Bab 2. Setelah 20 Tahun Menikah

Pagi itu seperti biasa, rutinitas Salma adalah memasak untuk keluarganya. Kini Salma hanya tinggal bersama dengan Aidil dan ibunya saja.

Sepuluh tahun lalu sang ayah mertua meninggal dunia karena serangan jantung. Sejak lima tahun lalu, sang ibu mertua juga mulai sakit-sakitan. Jadilah kini Salma yang merawat ibu mertuanya itu.

"Masak apa hari ini?" tanya Evita, ibunda Aidil.

"Seperti yang sudah disarankan oleh dokter, aku memasak menu sehat untuk Mamih." Salma melirik sekilas kearah sang ibu mertua yang terlihat tidak menyukai menu sarapannya kali ini.

"Mih, jika mamih ingin cepat sembuh, maka mamih harus menuruti apa kata Salma." Aidil datang memecah perseteruan diantara mertua dan menantu itu.

Salma memang sering berselisih pendapat dengan ibu mertuanya. Namun karena mentalnya sudah seperti baja sejak ayahnya memilih menikahi ibu tirinya, Salma selalu bisa mengalahkan argumen sang ibu mertua, entah bagaimanapun caranya.

Saat sedang menghidangkan makanan diatas meja makan, ponsel Salma berdering. Salma memang selalu membawa ponselnya dimanapun dia berada. Terkadang panggilan dari kedua putranya yang kini tinggal di negeri orang, datang secara tiba-tiba. Alhasil, Salma tidak ingin melewatkan perbincangan dengan sang putra.

"Siapa yang menelepon sepagi ini?" tanya Evita.

Salma menatap layar ponselnya lalu meminta izin untuk menjawabnya.

"Sebentar ya, Mih. Aku harus menjawab panggilan ini!" Salma memberi jarak dengan Evita. Ya meskipun ibu mertuanya itu selalu bisa menebak apa yang dibicarakan olehnya.

Tak lama Salma kembali ke meja makan.

"Siapa? Ibu tirimu?" terka Evita yang sudah pasti benar.

"Hari ini adalah jadwal terapi Ayah. Aku minta izin untuk keluar sebentar, Mih." Salma menyiapkan sarapan untuk Evita.

Beberapa menu yang sudah Salma masak ia sajikan ke dalam piring lalu ia letakkan di depan Evita.

"Mamih jangan khawatir. Aku sudah menyiapkan camilan untuk siang nanti."

"Hmm, jadi kau sudah menyiapkan semuanya karena akan meninggalkanku?"

Salma hanya diam dan mengulas senyumnya. Baginya semua hal pedas yang dikatakan Evita adalah makanan sehari-hari untuknya.

Salma melirik Evita yang sedang menikmati sarapannya. "Bagaimana, Mih? Rasanya tetap enak kan? Jangan berpikir jika makanan sehat itu tidak enak. Karena itu semua tergantung sugesti kita saja."

"Hmm, lumayan!" jawab Evita lalu meneruskan sarapan paginya.

#

#

#

Di dalam kamar, Salma menyiapkan segala keperluan suaminya yang akan berangkat ke kantor.

"Mas, hari ini aku akan ke rumah Ayah." Salma membetulkan letak dasi suaminya.

"Iya, aku tahu. Aku sudah mendengar perdebatan kalian tadi."

Salma merangkum wajah suaminya. "Tidak terasa aku sudah melakukan semua ini selama dua puluh tahun. Dan rasanya masih sama seperti dulu. Terima kasih ya, Mas. Kamu sudah menjadi suami dan ayah yang baik untuk keluarga kecil kita."

Aidil memegang kedua tangan Salma yang merangkum wajahnya. "Aku yang harusnya berterimakasih padamu. Kamu sudah menjaga keluarga ini dengan baik. Terima kasih, sayang."

Aidil mengecup kening Salma kemudian berpamitan. "Hati-hati menyetirnya! Sampaikan salamku untuk ayah dan ibu."

Salma mengangguk kemudian mengantar suaminya hingga ke pintu depan. Kegiatan ini sudah ia lakukan selama dua puluh tahun. Dan Salma tidak pernah bosan untuk melakukannya.

Usai merapikqn diri, Salma langsung menuju ke rumah ayahnya. Rumah yang sudah dia tingalkan selama 20 tahun. Rumah yang menyimpan segala kebahagiaan dan kesakitannya secara bersamaan.

Salma menyalami sang ayah dan ibu tirinya. Kemudian mereka langsung menuju ke rumah sakit dimana ayah Salma melakukan terapi sakitnya. Hanya Salma yang bisa Lidia andalkan sejak Salsa putrinya memilih melanjutkan studi S2nya di luar negeri.

Johan, ayah Salma sudah mengalami sakit stroke sejak 20 tahun lalu dan dengan setia Aidil membiayai seluruh biaya pengobatan Johan. Salma sangat bersyukur karena mereka saling menghargai meski mereka menikah tanpa adanya cinta. Namun seiring berjalannya waktu, Salma bisa memberikan hatinya kepada Aidil dan mengabdi pada keluarganya.

