Taksi online berhenti di depan rumah Zena. Ia turun dan menunggu sopir taksi mengeluarkan belanjaannya dari bagasi mobil. Sedangkan Nina tetap tinggal di dalam mobil.
"Na, terima kasih hari ini kamu sudah menemaniku belanja dan mengajarkanku tentang makanan. Kapan-kapan aku mau diajarkan masak, kamu mau nggak?" Zena berharap Nina mau mengajarkannya cara masak memasak, supaya bisa langsung dipraktekkan.
"Bukannya aku tidak mau Zen, waktu luangku terbatas. Cuti kugunakan untuk istirahat dan ikut berbagai acara. Kalau ingin membuat sesuatu dan tidak tau caranya, kamu bisa hubungi aku," Nina menolak secara halus permintaan Zena. Bukan tanpa alasan, karena keterbatasan waktu, ia sebisa mungkin memanfaatkan waktunya untuk sesuatu yang berguna.
"Baiklah Na, aku mengerti kesibukanmu. Sekali lagi terima kasih ya Na, kapan-kapan mampir ke rumahku," ajak Zena.
"Oke Zena. Aku pergi dulu ya, bye!"
"Bye,"
Taksi melaju membawa Nina pergi ke tempat tujuannya. Zena membuka pintu pagar, satu persatu membawa kantong belanjaan ke teras depan. Saat hendak membuka pintu, ia kaget mendapati pintu sudah terbuka begitu saja.
Pasti Mas Rey sudah pulang, pikir Zena.
Ada perasaan gelisah dan was-was yang dirasakan Zena. Seharusnya dia lebih dulu pulang sebelum suaminya. Tapi sudah terlanjur, terpaksa ia harus menghadapinya, apapun resiko yang harus diterima. Baru saja ia masuk membawa belanjaan, Rey sudah berdiri di dekat sofa tamu.
"Heh!! Lama amat belanjanya?! Sudah dari tadi aku menunggu! Keluyuran kemana?! Lupa kalau kamu sudah punya suami, hah?!" Rey membentak Zena dengan suara yang sangat keras. Tidak hanya itu, Rey juga menarik rambut dan menyeretnya ke kamar.
"Aw! Aduh Mas, tolong.. Sakit Mas, rambutku jangan di tarik," Zena memelas dan meringis kesakitan. Rey tidak peduli sedikitpun dengan rintihan istrinya.
Sesampainya di dalam kamar, Rey melempar Zena ke tempat tidur. Dengan beringas Rey menyerang tubuh Zena sambil melucuti semua yang ia kenakan.
"Tadi sudah aku beritau, kalau aku ingin dilayani! Apa kamu pura-pura tidak tau?!"
Plak!
Rey menampar pipi kanan Zena. Belum tuntas rasa sakit di kepala akibat rambutnya di tarik, sekarang ia juga merasakan sakit di sebelah pipinya.
"Mas, aku akan layani, tapi tolong jangan sakiti aku Mas! Aku mohon..," Zena memelas dan tak terasa air matanya menetes.
Rey semakin tidak peduli, dihadapannya istrinya sudah terlihat polos, tidak ada sehelai kainpun yang menutupi tubuhnya. Tanpa berlama-lama Rey juga melucuti pakaiannya dan langsung berada di atas tubuh Zena.
Zena hanya bisa pasrah dan berurai air mata. Ia benar-benar tidak menyangka tubuhnya hanya sebagai tempat pelampiasan nafsu belaka, sekalipun itu suaminya sendiri. Rey tidak memberinya ruang untuk bergerak, sekedar menahan rasa sakit ditubuhnya. Beberapa kali Rey menarik rambut dan menamparnya, di saat Rey merasakan jepitan hangat dalam tubuh Zena yang masih ranum.
Rey semakin ganas dan berbagai posisi ia lakukan tanpa melihat kesedihan yang Zena rasakan. Setelah cukup lama bertarung dalam kenikmatan, akhirnya Rey mengakhirinya dengan rasa kepuasan.
"Aahhhh....,!" terdengar gumaman panjang dari mulut Rey. Beberapa menit setelah jeda kenikmatan dirasakan Rey, ia melepaskan tubuh Zena begitu saja. Tanpa berkata apa-apa, Rey melangkah ke kamar mandi dan membersihkan diri.
Sedangkan Zena masih larut dalam kesedihan dan kesakitan. Ia menyeka air mata yang terus mengalir.
Rasanya tidak ada gunanya aku menangis, diapun tidak peduli sama sekali. Betapa bodohnya aku.
