Bab 4. Pertemuan Kedua

Salma tertegun melihat nota belanjaan milik suaminya. Butik itu adalah butik langganan Salma. Jika benar Aidil membelikannya pakaian dari butik langganannya, maka suaminya itu akan langsung memberikannya pada Salma.

Salma sangat mengenal Aidil. Suaminya bukan orang yang pandai berbasa-basi. Tak ingin terus bertanya-tanya mengenai struk belanjaan itu, Salma langsung menuju ke mobil Aidil.

Salma membuka pintu mobil hingga ke bagasi dan mencari barang belanjaan yang dimaksud dalam struk. Salma tak menemukan apapun.

Entah kenapa hatinya merasa tak tenang. Salma kembali ke dalam rumah dan menuju dapur. Ia membuka lemari es dan menuang air es ke dalam gelas. Rasanya saat ini ia perlu yang dingin-dingin untuk mendinginkan pikirannya. Salma duduk di kursi meja makan dengan pikiran yang entah kemana.

Selama menikah dengan Aidil, pria itu selalu bercerita hal apapun kepada Salma. Mereka saling terbuka satu sama lain. Dan baru kali ini Aidil tidak mengatakan apapun mengenai hal yang terjadi hari ini.

"Apa yang kau lakukan disini?" Suara Evita membuat Salma terhenyak.

"Bukankah Aidil sudah pulang? Kenapa tidak menyiapkan makan malam untuknya?"

"Ini aku baru akan membuatnya, Mih." Salma segera bangkit dari duduknya dan segera menuju dapur.

"Tidak perlu. Aku sudah makan bersama dengan klien tadi." Ternyata Aidil telah selesai mandi ikut menyusul Salma ke ruang makan.

"Mih, kenapa mamih belum tidur?" Aidil menghampiri ibunya.

"Aku hanya ingin minum saja. Setelah ini aku juga akan tidur. Kau juga tidurlah! Kau pasti lelah seharian bekerja."

"Iya, Mih. Selamat malam." Aidil mengecup pipi Evita. Aidil dikenal sebagai sosok anak yang mencintai keluarganya. Menjadi anak tunggal membuatnya harus menjadi sosok sempurna untuk sang ibu.

Setelahnya Evita kembali ke kamarnya. Aidil menghampiri Salma.

"Ayo kita kembali ke kamar!" ajak Aidil.

"Iya, Mas."

Salma menunggu Aidil untuk bercerita tentang baju yang dibelinya di butik. Namun hingga mereka naik ke atas tempat tidur, Aidil tak juga bicara apapun.

"Mas..."

"Iya, sayang. Ada apa?"

"Ayah bilang Salman akan kembali ke kota ini. Dia ingin berkarir disini saja sambil menjaga ayah."

Aidil menatap Salma. "Itu bagus! Aku memiliki kenalan di rumah sakit besar kota ini. Aku akan bertanya padanya apakah ada lowongan untuk Salman atau tidak."

"Kurasa tidak perlu, Mas. Biarkan Salman memilih karirnya sendiri."

"Baiklah. Kalau begitu, sekarang kita tidur ya!" Aidil mematikan lampu kamarnya dan menyalakan lampu tidur.

Salma menatap Aidil dengan helaan napas lirih. Salma berharap jika firasatnya ini bukanlah apa-apa.

...#####...

Siang itu, Salma meminta Marina untuk bertemu dengannya di sebuah kafe. Marina adalah teman SMA Salma. Dan pekerjaan sebagai sekretaris Aidil bisa Marina dapatkan berkat bantuan Salma.

Salma merasa perlu mencari jawaban atas struk belanja yang ada di saku jas Aidil.

"Ya ampun, Salma! Jadi, kamu curiga pada pak Aidil gara-gara struk belanjaan?" Marina malah tertawa kecil.

Salma bingung dengan sikap sahabatnya ini.

"Salma, memang benar pak Aidil kemarin membeli beberapa potong baju. Tapi itu untuk dihadiahkan untuk karyawan yang berprestasi. Dan yang belanja ke butik itu adalah aku." Marina menutup mulutnya menahan tawa. Ia tak percaya seorang Salma bisa cemburu dan curiga seperti ini.

"Salma, kalian sudah menikah selama puluhan tahun. Aku yakin jika pak Aidil adalah suami yang baik dan jujur. Jika dia pikir hal itu penting, maka dia pasti akan bicara denganmu. Tapi, jika dia merasa hal itu tidak penting, dia tidak perlu bercerita denganmu. Kurasa dia menganggap itu bukanlah hal penting, makanya dia tidak cerita."

Penjelasan Marina membuat Salma terdiam.

"Salma, kamu tenang saja! Meski aku baru mengenal pak Aidil selama 10 tahun, tapi aku percaya jika dia setia padamu. Bukankah kalian saling mencintai?"

