...SELAMAT MEMBACA......
...🪐🪐🪐...
...MGT by: VizcaVida...
...02...
“Caca berangkat, bu.” pamitnya sedikit berteriak karena sang ibu sibuk di belakang menjemur pakaian. Caca mengikat tali sepatu, memakai jaket, lalu terakhir memakai masker dan helm. Dia adalah warga negara yang taat pada peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah. Selain itu, dia juga mencintai dirinya dengan cara menjaga kesehatan. Cuma, malam dua hari lalu dia sedang apes saja, jadi hal itu tidak termasuk hitungan.
Meskipun kakinya terkilir dua hari lalu itu belum sepenuhnya membaik, Caca tetap berusaha untuk tidak absen di tempat kerjanya. Keadaan motornya sekarang sedikit rewel, minta di servis karena masuk parit, sepertinya. Mungkin mesinnya atau apalah itu yang Caca tidak paham, sedang mengalami gangguan hingga motor itu jadi sedikit sulit dinyalakan. Kalau Accu tidak mungkin, soalnya baru ganti ketika servis bulan lalu.
“Iya, hati-hati. Minta sama SPV* mu buat ditempatkan di bagian yang nggak banyak jalan dulu, biar bengkak dan nyerinya hilang.” tutur ibu memberi solusi. Ibu memang selalu perhatian sama Caca.(*SPV\= Supervisor
“Iya, Caca tau. Berangkat dulu ya.” pamit Caca sekali lagi sembari meraih telapak tangan ibunya untuk ia kecup. “Dadah ibu...”
Setelah mengucap salam, Caca segera bergegas menuju motornya dan pergi untuk mengais rupiah demi menyambung kehidupannya bersama sang ibu.
Ibu dan ayahnya bercerai ketikan usianya sepuluh tahun. Hal itu membuat Caca harus hidup mandiri dan harus bisa memanage uang pemberian sang ibu agar mereka tidak semakin jatuh kesulitan. Beruntung, Caca adalah gadis cerdas yang bisa bersekolah dengan baik hingga mendapatkan beasiswa sampai di bangku SMA. Setelah itu, dia memilih bekerja sebagai opsi. Kuliah akan memakan biaya yang tidak sedikit, dan uang tabungannya juga tidak seberapa.
Ketika rasa putus asa itu menyerangnya, dia menghibur diri dengan mencari lowongan pekerjaan. Caca tak kenal lelah, dia pergi kesana-kemari mencari pekerjaan yang mungkin sedang membutuhkan jasa dan tenaganya. Karena hape Caca termasuk hape jadul, dia menjadi kesulitan mencari pekerjaan secara online. Pergi ke warnet pun sayang, uangnya bisa dipakai buat beli pulsa. Alhasil, dia hanya mengandalkan sepeda kayuh yang ia punya dan menitipkan lamaran dibeberapa tempat yang sedang membutuhkan karyawan.
Satu bulan Caca menganggur dirumah dan semakin merasa menjadi beban ibunya, karena sejak berpisah, ayahnya sudah nggak mau peduli lagi dengan kehidupan mereka berdua.
Hingga siang itu, salah satu kedai minuman ternama yang sempat ia titipi lamaran pekerjaan, menanggapi dan menjadikan Caca sebagai karyawan hingga sekarang sudah berjalan dua tahun. Gajinya lumayan, salary nya setiap bulan juga cukup oke untuk membeli beras satu karung besar untuk mengisi perut.
Sepanjang perjalanan, Caca fokus pada jalanan yang sedikit sibuk hari ini. Ada arak-arakan mobil polisi yang sepertinya sedang mengantar orang penting. Atau itu pak presiden? Atau artis? Ah, biarkan saja.
Sesampainya di kedai, Caca memarkir motor di parkiran khusus pegawai, lantas berjalan sedikit terseok menuju tempatnya bekerja. Moonbuck.