Pelan-pelan Zena mengangkat tubuhnya untuk duduk. Ia berusaha menggapai tissu yang ada di atas bofet kecil. Setelah mendapatkannya, pelan-pelan ia membersihkan sisa yang keluar dari tubuh Rey tadi. Terasa sekali bagian tubuhnya sakit pada bagian tertentu. Ini pertama kalinya ia merasakan koyakan dengan cara membabi buta, ingin rasanya berontak, tapi tidak sanggup.
Rey keluar dari kamar mandi, hanya mengenakan handuk. Ia membuka lemari pakaian sambil mengoceh.
"Heh! Kamu kenapa masih di tempat tidur?! Aku mau makan siang! Nanti sore kamu layani aku lagi! Enak juga ya tubuhmu, masih ranum. Tidak seperti perempuan lain, sudah kendor,"
Duar!
Seperti petir yang menyambar, Zena sangat terkejut mendengar penyataan Rey. Ia tidak menyangka, Rey sudah melakukan hubungan dengan perempuan lain. Rasanya tidak adil, Zena sudah memberikan keperawanannya untuk suami yang ternyata bejat.
Rasa sakit di tubuh, tidak seberapa dengan rasa sakit di hatinya. Tapi apa mau di kata, sekarang Zena sudah berstatus istri, suka tidak suka harus menerima suaminya dengan keadaan apapun.
"Ja..jadi, jadi, kamu pernah berhubungan dengan yang lainnya Mas?" Zena bertanya dengan rasa sedikit takut, tapi dia harus memastikan apa yang sudah Rey lakukan.
"Kamu tidak mendengar ya?! Ya sudah dong. Sudah beberapa perempuan aku tiduri. Kenapa? Kamu itu kampungan, mana mengerti kehidupan di kota. Itu sudah biasa dilakukan anak-anak muda zaman sekarang. Kalau kamu tidak mau melayaniku, jangan salahkan aku jika nanti memintanya ke wanita lain, ingat itu!!" Rey mengancam Zena dengan dalih perempuan lain.
Zena hanya diam. Ia berusaha untuk tenang dan istighfar di dalam hati. Dengan sedikit sempoyongan ia membalut tubuhnya dengan selimut menuju ke kamar mandi. Ia tidak mau larut dengan diskusi yang panjang, dimana ujungnya hanya sakit hati yang didapatkan.
"Gila! Kamu memakai selimut sampai ke kamar mandi?!" ujar Rey dengan ketus.
"Lepas! Aku ingin melihat tubuhmu yang polos itu. Kamu itu istri aku, tidak perlu malu-malu segala. Norak!!" Rey memerintah Zena dengan hinaan.
Dengan hati yang terluka, Zena melepaskan selimut itu dan meletakkannya di atas tempat tidur. Ia berusaha menutupi bagian vital ditubuhnya dengan tangan. Ia belum terbiasa memperlihatkan tubuhnya dengan siapapun. Dan ini hari pertama dengan orang yang baru dia kenal yaitu Rey, suaminya sendiri.
"Nah gitu dong! Lihat tubuh kamu, selalu bikin aku tertarik untuk menyentuhmu. Jangan lupa, sore nanti layani aku lagi. Sana! Bersihkan dirimu dan setelah itu masak!" Rey sudah selesai berpakaian, ia pergi keluar kamar.
Zena menangis lagi. Ia membersihkan diri dengan air shower yang mengalir keseluruh tubuhnya, duduk di lantai marmer dan menangis sejadi-jadinya.
Mas Emran, kamu di mana? Aku rindu Mas. Lihatlah aku Mas, seperti seonggok daging yang tidak berguna. Mengapa tidak ada kabar lagi setelah kepergianmu tiga tahun yang lalu Mas? Apa salahku hingga kamu tinggalkan. Dulu, aku sempat berhayal untuk memberikan utuh tubuhku kepadamu Mas, di saat kita sudah menikah. Tapi kenyataannya, tubuhku di jamah oleh lelaki ganas seperti monster. Ya, aku dinikahi seorang monster Mas!
"Mas Emran," hanya kata itu yang keluar dari mulut Zena.
Dengan sisa kekuatan, Zena berdiri dan mengusap air matanya. Ia teringat kalau belanjaannya tadi masih ada di ruang tamu. Dan ia harus segera masak.
Zena bergegas untuk mandi. Tidak lupa ia membaca niat untuk mandi junub. Ia tidak mau melupakan itu, karena pentingnya mandi junub untuk sepasang suami istri.
Entah kalau Rey apakah baca niat atau tidak?
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments