Kita Pakai Caramu

Mendengar suara keributan di luar, Billa yang hendak mandi, mengurungkan niatnya. Dia bergegas keluar untuk melihat apa yang terjadi. Jantung Billa berdegup kencang saat melihat Tante Giza berlari mengejar mobil Rega yang tengah meninggalkan halaman rumah dengan kecepatan penuh. Bahkan sampai terjadi kericuhan di jalan depan rumah sebab Rega nyaris menubruk mobil yang melintas.

"Ya Tuhan, mereka kenapa ribut begini, sih?" Billa berjalan pelan ke belakang Giza yang panik dan terus memanggil putranya.

"Rega, Sayang ... kamu mau kemana? Kita belum selesai bicara! Kembali, Rega!" teriak Giza dengan tubuh sedikit bergetar. Wanita itu merangsek maju, memburu mobil Rega.

Billa refleks memegangi tubuh Giza yang hendak menerjang ke arah mobil Rega yang sempat berhenti, tetapi sedetik kemudian, Rega melajukan mobilnya dalam kecepatan penuh.

"Tante, jangan! Itu berbahaya!" Billa menarik tubuh Giza dan memeluknya erat. Demi apapun, Billa tidak pernah menyangka akan melihat sesuatu yang seperti ini di hari pertama bersama keluarga tante yang selama ini begitu dihormatinya. Sesuatu yang besar mungkin tidak diketahui oleh Billa.

"Billa ...." Giza gugup. Dia lupa kalau masih ada orang lain di rumah ini, sehingga dia lupa menjaga sikapnya. Giza lepas kendali, melihat putranya kabur dan dia menduga Rega akan berada di mana setelah ini.

Giza segera mengusap air matanya, kemudian mencoba tersenyum. "Masuk, yuk! Segera istirahat dan besok akan Tante antar ke kantor WD Grup. Pasti ada lowongan pekerjaan untuk gadis secantik dan sepintar kamu."

Billa menaikkan sebelah alisnya. Merasa aneh dengan sikap Giza yang berubah begitu cepat. Giza seolah punya dua ekspresi dan dua kepribadian. Billa merinding saat mengingat sorot wajah tantenya itu beberapa saat lalu.

"Yuk!" Giza menatap tajam ke arah Billa yang termangu, senyumnya terukir untuk menutupi pemaksaan dalam nada suaranya.

Billa mengangguk. Menatap jalanan sekilas sebelum akhirnya melangkah ke dalam rumah.

Giza tampak tegang dan penuh pikiran saat memasuki rumah. Billa melihatnya, dan merasa ngeri.

"Tan, aku pinjam handuk, ya. Aku lupa bawa kayaknya." Billa memecah keheningan, pikirnya dia harus menjauh dari sang Tante untuk beberapa saat. Selain itu, suasana ini sungguh tidak nyaman setelah tadi begitu penuh canda.

Giza menoleh, senyumnya kembali terbit. Tampak terpaksa, dan Giza berusaha keras mengembalikan kelembutan di wajahnya. "Tunggu di sini sebentar, ya."

Billa mengangguk, memandang kepergian Giza ke lantai dua. Begitu Giza tidak terlihat lagi, gadis muda itu berlari ke kamar. Lebih baik dia menelpon mamanya, memberitahukan apa yang dilihat dan dirasakan di rumah ini. Billa yang masih polos, tidak nyaman dengan keributan antar anggota keluarga. Di rumahnya, semua orang menahan diri untuk tidak ribut di depan anggota keluarga yang lain.

"Halo, Ma." Billa menoleh ke pintu, memastikan Giza belum sampai kemari.

"Ya, Billa ... baru saja Tantemu nelpon mama, katanya kamu baru sampai dan dijemput Abangmu."

Billa menghela napas mendengar mamanya begitu senang. "Ma, ceritanya nggak seperti itu. Mama dengerin Billa dulu," ucap Billa seraya menoleh ke pintu lagi. Dia merasa ada yang mengawasi.

"Ma mungkin sebaiknya aku kos sendiri saja. Di—"

"Billa ...," panggil Giza dengan lembut, sehingga membuat Billa menegang beberapa saat, lalu menurunkan ponselnya hingga tersembunyi di belakang badan.

Hati Billa seperti dicengkeram teror yang begitu nyata, tetapi dia perlahan menolehkan kepalanya. Matanya bergetar saat menatap Giza yang tersenyum seraya mengulurkan handuk. Billa sungguh ketakutan sekarang.

"Ini handuknya, Sayang." Giza mengintip ke arah tangan Billa yang memegang ponsel, kemudian tersenyum lembut, "tadi Tante udah ngabarin Mama kamu, kok."

Billa gelagapan mematikan ponselnya, "i-iya, Tan ... Mama barusan juga bilang begitu. A‐aku ...."

"Cepet mandi, gih! Terus istirahat, jangan lupa matikan lampu, ya!"

Giza tersenyum manis saat Billa buru-buru menerima handuk darinya.

"Kalau begitu, Billa mandi dulu, ya, Tan." Billa menghindar sebisa mungkin, Giza membuatnya takut dengan tatapan mata yang tajam itu.

Giza lagi-lagi hanya mengangguk, membiarkan Billa melangkah ke kamar mandi.

"Billa ...." Belum dua langkah Billa meninggalkan Giza, tetapi Giza sudah menghentikan langkahnya, membuat gadis itu menoleh takut-takut.

"Maafkan keributan yang seharusnya tidak kamu lihat barusan, ya. Abangmu lelah karena beban pekerjaan, jadi sikapnya lebih sensitif dan mudah marah. Tapi Abang tidak pernah benci Billa, kok. Tante bahkan sering mendengar Abang sebutin nama kamu bahkan dalam tidurnya."

