Pagi yang cerah secerah hati Jaga Saksena.
"Para manusia! Aku datang!" teriaknya keras sembari berjalan cepat menelusupi lebatnya hutan belantara.
Setengah hari berjalan, tak bisa dicegah terdengar nyanyian perut Jaga diiringi tenaga yang tetiba menurun.
Rasa lapar yang terlupakan oleh semangat tetiba menyerang!
"Aku harus cari makanan dulu!"
Jaga Saksena berhenti, memutar pandangan ke atas, berharap ada pohon berbuah yang bisa dimakan.
Tidak menemukan apa pun, telinga Jaga Saksena menangkap suara pergerakan di balik semak-semak.
Jaga Saksena mengambil dua batu kecil di dekat kaki, menyelipkan satu di pakaiannya lalu yang satunya ia lempar ke sumber suara sembari bersiap memanjat ke pohon kecil terdekat.
Krosak!
"Hewan kecil apa itu?! Hasss ... larinya terlalu cepat!"
Berburu di hutan lebat tidak semudah membalik telapak tangan. Hewan-hewan seperti kelinci hutan dengan mudah menelusup ke semak perdu lebat lalu hilang entah ke mana.
Kruuukk!
Mengusap perutnya yang lapar, Jaga Saksena kembali berjalan. Hingga,
"Apa itu!" seru Jaga Saksena seraya mendekat dengan hati-hati.
Sebuah bulatan besar di dalam semak belukar yang telah dibentuk sedemikian rupa hingga membentuk sarang. Ketika Jaga Saksena masuk ke sana, matanya membeliak.
"Telur, hahahaha!"
Girang bukan main Jaga Saksena mendapati lima butir telur sebesar dua kepalan tangannya.
"Ternyata ini sarang burung, tetapi kenapa di bawah bukan di atas pohon?!" Jaga Saksena berbicara sendiri sambil menimang satu butir telur besar.
"Maafkan aku pemilik sarang, ijinkan aku mengambil dua telurmu untuk kumakan!"
Berkata demikian, Jaga Saksena menyeruput mentah dua telur dengan terlebih dahulu melubangi cangkangnya dengan ujung kapak batu.
"Kenyaaaang ...!"
"Koaak!"
Kaget oleh suara keras, Jaga Saksena langsung bangkit bersiap berlari.
Benar saja, seekor burung besar dengan kaki dan leher panjang tengah berlari ke Jaga Saksena, menerabas semak-semak yang tumbuh di antara pepohonan.
"Aku hanya mengambil dua sajaaaa ...!"
Jaga Saksena lari terbirit-birit.
"Koakk!"
Burung yang tidak bisa terbang itu mengejar dengan kecepatan luar biasa. Sepertinya dia benar-benar marah akibat telurnya dicuri.
Dengan paruh siap menghantam kepala buruannya, si burung besar berleher panjang semakin memperpendek jarak. Dan ....
Cruk!
Hantaman paruh burung menancap dangkal di sebuah pohon. Rupanya Jaga Saksena berhasil lolos dengan melompat ke atas, menancapkan kapak pada batang pohon untuk dijadikan pegangan lalu memanjat.
Cara jitu yang kembali menyelamatkan nyawa Jaga Saksena dari incaran hewan buas. Sebab beberapa hari ini, cara inilah yang ia pake untuk menghindari hewan-hewan buas.
"Sini naik kalau kau berani!" ejek Jaga pada si burung yang mendongak menatap marah padanya.
"Koakk!!"
"Sudah kukatakan, aku hanya mengambil dua telurmu saja. Kau bisa bertelur lagi apa susahnya?!" teriak Jaga Saksena.
"Koakk!"
"Terserah kaulah!"
Jaga Saksena ongkang-ongkang di atas cabang pohon yang mampu menahan berat tubuhnya.
"Koakk!"
"Cepatlah balik sana! Telurmu bisa dimakan ular!" Jaga Saksena meliuk-liukkan tangannya menirukan gerakan ular.
"Koakk!" masih marah, burung terus mengacungkan paruhnya.
"Kau tidak perlu berterima kasih padaku. Sebagai sesama makhluk sudah sepatutnya saling mengingatkan!"
"Koakk!"
"Iya sudah kurestui, pergi sana!"
"Koakk!"
"Apa lagi?! Aku tidak punya apa-apa untuk bekalmu!" Jaga Saksena seakan berbincang dengan burung tersebut meski sebenarnya tidak nyambung.
"Koakk!"
"Oh ada, kau memaksaku! Ini!"
Wett!
Jaga Saksena teringat masih menyimpan satu batu. Dengan cepat ia menyambit kepala burung besar berleher panjang tersebut.
Klotak!
"Koakk!"
Meski tidak melukai, lemparan batu yang tepat mengenai bawah mata cukup membuat si burung kaget.
