Whoaaaaa… Elijah tergagap dengan mata dan mulut membulat, matanya berbinar-binar, hampir pingsan karena berdebar-debar, terpikat oleh sosok berbahaya yang baru saja tiba. Begitu terpesona, sampai tak sadar kalau dia menahan napas.
Ya, Tuhan… Batinnya takjub. Apa dia malaikat?
Elijah benar---pria itu memang malaikat, malaikat kematiannya kelak.
Pria itu…
Begitu indah!
Wajah bule kearab-araban, alis tebal melengkung, bulu mata lebat melentik, hidung mancung sempurna, bibir tipis berisi, dagu bulat menonjol. Tinggi badannya sekitar seratus delapan puluh, bahu lebar, pinggang ramping… pokoknya tampan maksimal dengan kadar ketampanan hingga empat belas karat---asli tampan.
Sayangnya belepotan oli!
Itu adalah pertama kalinya Elijah memandang kagum seorang pria seumur hidupnya.
Kalung perak berbandul salib menggelantung di dada bidang pria itu, menampilkan seorang pribadi yang bertanggung jawab---memanggul salibnya. Ujung kemeja flanel yang terbelalak berkibar di belakang tubuhnya saat sepeda motornya melesat. Untaian rambut ikalnya yang bergelombang, terhempas ke belakang mengekspos wajah tampannya yang tidak dibuat-buat, menjadikan pria itu terlihat berantakan sekaligus menawan—meski terkesan berengsek.
Ah, sebut saja… cowok berengsek belepotan oli!
Dialah tokoh utamanya.
Nah, kan?!
Tokoh utamanya malah belepotan oli.
Namanya Evan Jeremiah, usianya dua puluh satu tahun, blasteran Indo-Belanda juga---sama seperti Elijah.
Wah… mereka berjodoh ya…
Belum tentu.
Eleazah van Allent adalah musisi metal, sementara Evan Jeremiah seorang pembalap.
Lea tinggal di kota kecil, sementara Evan di kota besar.
Lea masih duduk di bangku SMA, sementara Evan sudah lulus kuliah.
Tunggu dulu!
Di deskripsi dikatakan Elijah dijuluki sebagai anak esempe yang mukanya norak—Whoa—penulisnya gak konsisten, nih!
Itu kan, cuma julukan.
Yang namanya julukan terkadang tidak sesuai dengan kebenaran.
Setiap orang punya julukan yang berbeda-beda untuk setiap orang menurut penilaian pribadi masing-masing—semerdeka otaknya, lah.
Jangan lupa!
Author juga mengatakan Elijah adalah gadis mungil.
Tau, kan, artinya mungil?
Kurus, kecil… idup lagi!
Nah, kembali ke alur cerita…
Keduanya memiliki latar belakang dunia yang berbeda dengan usia yang jauh berbeda. Apalagi jarak rumahnya.
Dan…
Pertemuan mereka tak semanis cerita cinta lainnya.
Cowok berengsek itu bahkan tak sadar kalau dirinya sedang diperhatikan!
Dia berlalu begitu saja tanpa menoleh ke sana kemari, melewati Elijah yang tertutup pagar tinggi di ujung halaman, kemudian menghilang secepat dia datang.
Jiaaah… muter lagi kek, Bang! harap Elijah. Kedua bahunya kembali melemas dan serangan rasa kantuk kembali menyerang.
Elijah tak cukup tidur.
Malam sebelumnya, ia berangkat ke Bandung dan hanya sempat memejamkan matanya sebentar di bis selama dalam perjalanan. Lalu tidak sempat istirahat lagi karena harus latihan, dan… anak metal sudah pasti begadang, dong!
Sementara keesokan harinya ia harus tampil dan pulangnya kesorean.
Devian menawarkan tumpangan dan berjanji akan mengantarnya pulang.
Celakanya, motor butut Devian malah mogok dalam perjalanan. Akhirnya mereka kemalaman di jalan dan kepagian sampai di Jakarta.
Dan sekarang, vocalist male itu hilang pula.
Niat amat pen nyeksa gua, Si Kampret! Elijah menggerutu dalam hatinya.
Lalu akhirnya melompat dari sepeda motor butut Devian yang setia dijaganya sejak Nyonya Meneer belum bisa berdiri. Lalu bergegas ke dalam gedung biliar untuk menemui Mbak Suzy dan Ceuceu Lenny. Tadi sebelum Devian pergi, Si Kampret satu itu menitipkan Elijah pada kedua wasit wanita itu.
Elijah bermaksud menanyakan, barangkali ada yang tahu di mana rumah Devian.
Gua bom ntar ga rumahnya! Niatnya.
Tapi Mbak Suzy ternyata sedang sibuk menyusun bola di salah satu meja, sementara Ceuceu Lenny berlari ke sana kemari untuk melayani berbagai macam permintaan para pelanggan. Ada yang minta minuman, camilan, rokok, kartu, spidol, sampai senyum… masih diminta juga.
Sementara Ceuceu Lenny sedang menyodorkan minuman kepada pemain yang sedang kehausan, pemain lain meneriakinya—minta ditabok, disusul permintaan lain dari pemain lainnya. Begitu seterusnya perempuan Sunda itu sampai kocar-kacir, seolah-olah ia bahkan tak sempat untuk sekadar menghela napas.
Bola-bola berderak saling berbenturan bercampur suara-suara pekikan dan gumaman para pemain yang terdengar gaduh. Musik dangdut yang sedang diputar sekarang: Goyang Dombret.
Cowok-cowok SMA yang tadi nongkrong di warung seberang mulai joget-joget dan mengangguk-angguk lagi.
Lho? Kok… mereka ada di situ?
Udah pasti madol, lah! Memang apa lagi?
Teh Nyai kambuh geal-geol sembari menyusun bola di meja anak-anak SMU yang madol itu. Mereka juga ternyata buka table. Entah benar-benar pecinta biliar atau sekadar pelarian dari mata pelajaran.
Elijah tak ingin tahu!
Elijah hanya tidak mengira tempat itu tahu-tahu sudah penuh. Ia tak yakin kapan tepatnya para pelanggan itu mulai berdatangan, meja-meja biliar itu sudah terisi semua. Dan… wasit-wasit itu sepertinya sangat sibuk.
Si gondrong perlente yang tampan selangit bergaya semerek---maksudnya semarak, berteriak pada Ceuceu Lenny dari ujung meja meminta bolanya segera disusun, sementara si tampan lainnya sedang memesan minuman kepada wanita itu.
"Sabar, KoMar!" geram si Ceuceu sembari melotot. "Lu gak liat gua lagi apa?"
"Lagi kerja pan, lu?" KoMar tak mau kalah kalau soal adu bacot. "Kerja lu ngelayanin pemaen, pan. Salah gua di mana coba?"
Ceuceu Lenny membeliak sebal. Lalu buru-buru menyusun bolanya.
Yang lain-lainnya cuma geleng-geleng menanggapi kelakuan KoMar.
Musik dangdutnya udahan, berganti Keong Racun lagi.
Elijah memutar-mutar bola matanya dengan tampang sebal.
Entah siapa dari keempat cewek-cewek Sunda itu yang---kayaknya—cinta mati sama Keong Racun.
"Aaaargh!" KoMar berteriak mengejutkan seisi ruangan cuma gara-gara gagal nge-break. "Lu mau matiin kagak tu, Keong Racun, hah?" rutuknya tak menjurus.
Dia yang g o b l o k, Keong Racun yang disalahin!
Elijah mendesis menahan tawa.
Si gondrong perlente bergaya semerek itu langsung meliriknya. "Cari siapa, Neng?" ia bertanya sembari menyodok.
Seisi ruangan serentak menoleh pada Elijah.
"Nyari bapak?" ejek si KoMar sembari meluruskan tubuhnya. "Bapak mana? Bapak mana? Mau Bapak Otjang, apa Bapak Ardian?" cerocosnya sembari mengerling ke arah teman-temannya. "Apa mau bapakpelur?" ia menambahkan.
Semua orang tergelak menanggapi lelucon si KoMar.
"Ikut aku aja ke bapak penghulu!" Cowok SMA yang bernama Ryan menimpali dari meja seberang.
Wajah Elijah serasa terbakar. Ia mengerjap sedikit gelisah dan melirik satu per satu wajah-wajah di sekitar meja si gondrong parlente itu, lalu melirik ke arah meja anak SMA. Gak ada yang bagus, pikirnya masam. Lalu mengalihkan pandangannya untuk mencari objek lain yang rada lumayan—adem---Ardian Kusuma.
Cowok gondrong tapi kalem yang tampannya mirip opa-opa Korea itu hanya tersenyum simpul, sebelum akhirnya berpaling dan membungkuk di atas meja biliar untuk menyodok bolanya.
"Lho, kamu belum pulang?" Mbak Suzy yang hitam manis memekik terkejut, menyadari keberadaan Elijah.
Elijah menggeleng cepat-cepat.
"Si Dapé belon balik lagi emang?" Wajah Mbak Suzy terlihat cemas sekaligus jengkel.
Elijah menggeleng lagi.
"Seh—dah, yak… anak sih, kelewatan bener!" Mbak Suzy menggerutu.
"Sini, sini, ikut ayah!" KoMar melambai-lambaikan tangannya sembari mendekat pada Elijah dengan bersemangat.
Seisi ruangan kembali tergelak.
Ardian Kusuma masih fokus menyodok bola. Sepertinya dia lagi menang banyak.
"Ada yang tau rumahnya, nggak?" Elijah bertanya---entah kepada siapa, sembari mengedar pandang meneliti wajah-wajah semua orang.
Cowok SMA yang namanya Ryan mengerling ke arah Elijah sambil mesem-mesem. Cowok mungil yang akrab disapa Dede sedang sibuk memasukkan bola.
"Nah—tuh, si KoMar tau!" Ceuceu Lenny spontan berseru sembari menunjuk KoMar.
"Lu nggak liat gua lagi maen?" sergah KoMar sembari membungkuk, bersiap menyodok bola putih. Tapi wajahnya mendongak memelototi Ceuceu Lenny.
"Iya, udah! Sekalian maen… maen yang jauh gidah!" tukas si Ceuceu semerdeka otaknya.
Seisi ruangan sekarang terbahak-bahak.
KoMar tidak tertawa. Dia menoleh pada Elijah sembari tersenyum miring. "Emang kalo Koko yang anterin, kamu mau?"
Elijah mengerjap dan menelan ludah, belum mengangguk setuju.
KoMar tahu-tahu sudah menambahkan, "Jadi pacar Koko?"
Wuah! Elijah spontan melengak.
Otaknya kurang suplemen!
Muda, tampan, kaya…
Otaknya cuma dikit!
Kenapa dia gak pake otak impor semerek juga?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Nusan
Nyonya meneer berdiri sejak tahun 1918 kan ya haha 😂
2023-01-21
0
Nusan
gpp deh
2023-01-21
0
Nusan
oke, ini baru tampan 🥰
2023-01-21
0