“Eh, mbak caca.” sapa salah seorang newbie di sana. Mereka cukup dekat karena Caca sering barengan satu shift sama dia. Lolita namanya. “Udah sembuh mbak?” tanyanya antusias karena melihat cara berjalan Caca yang sudah lebih baik dan cepat dari sebelumnya.
“Udah mendingan, Li. Pak Arkan sudah datang?”
Arkan adalah SPV yang akan memegang shift Caca dan beberapa pegawai lainnya pagi ini. Caca berencana ingin meminta izin seperti dua hari lalu, ia meminta di bagian bartender saja karena langkahnya yang belum benar pasti akan menjadi kendala jika dia menjadi pramusaji.
Loli menengok area parkir sebelah kanan. Biasanya, kalau pak Arkan ini sudah datang, motor PCX berwarna merah akan terparkir manis di sana. “Kayaknya belum, mbak. PCX nya nggak ada tuh.”
“Yah...” de-sah Caca kecewa. “Ya udah, aku tunggu didalem aja dulu ya, Li. Soalnya aku mau izin buat jadi bartender aja dulu sampai kaki ku sembuh.”
“Nggak usah minta izin kali, mbak. Udah pada tau mbak lagi sakit kok.” kata Lolita membela, karena memang seharusnya begitu.
“Nggak ah, nggak enak sama yang lain kalau nggak izin dulu.”
Tak lama kemudian, pintu berderit terbuka dan sosok tinggi tegap sedang berjalan masuk sambil membawa tas punggung, memakai seragam yang pas dan membuat wajah manis pria itu semakin menggoda.
“Pak,” sapa dua pegawai yang sedang mengepel lantai secara kompak, dan di jawab anggukan oleh yang punya nama Arkan.
Langkah panjang kaki jenjang itu terus melewati beberapa meja dan akhirnya sampai di bar tempat Lolita dan Caca berada.
“Pagi pak,” sapa mereka berdua, lalu Arkan berhenti begitu saja sambil melihat kearah Caca yang duduk di kursi belakang Lolita.
“Sudah mendingan, Ca?”
Caca meringis nggak enak, tapi dia harus mensejahterakan dirinya dulu. “Agak mendingan, pak. Tapi hari ini dan beberapa hari kedepan, saya masih harus izin di bartender saja. Saya takut membuat kesalahan pada pelanggan.”
Arkan mengangguk dan tersenyum. “Nggak apa-apa. Kalau kamu sembuh saja balik ke posisi kamu. Nanti aku bilangin ke pak Reno supaya dia juga tau.”
“Makasih, pak.”
Arkan itu laki-laki dewasa yang selalu bisa membuat Caca berdebar. Dia selalu kagum pada sosok Arkan yang ketika membuka pintu saja, sudah berhasil menarik minat siapapun untuk melirik. Terutama kaum hawa bernama Clarita Winanda.
Tanpa suara, Arkan menjawab ucapan terima kasih Caca dengan anggukan dan sebuah senyuman manis.
Sudahlah, Ca. Kamu bukan tipe pak Arkan. Sadar Ca, sadar...
Caca merutuk dan mengatai dirinya sendiri dalam hati. Bagaimana dia bisa mengagumi atasannya yang sempurna itu. Sudah ganteng, baik, sopan, dan ramah pula.
Ca, sudah! Kamu bukan tipe pak Arkan.
Caca menggelengkan kepalanya seperti orang kesurupan. Dia berdiri dan mulai mempersiapkan beberapa bahan yang akan digunakan untuk membuat kopi nantinya. Cukup berat karena harus mengangkat beban berkilo-kilo. Tapi masih lumayan dari pada dia harus berjalan dengan kaki terpincang karena sakit sambil membawa nampan didepan pengunjung.
***
Jam kerja berakhir cepat sekali hari ini. Waktu seakan bergulir begitu cepat. Mungkin banyak pengunjung adalah salah satu alasan mengapa jam kerja bergulir begitu saja.