"Mau lagi?!" teriak Jaga Saksena hanya menggertak karena hanya itu yang bisa ia lemparkan, sebab kapak batu tertancap di bawah ketika ia gunakan untuk awalan memanjat pohon.
"Koakk!"
Dengan penuh amarah terpendam, si burung membalik badan lalu pergi. Naluri hewaninya tidak bisa meninggalkan sarang terlalu lama.
"Hahaha! Aneh juga itu burung. Mau pergi setelah kuberi bekal. Eh, burung atau ayam ya? Kenapa dia tidak bisa terbang?"
Sambil bertanya-tanya, Jaga Saksena memastikan burung itu benar-benar pergi.
Merasa aman, bocah itu perlahan turun. Mengambil kapak batunya kembali sebelum melanjutkan perjalanan.
*
Sinar matahari yang menerobos celah hutan telah berwarna jingga. Namun Jaga Saksena belum juga mencapai sebuah pemukiman yang ditengarai semalam menyalakan api.
Jaga Saksena belum bisa memperkirakan jarak. Ia tidak tahu, api semalam yang ia lihat kecil sebenarnya merupakan kobaran api yang besar. Artinya jaraknya sangat jauh.
"Aku akan memanjat lebih tinggi nanti malam. Mungkin aku salah lihat!" gumam Jaga Saksena sembari terus berjalan menunggu petang benar-benar datang.
Malam pun tiba. Kembali Jaga Saksena berdiam diri di atas pohon, hanya berteman suara binatang malam hutan dan pekatnya kegelapan, membuatnya benar-benar merindukan pertemuan dengan manusia lain.
"Sebaiknya aku tidur, merindukan mereka belum tentu baik bagiku. Lagi, menurut Byung ada manusia jahat dan ada manusia baik. Belum tentu pula aku bertemu manusia baik." Jaga Saksena menghibur diri, agar lelap segera menjemputnya.
Lebb!
Mengendaplah rasa Jaga Saksena, lelap dalam tidur dan memasuki alam mimpi.
"Hai manusia! Bangun!"
Jaga Saksena kaget oleh sebuah bentakan keras.
"Monyet! Ganggu orang tidur saja!"
"Hahahaha! Aku tahu kau memiliki keinginan kuat. Aku akan mengabulkan permintaanmu tetapi dengan satu syarat!"
"Kau siapa?! Wujudmu saja tak jelas mau mewujudkan keinginan orang!" ketus Jaga Saksena sembari mengamati bentuk bayangan hitam besar yang melayang di depannya.
"Aku Dewa Kegelapan penguasa hutan ini. Akulah yang patut disembah. Kau hanya perlu menyembahku, memberikan pengorbanan untukku maka semua keinginanmu akan kukabulkan!"
"Menyembahmu?!"
"Iya!"
"Kau pikir kau lebih tampan dariku?!"
Dengan sangat percaya diri Jaga Saksena membandingkan dirinya dengan sosok bayangan hitam besar. Setidaknya Jaga Saksena pernah mendapat pujian tampan meski itu hanya pujian dari Byungnya.
"Bocah! Ini bukan masalah tampan! Dengarkan baik-baik. Aku akan memberimu segala kemudahan, segala apa yang kau inginkan. Tetapi dengan satu syarat, sembahlah aku!"
"Baiklah, aku ingin kau menciptakan matahari untuk menyaingi matahari Sang Pencipta!"
"Hahaha!" Sosok hitam besar tertawa sebelum berkata. "Mudah! Lihatlah ini!"
Bayangan hitam besar mulai mengeluarkan suara aneh, sesuatu yang tidak dipahami oleh Jaga Saksena, mantra.
"Lihatlah ke langit!" seru si bayangan hitam besar menunjuk ke langit. "Matahari telah ada dua!"
Tak membantah, Jaga Saksena pun melihat ke langit untuk kemudian mengernyit dahi. 'Mana mataharinya?'
Jaga Saksena hanya melihat kerlip bintang kecil. Mungkin di sebelah timur ada bulan yang tidak sempurna tetapi tertutup rimbunnya dedaunan pepohonan.
"Sebenarnya kau ini apa?! Menurut Byung selain manusia ada golongan jin atau belis. Tapi Byung tidak bercerita ada belis goblok sepertimu."
"Goblok?!"
"Iya goblok! Jelas-jelas di langit gelap tidak ada matahari. Apalagi dua matahari. Pergi! Pergi! Mengganggu orang tidur saja!"
"Ba-bagaimana mungkin?" Sosok hitam tergagap, sihir yang ia gunakan barusan ternyata tidak bisa mempengaruhi si bocah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Roni Sakroni
burung apa ya
2024-07-19
0
Zazat Btk
seru lucu... burung kalau sedang marah hahaha
2023-08-01
0
🗣🇮🇩Joe Handoyo🦅
Ha ha ha... kocak lo jaga, burung lagi marah diajak ngomong
2022-12-12
1