Salma mengulas senyum. "Terima kasih ya. Aku merasa bodoh karena sudah curiga pada mas Aidil seperti ini."

Kemudian mereka berdua tertawa bersama.

...#####...

Aidil sedang mengendarai mobilnya usai meeting bersama klien ketika ia melihat Jihan sedang berdiri di halte bus. Siang ini cukup terik. Aidil yang merasa tak tega segera menepikan mobilnya.

Aidil membuka kaca mobilnya. "Nona Jihan!" panggil Aidil.

"Pak Aidil?" Jihan merasa bingung kenapa Aidil bisa berhenti di depannya.

"Sepertinga bus nya akan lama datang. Nona masuk saja! Aku akan mengantar Nona."

"Tidak perlu, Pak. Saya terbiasa naik bus."

"Jangan sungkan! Kau adalah karyawanku. Aku hanya membantu saja, tidak lebih."

Karena tak enak hati pada Aidil, ditambah kemarin Jihan juga mendapat kado dari Aidil, akhirnya Jihan menyetujui untuk ikut bersama Aidil.

Jihan masuk ke mobil Aidil dan duduk di kursi belakang. Aidil hanya menggeleng pelan dengan sikap Jihan yang masih sungkan padanya.

"Dimana rumahmu? Aku akan mengantarmu."

"Maaf saya merepotkan bapak. Saya tinggal di apartemen Amarilis."

"Lho? Jadi kau bertetangga dengan Marina?"

"Benar, Pak."

Dan obrolan ringan pun terjadi di antara mereka. Hingga akhirnya mobil Aidil tiba di depan lobi apartemen Amarilis.

"Sekali lagi terima kasih ya, Pak. Saya benar-benar sudah merepotkan bapak."

"Jangan terus berterimakasih. Lakukan pekerjaanmu dengan baik. Itulah yang harus kau lakukan untuk membalasku. Kau mengerti?"

Jihan mengangguk sebelum akhirnya keluar dari dalam mobil Aidil. Jihan menunggu mobil Aidil menghilang dari pandangan matanya, baru kemudian masuk ke dalam apartemennya.

"Jihan!" Suara seorang pria membuat Jihan menghentikan langkahnya.

"Kamu?! Dari mana kamu tahu aku tinggal disini?" Jihan kembali melangkahkan kakinya.

"Jihan, tunggu! Selama ini aku mencarimu. Kamu sudah pindah dari rumah lamamu." Pria yang adalah mantan suami Jihan mencekal lengan wanita itu.

"Lepaskan, Angga! Kamu pikir sendiri kenapa aku bisa sampai pindah dari kontrakan lamaku! Kamu menghilang tidak ada kabar. Dan kamu bilang akan membayar uanf kontrakan, tapi mana buktinya. Aku diusir dari kontrakan dan aku harus mencari tempat tinggal baru untuk putriku." Napas Jihan memburu menahan amarah.

"Maafkan aku. Aku kehilangan pekerjaanku. Dan aku harus mencari uang lagi untuk membiayai kebutuhan Keisya. Tapi saat aku mencarimu di kontrakan, kamu sudah pindah."

Jihan memejamkan matanya. Ia mengatur napasnya.

"Sudahlah! Kita sudah tidak memiliki hubungan apapun. Hubungan kita hanyalah menyangkut Keisya saja. Dan sekarang kamu tidak perlu repot membiayai kebutuhan Keisya. Karena aku yang akan menanggung semuanya."

Jihan kembali melangkah.

"Tunggu! Aku sudah janji akan memberikan tempat tinggal yang layak untuk kalian. Jadi, tolong beri aku kesempatan."

Jihan menyilangkan tangannya. "Jika kamu ingin memenuhi kebutuhan Keisya, silakan! Aku tidak akan menolak. Karena bagaimanapun juga Keisya adalah putrimu. Tapi untuk tempat tinggal, aku bisa membayar biaya tempat tinggalku sendiri. Jika tidak ada lagi yang ingin kamu bicarakan, maka pergilah! Keisya masih belum pulang sekolah. Temui dia saat hari libur saja agar tidak mengganggu jam sekolahnya."

Dengan langkah gontai, Anggara pergi meninggalkan Jihan. Sementara wanita itu hanya bisa memegangi dadanya yang terasa sesak.

Hingga saat ini Jihan masih ingat bagaimana Angga mengkhianati pernikahan mereka dengan perselingkuhan. Hatinya masih sakit ketika pria yang ia cintai malah menduakan kepercayaannya.

Terpopuler

Comments

👑Meylani Putri Putti

👑Meylani Putri Putti

ehm ...sudah tercium bau2 nya

2022-10-18

1

👑Meylani Putri Putti

👑Meylani Putri Putti

firasat seorang istri

2022-10-18

1

👑Meylani Putri Putti

👑Meylani Putri Putti

ehm ...

2022-10-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!