Giza berulang kali mengecek ponsel, sejak dirinya berdiri di teras rumah. Hari telah beranjak petang, tetapi wanita itu sama sekali tidak menyadari perubahan warna langit.
Angin yang berhembus terasa basah, membuat resah hati Giza bertambah. Giza mendongak, sebentar lagi hujan pasti turun. Kilat bahkan mulai meramaikan malam.
"Kemana anak ini sampai jam segini belum sampai?" Sekali lagi, dia memeriksa ponsel dan menghela napas.
Giza sedang menunggu kedatangan Billa, cucu dari kerabat jauh ayah Giza. Gadis itu baru lulus kuliah dan hendak mencari pekerjaan di sini. Rencananya, Giza akan meminta bantuan Rega untuk mencarikan pekerjaan untuk Billa.
Giza mengangkat ponselnya, berniat menghubungi Billa. Sudah lewat satu jam sejak Billa mengatakan dirinya telah mendarat, tetapi entah mengapa Billa belum sampai.
"Apa dia nyasar?" gumam Giza yang makin cemas. Langit semakin gelap, kilat menyambar, angin makin kencang menggoyang. "Ya, Tuhan, jangan sampai terjadi apa-apa pada Billa."
Giza benar-benar khawatir jika sampai terjadi apa-apa pada Billa. Bisa dibilang, ini adalah salahnya karena tidak bisa menjemput Billa di bandara. Dirinya terlalu asyik bersama Naja dan Kira sampai lupa waktu. Dan sayangnya, dia tidak mau rencana yang disusunnya berantakan.
Panggilan itu masih terhubung, saat di ujung halaman muncul sorot lampu mobil yang begitu dikenalinya, hal itu membuat Giza lega.
"Sayang ...." Giza berlari kecil ke halaman. Rasanya tidak sabar memberitahu Rega apa yang terjadi.
Namun, ketika pintu mobil terbuka, Billa melompat turun dari sana. Berteriak menyapa Giza.
"Tante ... lama nungguin aku, ya?" sapa Billa seraya menghambur ke pelukan Giza.
"Ya ampun ... Billa!" Giza tak bisa menyembunyikan kelegaan dan juga rasa senangnya melihat Billa berdiri di depannya. "Tante tadi khawatir kamu nggak dateng-dateng."
Giza memeluk erat Billa. "Sudah besar kamu sekarang, ya ... udah lebih tinggi dari Tante."
Billa nyengir di pundak Giza. "Tapi aku masih saja kerempeng, Tan ... nggak mau gendutan dikit. Padahal aku pengen sedikit lebih berisi biar nggak dipanggil kutilang."
Giza melepaskan pelukannya, menatap wajah ayu Billa dan mengusap pipinya. "Tante yakin, selama di sini, kamu nggak akan merasa kurus lagi. Masakan Tante lumayan enak dan menggugah selera makan kamu. Dijamin, kamu nggak akan bisa berhenti makan."
Billa tersenyum, "Kata Mama, masakan Tante emang paling enak di dunia."
Rega bersandar di antara daun pintu yang terbuka, menyaksikan interaksi mamanya dan Billa yang begitu menyenangkan.
"Jadi berasa kaya anak pungut kalau ada Billa." Rega pura-pura mengeluh. Sama sekali dia tidak keberatan jika mamanya mengganggap Billa seperti anak sendiri. Billa seumuran dengan mendiang adiknya, hanya beda beberapa bulan saja.
Giza memutar bola matanya malas, lalu berbisik kepada Billa. "Ada yang cemburu."
Billa sekali lagi tertawa melihat kecemburuan Rega yang belum pernah dia lihat selama ini. Pria ini cukup ramah, tetapi dia tidak pernah melihat Rega mencandai mamanya. Atau saling melempar candaan seperti ini. Ibu dan anak ini tampak saling menjaga jarak dan kaku.
"Ayo masuk," ajak Giza seraya merangkul Billa, "biar barang-barangmu dibawa Rega ke dalam."
Mata Rega melebar sempurna mendengar itu, "Ma ... jangan gitu lah! Barang Billa banyak banget, aku nggak sanggup bawanya. Aku juga lelah."
Giza tersenyum mendengarnya, lalu berkata keras-keras. "Tenaga lelaki jauh lebih besar dan banyak dibandingkan wanita. Mama yakin, kamu lebih dari mampu membawa seratus karung beras ke lantai dua."
Billa sekali lagi cekikikan, langkahnya tetap mengikuti Giza, tetapi matanya melirik Rega. Tangannya mengisyaratkan agar Rega ikut masuk saja, kemudian bibirnya berkata tanpa suara.
"Biar nanti aku bawa sendiri ke kamar."
Rega menghela napas, lalu menurunkan tiga koper besar milik Billa. Menyeretnya salah satu, dan menempatkannya ke depan kamar yang akan di tempati Billa.
Sementara, dua wanita itu ke halaman belakang untuk makan malam. Biasanya, Giza akan makan di sana. Meja makan di dekat dapur sudah dilenyapkan, sejak kematian Papanya. Setelah itu, tidak ada lagi yang namanya makan di meja makan. Yang ada hanya meja kecil dan dua kursi di teras belakang rumah.
Meja makan dan suasana hangat di sekitar dapur, hanya akan membuat Giza terluka.
