Duo Bulan Sabit Sang Penjelajah Benua
Tahun 2431 terdapat game yang sangat popular dan di gandrungi di seluruh dunia. Game itu bernama ''Jelajah Benua'', game ini pertama kali di luncurkan di Jakarta 12 tahun yang lalu dan sekarang sudah tersebar di seluruh penjuru dunia.
Game ini mengusung tema kebebasan, baik itu dari segi karakter, skill, senjata, wilayah, letak geografis, pulau, hingga benua, serta masih banyak yang lainnya. Karena itulah banyak orang yang tertarik untuk memainkan game yang satu ini.
Lebih dari 7 miliar akun memainkan game Jelajah Benua. Diantara banyaknya pemain, terdapat 2 pemain legendaris, mereka berdua berada dipuncak permaian.Mereka berdua dijuluki Duo Penjajah, karena setiap daerah yang mereka taklukan pasti akan mereka hancurkan.Kedua pemain itu bernama Nusa dan Tara.
...******...
Di suatu pagi yang cerah, seorang wanita muda berjalan santai menyusuri pinggiran kota Serang. Tujuannya menemui seorang pria yang tinggal di pemukim kumuh. Sesampainya di depan pintu kontrakan, wanita itu tak lantas mengetuk. Dia melipat celana panjangnya beberapa lipatan, kemudian mengambil ancang-ancang.
Duarr…
Tendangan kencang menghantam pintu kontrakan, membuat daun pintu terkulai lemas. Wanita itu masuk ke dalam kontrakan. Dia menyapu pandangan, memperhatikan ruangan dengan minim penerangan.
Banyak sampah berserakan, bahkan bau menyengat menusuk sampai ke tenggorokan. Dengan pencahayaan dari layar komputer, samar-samar terlihat ada sesosok makhluk terbungkus selimut di atas Kasur.
Wanita itu mendekati entitas misterius itu, kemudian melompat ke kasur.
‘’eee…’’ Makhluk itu mengeluarkan suara kesakitan.
Rupanya makhluk misterius itu adalah Nusa, teman akrab sang wanita. Nusa terbangun sambil memegang perutnya yang sakit . Dia duduk di pinggir tempat tidur, sementara temannya duduk sedikit lebih jauh.
Nusa melihat kearah pintu dengan mata sedikit berkedip silau. Pintu yang menghalanginya dari sinar matahari sudah tergeletak di bawah.
"Kamu ini kebiasaan ya Tara! Setiap main ke sini, ada aja barang aku yang rusak. Minggu kemarin TV, kipas, sama speker yang rusak, belum lagi kulkas sama dispenser. Hari ini Kasur sama pintu yang rusak. Kamu sengaja ya rusakin barang-barang aku?!’’ Nusa sedikit menaikan volume suaranya.
Dia meminta Tara untuk pulang. Tidak ada hal baik ketika berdekatan dengan gadis itu. Namun Tara hanya diam tak bergeming. Dia menatap Nusa tajam seperti singa yang ingin menerkam anak kecil.
Nusa menelan ludah. Aura mencekam seketika merambat dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. Dia mendudur beberapa langkah, mengantisipasi jika terjadi sesuatu di luar kehendaknya.
"Aku yakin Nenek Lampir ini sebentar lagi mengamuk." Nusa berjalan perlahan--seperti kepiting--menuju pintu keluar. Hanya ini satu-satunya cara untuk selamat dari amukan Tara.
Namun, Tara memegang tangannya lebih dulu. Melancarkan sebuah pukulan kencang tepat di perut Nusa. Saking kerasnya pukulan itu, Nusa sampai terpental membentur dinding kontrakan.
"A-ampun, Ra. Aku cuma bercanda." Nusa tertelungkup sambil memegang perut.
‘’Kamu bodoh ya!" teriak Tara tidak terima. "Mana mungkin aku berniat merusak barang-barangmu. Kalau soal TV, kulkas, dispenser, dan lain-lain itu aku tidak sengaja Nusa…Jangan cengeng gitu dong! cuma lecet dikit aja marah.’’
Nusa perlahan bangkit dan berjalan ringkih ke arah Tara. Dia mengangkat sebelah tangannya, mengisyaratkan menyerah tanpa perlawanan.
Tara yang masih marah dan berniat memukul Nusa lima kali lagi akhirnya menjelaskan tujuannya datang ke pinggiran kota. Sudah beberapa bulan Nusa tidak masuk kuliah, teman-temannya yang khawatir tidak bisa menghubungi pemuda itu. Mereka juga berusaha mencari alamatnya, namun tidak menemukannya.
‘’Aku sudah bosan dimintai teman-teman untuk menemuimu. Soal masuk atau tidaknya kamu ke kampus, itu bukan urusanku, lagi pula aku tidak peduli." Tara yang duduk manis di kasur menyilangkan kakinya. "Omong-omong sudah berapa hari tidak mandi? kamu bau banget!.’’
"Hehehe...." Nusa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Tara membuka gorden dan berkata, ’’cepat bangun! kita beresin kontrakan ini sebelum pukul 10.00."
Ketika cahaya dari matahari menembus ke dalam, keadaan kamar Nusa nampak lebih mengerikan.
‘’Yaampun Nusa! kamu itu jorok banget. Ini kamar atau tempat sampah, sih. Bekas makanan tuh di buang, bukan di lempar ke lantai. Kamu juga harus merapikan pakaian, jangan bertebaran kemana-mana."