Billa terkejut mendengarnya. "Benarkah, Tan? A-aku tidak tahu Abang punya sikap yang seperti itu."

Giza mendekati Billa, mengusap bahu hingga ke lengan Billa. "Ya ... dan Tante senang, kamulah yang disukai putra Tante."

"Ha?!" Billa ternganga. Ini tidak mungkin, kan? Billa memang suka pada Rega, tapi agak tidak mungkin bila Rega suka padanya. Yang stalking kan dia, sementara Rega ... mungkin ingat dirinya saja tidak pernah. Dan, saat dia menelpon Rega untuk menjemputnya tadi saja, Rega bingung dan tidak mengenali dirinya. Sepanjang jalan, Rega membisu, bahkan tidak menanyakan apapun padanya. Jadi tidak mungkin Rega menyukainya.

Hanya saja, ketika di hadapan Giza, Rega benar-benar menjadi orang lain. Billa awalnya mencoba berpikir positif, Rega sedang banyak pikiran, jadi dia berniat melanjutkan rasa sukanya, tetapi bentakan, lalu keributan yang mengejutkan tadi, membuat Billa memikirkan ulang perasaannya.

Dia boleh polos dan berasal dari desa, tetapi dia punya akal yang mampu menekan perasaannya.

"Kamu juga punya perasaan yang sama, kan?" Giza menekankan keadaan yang menurutnya benar. Dia harus cepat, sebelum Rega mendahului rencananya.

Billa terpaku, bingung ingin menjawab apa. Jika dia jujur, mungkin wanita ini punya seribu cara untuk membuatnya mengatakan iya. "Aku menyukai orang lain, Tan."

"Tante tahu kamu tidak punya pacar dan kamu selalu memuja Rega."

Billa mengumpat. Ini pasti bocoran dari mamanya. "Tapi aku beneran tidak mau berhubungan dengan siapa-siapa, karena aku ingin fokus pada diri sendiri, Tan. Aku belum mau punya kekasih. Siapapun orangnya."

Giza tersenyum. "Kau akan memiliki suami, kalau begitu."

***

Sementara itu, Kristal sedang gelisah di apartemennya. Ragu untuk menghubungi Rega lebih dulu. Takut juga, sebab Rega tampak begitu marah dan pasti dia akan susah dibujuk.

"Kris ...."

Kristal terkejut, matanya kembali fokus pada orang yang selama ini dia percaya untuk mengurus pekerjaannya di Singapura.

"Kau ada masalah?" Pria itu tampak khawatir saat memandangi wajah Kristal yang begitu gelisah.

"Nggak ada." Kristal menyangkal. Dia tidak boleh menunjukkan celah dimana pria ini bisa memanfaatkannya dan menggeser posisi Rega. Dion pernah menembaknya, tetapi setelah Kristal coba menerimanya, hatinya sama sekali tidak merasakan apa-apa untuk Dion. Lagi-lagi dia kembali pada Rega. Yang tanpa kejelasan.

"Tadi kamu ngomong apa?" Kristal mengalihkan pembicaraan, dia meraih berkas di meja dan membacanya dengan cepat. Dia sama sekali tidak bisa memahami apa isinya.

Dion menghela napas. Jika saja bukan Kristal, Dion pasti sudah memaki wanita di depannya ini, wanita yang menggantungkan hubungan tanpa kejelasan pasti. Putus tidak, lanjut pacaran pun tidak. Kristal akan baik sekali padanya seolah-olah mereka adalah pasangan saat wanita itu berekspresi seperti ini. Tapi tampaknya, hari ini tidak akan sama. Entah ada apa dengan wanita itu.

Dion mengalihkan perhatiannya dari wajah Kristal, dan mulai menjelaskan apa isi di dalamnya. Napas Dion terhembus pelan. "Jadi ini adalah laporan perkembangan in—"

Belum selesai Dion berbicara, pintu apartemen Kristal terbuka dari luar. Menampilkan sosok Rega yang begitu kacau dan dipenuhi kemarahan. Langkah pria itu begitu lebar, usai memindai seluruh penghuni ruangan.

"Rega ...," panggil Kristal seraya berdiri.

"Keluar!" Rega meraih lengan Dion dan menyeretnya keluar, tanpa mengindahkan Kristal.

"Tunggu-tunggu! Rega, ini ada apa? Aku sedang ada urusan pekerjaan dengan Kristal!" Dion menahan dirinya. Mencoba melepas cengekraman Rega juga mengamankan laporan yang dia susun susah payah.

Rega berhenti, menatap Dion lekat-lekat. Tajam dan mengerikan. "Aku ada urusan hati dengan Kristal! Dan itu lebih penting dari kertas-kertas sialan ini!"

Tanpa aba-aba, Rega menyentak tubuh Dion hingga terpelanting. Dengan kasar, tubuh besar Dion diseret sampai ke depan pintu, sebelum Rega mendorongnya keluar.

"Ga!" Kristal berteriak melihat betapa kasar sikap Rega saat marah. "Kenapa kamu kasar sama pegawaiku? Kamu kalau cemburu jangan main kasar begini. Aku tidak suka caramu, ya!"

Rega berbalik setelah menutup pintu. Matanya tajam menghujam Kristal.

"Kalau begitu kita pakai caramu!"

Terpopuler

Comments

Maryani Sundawa

Maryani Sundawa

Giza koq masih kyk gitu aja sih kak...jiwanya terganggu kahh

2023-01-25

0

Radiah Ayarin

Radiah Ayarin

mampir thor

2022-11-26

1

Axella

Axella

semangat kak ceritanya bagus

2022-11-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!