Rega keatas untuk mandi, kemudian turun lagi saat Giza dan Billa baru keluar dari kamar.
"Bang, kata Tante, besok kamar kita sebelahan." Billa menyeletuk seraya mendekati Rega. Tangannya langsung menggelayut.
Rega mengernyit. "Nggak boleh! Mending kamu di bawah aja! Aku tuh mau tidur kalau sampai rumah, bukan mau dengerin suara berisikmu itu!"
Billa langsung cemberut, matanya dibuat sedih sesedih-sedihnya saat menatap Giza. Seolah mengadukan perbuatan Rega barusan.
Giza tersenyum. Tanpa bereaksi apa-apa.
"Kok Abang jahat sekarang? Dulu, Abang baik sama Billa, loh. Sayang sama Billa, nggak pernah bentak-bentak Billa," oceh Billa seraya menatap Rega. Dia sama sekali tidak mengerti apa itu serius atau hanya bercanda. Rega belum pernah memiliki ekspresi yang ambigu seperti sekarang.
"Itu karena kamu masih kecil. Sekarang kamu udah besar. Walau saudara, kita tetap tidak boleh terlalu dekat! Apalagi memanjakan seseorang seolah orang itu tidak bisa melindungi dirinya sendiri."
"Maksud Abang, apa? Aku bukannya tidak bisa membela diri, apalagi punya perasaan sama Abang! Enak saja! Aku udah punya pacar kok! Lebih ganteng ketimbang Abang! Ribuan kali lipat!" Billa nyolot saat Rega menuduhnya manja dan menyukainya. Itu sama sekali tidak benar!
Billa segera menjauhkan diri dari Rega dan kembali ke kamarnya. "Tan, Billa tidur dulu! Billa capek banget."
Giza tersenyum seraya mengecup kening Billa. "Selamat tidur, Sayang. Mimpi yang indah, ya."
Billa mengangguk, seraya melirik Rega yang masih memelototinya.
"Dasar orang aneh! Sok kegantengan!" batin Billa.
Billa segera masuk dan menutup pintu, sementara Giza mendekati Rega.
"Billa cocok kalau jadi istrimu!" Giza mengatakan itu seolah misi awalnya untuk mendekatkan Rega dan Billa telah berhasil. Rega akan sangat usil pada wanita yang istimewa. Ya, Billa selalu diistimewakan Rega. Giza mendapati Rega perhatian dengan membelikan Billa beberapa barang, dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Giza yakin untuk menjodohkan Rega.
Rega seakan tersengat listrik ribuan volt saat mendengar kata-kata mamanya. Sampai-sampai dia menoleh untuk memastikan bahwa kalimat itu tertuju untuknya.
Selain itu, kata-kata Giza mengingatkan Rega kembali bahwa dia baru putus dengan Kristal. Yah, Rega anggap begitu, sebab sampai sekarang Kristal tidak menghubunginya sama sekali.
Giza menatap anak semata wayangnya sungguh-sungguh. "Mama sudah bicara sama orang tua Billa, dan mereka setuju. Billa tidak akan membuatku kecewa. Dia baik dan menyenangkan, ramah dan selevel dengan kita. Setidaknya, dia tidak pernah menyakiti hati Mama."
Rega benar-benar kalut sekarang. Dia sudah putus, dan dijodohkan. What the ...?
Rega mengusap wajahnya kasar. Bingung bagaimana menjelaskan. "Mama tahu dari mana kalau kita cocok? Aku sama Billa bahkan tidak saling berkirim kabar? Kami tidak sedekat itu, Ma!"
Giza mendekati meja, lalu meraih ponselnya. Kepala Giza menoleh pelan ke arah putranya.
"Mama selalu tahu, Nak. Seorang ibu tau bagaimana perasaan putranya." Giza tersenyum. "Mama cuma mau bilang makasih, karena udah mau menjauhi dan memutus hubungan dengan orang yang membuat kita menderita."
Rega seakan berhenti bernapas. Ini bagaimana? Giza sama sekali tidak tahu kalau dirinya masih berhubungan dengan Kristal.
Rega menatap Giza lama sekali. "Mama serius?"
"Ya!" Giza sudah menghubungi orang tua Billa. Dia mengiyakan Rega, sebab berpikir kalau yang ditanyakan Rega adalah soal perjodohan dengan Billa.
Padahal, Rega bertanya, apa Giza serius tidak tahu, kalau dia dan Kristal masih bersama. Dan itu agak tidak mungkin. Bukannya mamanya kerap memergoki mereka bersama?
Rega semakin bingung, saat mendengar Giza membahas perjodohan yang akan disegerakan ini.
"Iya, Tia. Niat baik harus segera dilaksanakan," kata Giza seraya tersenyum pada Rega yang berdiri bak patung, dengan bibir membuka-menutup, tidak bisa bicara.
Ini terlalu mendadak dan mengejutkan.
Rega memutar tubuhnya, dan berlari cepat ke ke luar rumah. Pikirannya yang kacau hanya tertuju pada satu hal. Yaitu mengakhirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
acih aja
aq mau maraton ah
2023-04-27
0
Maryani Sundawa
duhhh kasihan yaa Rega jd pusing pala berbiee
2023-01-25
0
mia💞
gercep mamake... begitu kosong langsung d pasangin... . mau nyerah ga...????
2022-12-24
0