"Arga! Eiza! makan malam sayang!!!" Seru Ana memanggil kedua penghibur hatinya.
Dalam waktu beberapa detik Arga langsung duduk di meja makan tepat di samping ibunya dengan senyum hangat yang terlukis diwajahnya.
Namun, suasana hangat itu berubah menjadi tegang saat Eiza duduk di meja makan tepat di depannya.
"Glek!"
Arga menelan ludahnya dengan susah payah, jantungnya berdegup kencang seakan dihadapkan dengan pengumuman hasil ulangan Matematika yang sudah jelas mendapatkan nol sebagai nilainya.
Tring!
Eiza menjatuhkan garpu-nya ke piring, namun, hanya dengan mendengar suara itu pun jantung Arga seakan telah lompat ke tenggorokannya.
" Kenapa nak?" Tanya Ana saat melihat putranya tidak kunjung makan, melainkan terus menerus mengalihkan pandangannya kesana-kemari.
"E-eh, gapapa Ma, cuma..." Pria berambut hitam itu melirik kearah gadis di depannya dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari gadis itu.
"Gak, gapapa, aku balik ke kamar dulu ya, Ma! Aku makan dikamar aja" Ucap pria itu meninggalkan meja makan dan naik ke kamarnya.
🥀🥀🥀
Hari telah larut, dan rembulan bersinar terang bersama Bintang-bintang kecil yang berserakan menghiasi langit malam.
Seorang pria berambut hitam berdiri di balkon kamarnya memandangi langit malam, ia tidak dapat tidur, mimpi buruk terus menghantuinya hingga akhirnya pria itu takut untuk memejamkan mata.
Jam telah menunjukkan pukul 02:00, dan hidung pria itu mencium bau sesuatu. pria itu merinding, mulutnya tidak berhenti melafalkan ayat Al-Qur'an yang muncul di kepalanya.
"... Ga?"
"Allahumma baarik lanaa fiima razaqtanaa wa qina 'adzabannar ya Allah!!!!!" Ucap pria itu melompat kaget saat terdengar suara wanita samar-samar memanggilnya.
"Hhh, apaan sih? Lo masih laper? sampe baca do'a makan, tengah malem gini," kekeh Eiza dari balkon kamarnya yang bersebelahan dengan balkon kamar Arga.
"Astagfirullah, lo ngapain Malam-malam gini belum tidur, malah ngagetin orang?" Tanya erga memegang dadanya.
"Tadi udah tidur, terus kebangun karena gak terbiasa sama ruangannya," ucap gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
Arga menghela nafasnya panjang, dilipatnya tangannya bertumpu pada pagar pembatas balkon kamarnya dengan Eiza dan kini keduanya saling berhadapan.
"mau ngobrol?" Tanya pria itu pada gadis didepannya.
Eiza mengangguk, lalu melompat dan duduk di pagar pembatas balkon kamarnya. Rambut pirangnya seakan berubah menjadi helaian emas terkena cahaya rembulan, dan rambutnya yang Melambai-lambai tertiup angin menambah kesan elegan-nya seakan ia adalah sebuah lukisan.
Arga terpana, terbesit dalam hatinya mengundang seorang pelukis untuk melukis wanita cantik didepannya itu, dan jauh didalam hatinya ia merasa iri dan menerka-nerka betapa beruntungnya pria yang dapat memiliki gadis didepannya.
"Parfum lo, mirip sama punya mama" Ucap pria itu memulai percakapan untuk mengalihkan pandangannya yang terus tertuju kepada Eiza.
Eiza tersenyum, gadis itu menyukai topik yang digunakan Arga untuk menjadi pembuka obrolan mereka, hal itu menambah kesan perhatian Arga di matanya, karena ia sangat menyukai pria yang memperhatikan detail terkecil pun dari dirinya.
"oh, iya, ini dikasi tante, katanya baunya enak, dan lo juga suka baunya..." Ucap gadis itu yang kemudian menutupi wajahnya yang memerah dengan tangannya.
Gadis itu menjawab terlalu jujur, bila ia berkata demikian tentu semua orang yang mendengarnya akan berfikir bahwa ia sengaja memakai parfum yang disukai Arga, sedangkan kenyataannya gadis itu hanya menerima parfum yang diberikan oleh Ana. walau ia tahu maksud Ana memberikan parfum itu kepadanya karena itu adalah parfum yang disukai oleh Arga, namun yang memilih parfum itu tetaplah Ana.