"Iya... Aku paham, Ra." Nusa memutar bola matanya malas.
Tara menghela napas. Sulit sekali memberitahu manusia yang satu ini. Dia ibarat batu besar yang ada di pinggir sungai. Dengan penuh keterpaksaan, Tara memasukkan setiap potongan sampah ke kantong plastik hitam.
"I-ini bukan bekas makanan." Tara membulatkan mata. Dia tidak sengaja menemukan bangkai tikus. Bukan satu atau dua, tapi puluhan tikus tergeletak di bawah tempat tidur.
‘’Itu tikus eksperimen. Entah kenapa, kemarin semua tikus mati misterius, padahal sering aku kasih makan. Tadinya mau aku buang, tapi sayang, Ra. Mending aku taruh disitu. Itung-itung buat cadangan makanan,’’ ucap Nusa santai sambil memainkan telepon genggamnya.
‘’Oke, kita bakar!’’ Tara memegang korek api dan mulai membakar sampah yang menggunung. Dia tidak segan membakar biang penyakit itu, bahkan tanpa mengeluarkannya dari kontrakan.
Nusa sekilas melihat agedan itu, namun tidak bereaksi apapun. Dia baru-baru panik ketika lidah api mendekati 3 ember berisi cairan mudah meledak.
Nusa mencoba menghentikan si jago merah, tapi sudah terlambat. Api membakar sampah dengan cepat dan langsung menyambar ketiga ember itu sekaligus.
Boomm...
Ledakan besar mengguncang pinggiran kota, menghanguskan seluruh kontrakan tanpa tersisa.
...*****...
Tetesan air perlahan membasahi wajah Tara. Sentuhan dingin merangsang saraf-saraf di sekitar kelopak matanya. Tara yang kehilangan kesadaran, lambat laun membuka matanya.
"Aku di mana," ucap Tara sambil memegang kepalanya yang berdenyut.
"Kamu sudah sadar, Ra. Kalau gitu bisa tolong aku sebentar.’’
Tara menengok kanan-kiri, tidak ada siapapun di dekatnya. Dengan panik dia mengingsut mundur sampai membentur sebuah pohon besar. Dia tidak ingat kontrakan Nusa memiliki pohon di dalamnya. Bahkan lantai kontrakan yang lengket kini terasa sangat kasar. Seperti tanah bercampur krikil.
Tara memeluk lumutnya yang gemetar. Aroma busuk di kamar Nusa tidak tercium lagi, dan berganti dengan aroma khas yang menyengat.
"Tara.... Aku lapar, minta makan, Ra..." Suara lirih kembali terdengar.
‘’Om setan, jangan apa-apain Tara om…. Daging Tara gak enak, serius Tara gak bohong,’’ ucap Tara sambil gemetar ketakutan. "Kalau mau makan aja Nusa, Om setan."
Tidak lama suara itu terdengar lagi, kali ini dia sedikit marah dan berkata. "Siapa yang kamu panggil setan, Hah… Lupakan itu. Yang penting sekarang berhenti merengek! Coba liat ke atas!, Aku bukan setan!"
Tara mendongak, melihat sesosok bayangan tergantung terbalik di atas pohon besar di belakangnya. Sosok itu terikat kuat oleh akar-akar pohon dan tidak bisa melepaskan diri.
Walaupun keadaan sekitar gelap, Tara yakin orang yang tergantung di atas itu Nusa. Ditambah, suara Nusa yang khas membuat Tara semakin yakin kalau yang tergantung itu bukan setan.Tara segera melompat lalu membebaskan Nusa dari jerat akar pohon yang melilitnya dengan kuat.
‘’Kamu baik-baik saja,’’ ucap Tara khawatir,
Nusa mengangguk lemah. Akar-akar pohon itu telah menghisap staminanya sampai habis.
Tara membaringkan Nusa di pahanya. '’Maaf Nusa aku tidak segera menolongmu. Syukurlah kamu masih selamat. Aku tadi sempat bingung. Sebenarnya kita berada dimana?"
Tara memperhatikan sekitarnya, dia menyadari bahwa dirinya berada di hutan belantara, bukan di kontrakan kumuh milik Nusa.
Di dalam hutan terdapat banyak pohon-pohon besar setinggi gedung 50 lantai. Sinar matahari tidak sampai ke bawah karena terhalang rimbunnya dedaunan.
Hutan itu terasa mencekam, tidak terdengar satupun suara hewan di sana.Tidak lama Nusa bangkit lalu mengajak Tara berjalan menyusuri hutan. Mereka berdua bergandengan tangan supaya tidak terpisah satu sama lain. Nusa berpikir dengan keluar dari hutan, mereka bisa menemukan petunjuk.
Sampai di area yang lapang, Nusa dan Tara terdiam memandang hamparan padang rumput hijau yang luas. Area itu sangat luas, 28 kali lebih luas dari stadion sepak bola yang ada di Jakarta. Hembusan angin perlahan meniup tubuh mereka, walaupun tiupan angin tidak kencang, tapi bisa membuat rambut Tara terangkat.
Mereka berdua memejamkan mata, menikmati segarnya udara di pagi hari. Nusa dan Tara secara bersamaan membuka mata lalu memandang satu sama lain.
Tiba-tiba wajah Nusa dan Tara menjadi pucat. Mereka membulatkan mata, kemudian berteriak kencang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Xwercy
buset🗿
2023-02-09
2
Afr
hajar aja
2023-01-02
1
Endu
Barbar sekali wanita satu ini🗿
2022-12-24
2