Sejak pagi, hingga sekarang jam tiga sore, Caca tidak berhenti sejenak pun. Dia terus membuat racikan kopi berbagai varian bersama dua batender cowo yang menjadi partner kerjanya hari ini.
“Haaah...”
Helaan nafas Caca menjadi penanda jika hari ini sudah berakhir. Lolita masih harus clerek dengan kasir penggantinya.
“Ca,” sapa Arkan, membuat Caca membenarkan posisi duduknya dengan cepat. Kenapa orang ini gemar sekali membuat jantung Caca berdebar sih?
“I-iya pak?” jawab Caca gugup karena terkejut.
“Bisa ke ruangan saya sebentar?”
Caca mengedip lambat sebanyak dua kali, kemudian mengangguk. Seperti di beri tugas negara, Caca segera bergegas menuju ruangan Arkan, masih dengan langkahnya yang terseok-seok.
Dan sesampainya, Caca menahan nafas ketika aroma coklat musk lembut bercampur Woody yang begitu menggoda penghirup menyapa. Dan juga, sebuah senyuman manis dari atasannya yang bisa membuatnya kelebihan kadar gula hingga pingsan ditempat, membuat Caca kaku.
“A-ada apa pak Arkan meminta s-saya datang ke sini?” tanya Caca terputus-putus. “Saya tidak sedang akan dipecat kan?” lanjut Caca khawatir jika dia akan di pecat karena terlalu banyak kemauan selama tiga hari ini.
Arkan malah tertawa renyah mendengar pertanyaan Caca. “Kamu mikir apa sih?” tanya Arkan disela tawanya yang masih terdengar. “Aku cuma mau ngasih ini.” kata Arkan sembari meletakkan sebuah amplop coklat diatas meja.
Biasanya, salary akan diberikan akhir bulan, tapi ini masih pertengahan kenapa sudah dibagi?
“Aku mengajukan klaim uang berobat ke atasan. Dan beruntungnya di kasih.”
Uang berobat? Setau Caca tidak ada klaim seperti itu. Yang ada ya BPJS ketenagakerjaan.
“Lho, nggak perlu pak. Saya sudah baikan kok.” tolak Caca nggak enak. Sumpah, dia sudah agak baikan kok. Dia nggak perlu uang itu untuk berobat.
“Udah terlanjur Ca. Terima aja ya,” pinta Arkan sembari meraih amplop tersebut, lalu membawanya berjalan mendekat ke tempat Caca berada. Lantas telapak tangannya yang besar itu meraih telapak tangan Caca yang ramping dan putih, lalu meletakkan amplop itu diatasnya. “Terima. Ini termasuk rezeki lho. Rezeki tidak terduga.” katanya, sambil menyematkan sebuah senyuman ramah di bibirnya yang tidak terlalu tebal dan...sangat se-ksih.
Sebenarnya Caca mau-mau saja diberi uang kaget seperti ini. Apalagi motornya perlu di servis dan membutuhkan uang tambahan untuk membayar biayanya. Tapi masalahnya, kenapa pak Arkan sampai sejauh itu? Mengajukan klaim uang berobat... ini tidak masuk akal. Otak Caca kembali memikirkan uang klaim berobat, ada ya?
Benar, setau nya memang nggak ada yang seperti itu. Apalagi sudah ada BPJS ketenagakerjaan. Semua klaim kesehatan pegawai masuk ke sana.
Eh, atau ini cuma akal-akalan pak Arkan? Tapi, untuk apa dia melakukan itu?
Ah, aku terlalu besar kepala. Ini memang uang asuransi dari perusahaan. Ya, anggap saja seperti itu.
Gumam Caca dalam hati, agar dia bisa menampik dan mengendalikan perasaannya untuk Arkan, SPV nya. []
...—Bersambung—...
Minta komennya dong KK...☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Kustri
rejeki nomplok Ca☺
2023-06-26
2
YuWie
adakah hubungan arkan dg nolan..🤔🤫
2022-10-16
1