Arga mengalihkan pandangannya, pria berambut hitam itu merasa aneh, wajahnya memanas, ia dapat menebak bahwa wajahnya saat ini telah memerah.
"Apa-apaan? jadi maksudnya dia pake parfum itu karena gue suka baunya? berarti, dia sengaja make itu karena gue suka? karena gue suka, jadi dia..." Batin Arga salah tingkah dengan ucapan Eiza.
Arga mengambil nafas dalam , lalu mengeluarkannya, ia melakukan itu beberapa kali berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri dan kembali beradu pandang dengan Eiza.
Wajahnya masih memerah, begitu pula dengan Eiza yang tampak dengan susah payah memberanikan dirinya menatap wajah Arga dengan wajahnya yang masih merona.
"Bu-Bulannya bulat ya? gak belok-belok," Ucap pria itu gugup, berusaha mengalihkan topik, namun, berujung mempermalukan dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia salah memilih topik dalam situasi setegang ini?.
Pftt
"Hhhh, yang bener aja, Bulan di planet mana yang belok-belok?" Kekeh Eiza tertawa lepas mendengar ucapan pria didepannya itu.
Untuk kedua kalinya, pria berambut hitam itu tidak dapat berkata-kata saat melihat gadis di depannya. Sosok wanita berambut pirang itu saat tertawa, benar-benar membuatmu tidak dapat mengalihkan pandangan darinya.
Rasanya ia rela salah berbicara terus menerus asal dapat membuat gadis didepannya itu bahagia.
"Ga, lo tau, makasih udah bikin gue ketawa kayak gini, jujur, ini pertama kalinya gue bisa ketawa lepas kayak gini, rasanya seneng banget, sampe pengen nangis" Ucap gadis itu tersenyum manis.
Mungkin terdengar sedikit berlebihan, namun Arga tau bahwa gadis di depannya itu benar-benar hampir menangis, karena dapat terlihat buliran bening yang tertahan di ujung matanya.
Arga diam mematung, pria itu tidak dapat membayangkan apa yang telah dilalui gadis di depannya itu selama ini, mungkinkah apa yang ditanggung gadis itu lebih berat darinya?.
Namun, mampukah tubuh kecil itu menanggung beban seberat itu sendirian? Dengan kedua tangan kecil yang seakan dapat patah bila ia menggenggamnya? Sekuat apa sebenarnya gadis di depannya itu?.
"Kalo gitu, gue janji mulai sekarang gue bakal berusaha bahagiain lo" Ucap pria itu menatap Eiza penuh keyakinan.
Manik mata mereka bertemu, keduanya seakan dapat bertukar pikiran dengan pandangan mata itu. Eiza tersenyum, wajahnya kembali memerah, namun, entah mengapa ia merasa yakin bahwa ia dapat memegang perkataan pria di depannya itu.
"Gi-gimana kalo kita tidur sekarang? i-ini udah malem banget, besok masih sekolah," Ucap Arga gelagapan setelah menyadari apa yang ia ucapkan.
"i-iya, besok masih harus sekolah, ka-kalau gitu, aku masuk duluan!" Jawab gadis itu kemudian berlari masuk ke kamarnya.
Untuk kedua kalinya pria itu menghela nafasnya kasar. Arga berjalan menuju tengah balkon kamarnya dan menatap penuh arti rembulan di langit, namun entah mengapa, terdapat bayangan Eiza di sana.
Pria itu mengerjapkan matanya beberapa kali, memastikan bahwa itu hanya ilusinya dan untuk ke sekian kalinya, pria itu kembali menghela nafasnya, entah apa yang telah terjadi padanya, sehingga di Bulan yang begitu jauh ia dapat melihat bayangan Eiza disana.
Apakah penyakitnya separah itu sehingga dapat menyebabkan halusinasi yang begitu parah? Bahkan detak jantungnya tidak lagi beraturan sekarang. Rasanya jantung pria itu dapat meledak kapan saja, jika terus demikian mungkin saja umurnya akan semakin pendek karena detak jantung yang tidak stabil setiap saat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments