. Rey boleh menyentuh tubuhnya tapi tidak dengan hatinya.
Zena membawa satu persatu barang belanjaannya tadi, bolak-balik dari ruang tamu ke dapur. Sedikitpun Rey tidak menoleh, apalagi membantunya. Tidak menjadi soal bagi Zanu, justru ia lebih senang melihat Rey diam.
Siang ini Zena mau masak ayam pilet dan tumis kangkung saos tiram. Kebetulan tadi pagi, masih ada sisa ayam di dalam kulkas. Sebenarnya ia tidak yakin dengan masakannya sendiri, tapi bertekad untuk mencobanya.
Zena sibuk di dapur menyiapkan semua menu makan siang. Tidak lupa ia membuat sambal goreng sebagai tambahan, mana tau suaminya suka pedas. Setelah semuanya beres, Zena menyusun semua makanan tadi di atas meja makan. Tatanan meja makan terlihat apik di pandang mata, itu dikarenakan ia menyukai seni. Jadi apapun yang ditatanya, tidak lepas dari hobi yang satu itu.
Setelah semuanya siap, Zena menghampiri Rey. Dengan rasa takut, ia memanggilnya.
"Mas, ayo kita makan. Aku sudah siapkan semuanya di atas meja," ada perasaan cemas yang dirasakannya.
"Oke. Kamu masak apa?!" Rey bertanya dengan nada ketus. Dia sedikitpun tidak menoleh ke arah Zena, masih fokus dengan game diponselnya
"A.., a.., ayam pilet sama tumis kangkung saos tiram Mas," jawab Zena gugup dan tertunduk.
Rey hanya diam dan bangkit dari kursinya menuju meja makan. Dia sedikit terpana melihat tatanan di atas meja, serasa elok dipandang. Makanan yang disajikan Zena terlihat menggugah selera Rey.
Syukurlah dia tidak marah kali ini. Pikir Zena.
Zena mengikuti Rey.
"Cepatan! Lama amat! Ambilkan nasiku!" Rey menunggu Zena dengan raut wajah kesal.
Dengan tergesa-gesa Zena mengambil piring dan nasi. Ia meletakkannya kehadapan Rey. Setelah itu ia mengambil piring untuk dirinya sendiri.
"Heh! Siapa yang suruh kamu ikut makan?! Kamu makan setelah aku selesai! Sekarang berdiri di sana sambil menunggu perintahku!!" Rey berteriak memaki Zena.
Astaghfirullah.. Setan apa yang menghasuti Mas Rey? Aku seperti dianggap babu olehnya.
Zena hanya bisa mengurut dada dan lagi-lagi harus sabar menghadapi Rey. Ia berdiri sambil diam di pinggir kursi makan dan melihat Rey makan.
Zena bisa menahan lapar tapi tidak bisa menahan hinaan dan cacian dari Rey. Air mata itu mengalir lagi, berulang-ulang ia usap, jangan sampai Rey melihatnya menangis.
"Heh! Ini ayam apaan? Keras dan masih mentah! Gila kamu memberikan aku ayam mentah!!" Rey teriak kembali, seakan itu sudah menjadi hobbynya.
Zena terkejut. Bagaimana mungkin ayam itu masih mentah? Sedangkan ia sudah mencobanya terlebih dahulu.
"A..a..aku sudah mencobanya Mas, ayamnya lembut dan tidak mentah," Zena menjawab dengan pelan dan hati-hati.
"Apa kamu bilang? Kamu pikir aku bohong?! Nih..nih..nih.. kamu coba sendiri!! Sudah salah, melawan pula! Istri tidak becus!!" dengan kasarnya Rey memasukkan ayam-ayam itu ke dalam mulut Zena. Ia meronta-ronta dan tersedak.
"Mas, hentikan! Aku ti..tidak bisa bernafas," Zena memelas untuk kesekian kalinya sampai ia batuk. Terasa sekali ayam-ayam itu tersangkut ditenggorokannya. Dengan bersusah payah ia menjauhi Rey. Saat terlepas dari Rey, ia langsung berlari menuju toilet dan memuntahkan ayam-ayam tersebut.
Nafasnya tersengal-sengal menahan sesak dan sakit. Zena langsung kumur-kumur dan keluar dari toilet menuju ruang makan. Terlihat Rey *******-***** nasi di dalam piringnya.
"Mas! Kamu kejam Mas! Hampir saja aku mati, apa salahku Mas?!" Zena mengumpulkan semua kekuatannya untuk bicara didepan Rey.