Di sebuah ruangan, Johan sedang menjalani sebuah terapi agar dirinya bisa kembali berjalan seperti semula. Salma hanya menatap datar kearah ayahnya. Salma pernah membenci ayahnya, karena pria itu telah menduakan ibunya. Salma pernah merasa kecewa dengan Johan karena sudah membuat dirinya dan Salman, adiknya hidup dalam cengkraman seorang ibu tiri.

"Nyonya Salma!" Panggilan seorang perawat membuat lamunan Salma buyar.

"Iya, Suster."

"Ini adalah rincian pembayaran pengobatan Pak Johan. Silakan nyonya urus di bagian administrasi."

Salma mengangguk kemudian melangkah menuju bagian administrasi rumah sakit. Salma kembali terdiam.

Semua kenangan pahitnya sudah berusaha Salma lupakan. Namun rasanya semua noda yang pernah ditorehkan dalam hati, sulit untuk dihilangkan. Meski Salma sudah memaafkan ayahnya.

Salma menyodorkan kartu debet miliknya ketika sang karyawan administrasi menyebutkan sejumlah nominal uang yang harus Salma bayarkan.

"Bagaimana? Menyenangkan bukan?" Suara ibu tirinya membuat Salma menoleh.

"Kau sangat beruntung karena bisa menikahi pria kaya. Kau harus berterimakasih pada kami karena sudah memilihkan jodoh terbaik untukmu. Selama dua puluh tahun kau hidup dengan nyaman dan bergelimang harta. Jika dulu kau menolak, belum tentu kau bisa membiayai pengobatan ayahmu itu."

Kata-kata sarkas yang dilontarkan oleh ibu tirinya sudah menjadi makanan Salma selama bertahun-tahun. Ia tak perlu menanggapi apapun kata kata ibu tirinya.

"Yah walaupun sebenarnya aku juga ingin seperti teman-temanku yang lain yang bisa menikmati masa tuanya dengan bahagia," lanjut Lidia.

"Apa ibu lelah mengurus ayah? Jika iya, aku bisa carikan perawat untuk ayah."

"Eh? Ah, bukan begitu, Salma. Ibu tidak lelah."

"Tidak apa. Aku akan mencarikan perawat untuk ayah."

"Tidak, tidak! Tidak perlu!" Lidia menolak dengan sungkan. Salma tahu jika sebenarnya Lidia ingin menerima tawarannya.

"Ibu tidak ingin ibu mertuamu itu mengomel karena kita terus meminta uang pada suamimu. Dia itu selalu memandang rendah keluarga kita." Lidia menyilangkan kedua tangannya.

Salma tidak mengomentari keluh kesah ibu tirinya itu. Hingga akhirnya seorang perawat kembali memanggil mereka karena terapi Johan telah selesai.

Salma mengantarkan ayah dan ibu tirinya kembali ke rumah mereka. Salma membantu Johan turun dan memakai kursi rodanya.

"Salma, terima kasih ya," ucap Johan.

"Jangan berterimakasih, Ayah. Ini sudah menjadi tugas Salma. Kalau begitu, Salma pulang dulu, Ayah, Ibu." Salma melirik jam di pergelangan tangannya.

"Oh ya, Salma. Kemarin Salman menelepon Ayah. Katanya sebentar lagi dia akan kembali ke tanah air. Dia akan berkarir disini saja, katanya."

"Benarkah? Baguslah kalau begitu. Aku juga sudah sangat merindukannya."

"Ya sudah, kembalilah ke rumah mertuamu. Mungkin saja dia membutuhkanmu disana."

Salma mengangguk. Kemudian ia berpamitan pada ayah dan ibu tirinya.

Tiga puluh menit berkendara, Salma tiba di rumah keluarga Pramudya. Salma langsung menemui ibu mertuanya yang pastinya sudah minta disiapkan makan siang.

"Bagaimana kondisi ayahmu? Apakah sudah lebih baik?" tanya Evita saat Salma menghidangkan menu makan siang untuknya.

"Sudah lebih baik, Mih."

"Baguslah! Putraku sudah mengeluarkan banyak uang untuk pengobatannya. Lalu, bagaimana dengan kedua adikmu yang kuliah di luar negeri? Adik perempuanmu itu memang sangat iri hati. Ketika tahu kedua cucuku sekolah di luar negeri, dia langsung merengek minta kuliah S2 di luar negeri. Dasar gadis tidak tahu diuntung!"

Salma tidak menjawab kalimat-kalimat pedas ibu mertuanya. Baginya percuma saja mengelak. Karena semua yang dikatakan Evita itu memang benar.

"Salman sebentar lagi akan kembali, Mih. Ayah bilang dia ingin berkarir disini saja sekalian agar bisa menjaga ayah." Salma lebih suka membicarakan adik satu ibu kandungnya yaitu Salman.

"Hmm, baguslah! Tidak sia-sia putraku menyekolahkan dia sampai jadi dokter ke luar negeri." Evita mengambil sendok dan mulai menyantap makan siangnya tanpa mempedulikan Salma yang masih bergeming menatapnya.

Terpopuler

Comments

Erni Kusumawati

Erni Kusumawati

posisi yg sulit utk salma

2022-11-14

1

👑Meylani Putri Putti

👑Meylani Putri Putti

judes juga sih mamih hehe

2022-10-18

1

👑Meylani Putri Putti

👑Meylani Putri Putti

berarti saat ini Salma sudah empat puluh tahun dong Thor

2022-10-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!