"Mati? Buktinya kamu tidak mati tuh! Jangan banyak drama!" jawab Rey dengan santai.
"Katakan Mas, apa salahku? Kalau aku bukan istri yang kamu harapkan, mengapa mau menikahiku?" tanya Zena.
"Siapa juga yang mau sama kamu?! Ini karena keinginan Papaku dan Bapakmu yang gila melihat uang! Ngaca! Ngaca! Ibaratnya, kamu itu sudah di jual! Ha..ha..ha..," Rey tertawa senang melihat Zena yang semakin ciut tidak berdaya.
Zena shock mendengar ucapan Rey.
Bagaimana mungkin Bapak tega melakukan ini kepadaku? Saat itu Bapak meyakinkanku dengan harapan bisa merubah derajat keluarga menjadi lebih baik. Akhirnya aku luluh dan menyetujui pernikahan ini. Tapi ternyata dugaanku salah, Bapak menjualku atas nama pernikahan.
"Nah, sudah tau kan kalau kamu itu dijual? Aku tinggal menikmati saja dan aku berhak penuh untuk melakukan apa saja ke kamu! Paham!! Jadi, mulai hari ini tidak ada bantahan apapun selama kamu ada di rumahku! Ingat itu!" Rey menunjukkan telunjuknya ke depan wajah Zena dan kemudian menyentil kepalanya.
Zena benar-benar merasa tidak dihargai lagi sebagai manusia. Sama saja Rey memperbudaknya. Tapi tidak ada pilihan lain, ia harus bertahan, apapun yang terjadi. Ia langsung memendam rasa benci ke Bapaknya atas apa yang telah terjadi.
Zena diam seribu bahasa, ia tidak tau lagi harus bicara apa. Dengan sisa tenaga dan rapuhnya hati, ia membersihkan makanan yang berserakan di lantai dan di atas meja. Sedangkan Rey pergi keluar rumah dan lagi-lagi membanting pintu.
Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan hidupku? Mengapa Tuhan berikan aku cobaan sebesar ini? Di luar sepengetahuanku. Aku tidak tau sama sekali tentang Mas Rey, aku tidak tau maksud Bapak dan aku juga tidak tau ternyata aku di jual. Kenapa semuanya aku tidak tau Tuhan? Apa salahku?
Aku ingin bersama Mas Farhan. Tapi mengapa dia menghilang? Apakah dia sudah menikah? Atau dia sudah melupakan aku?
Zena menyeka air mata yang sudah mengalir begitu saja. Ia harus cepat-cepat membersihkan semua di ruang makan dan dapur. Karena sore ini, Rey minta di layani lagi.
Setelah bersih-bersih, dengan cepatnya Zena mengambil nasi dan ayam pilet. Dari tadi menunggu Rey selesai makan, ia tidak bisa lagi menahan lapar. Dengan tergesa-gesa ia menyuapi nasi ke dalam mulut. Dalam hitungan sepuluh menit, nasi itu akhirnya habis.
Makanan yang sudah disiapkan tadi masih banyak bersisa. Zena berinsiatif memberikan makanan tersebut ke orang-orang yang membutuhkan. Setelah membungkus makanan dengan rapi, ia berjalan ke depan rumah.
Zena berdiri di dekat pagar, berharap ada orang yang lewat. Sepuluh menit berlalu, belum terlihat ada orang yang berjalan di depan rumahnya.
Dua puluh menit berlalu, tanda-tanda itu belum terlihat. Sambil menunggu, Zena memperhatikan rumah Rey dengan jeli. Di garasi terdapat dua mobil yang tidak terpakai dan satu mobil lagi sedang di bawa Rey keluar. Di samping mobil terlihat ada motor besar dan matic.
Andai saja aku bisa mengendarai salah satunya.
Di depan teras terlihat halaman yang cukup luas. Ditumbuhi bunga-bunga dan pohon yang rindang. Baru Zena sadari, halaman depan rumah Rey ternyata indah dan bersih.
Rasanya tidak mungkin halaman ini, Rey yang merawatnya. Mungkin dia minta bantuan orang lain.
"Permisi Mbak, boleh saya ambil sampah-sampahnya mbak?"
Zena kaget! Ia melihat sosok yang sedikit dekil, sudah berumur, sekitar lima puluhan dan menenteng karung bekas. Dengan senyum ramah, Bapak itu menunggu reaksinya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments