...Part 4 meluncur...
...Selamat membaca...
...•...
...•...
...Jangan lupa untuk selalu mendukung cerita ini dengan cara Like, komen, dan simpan di list favorit ya. Atau jika berkenan, dukung Vi's dengan memberi vote dan hadiah😉...
...Terima kasih......
...🪐🪐🪐...
...MGT by: VizcaVida...
...04...
Caca sengaja memutar arah dan menempuh jarak berlawan dengan arah rumahnya. Ia berencana pergi ke bengkel untuk memperbaiki motornya yang agaknya sedikit ngadat. Uangnya? Jangan ditanya lagi, ya pasti uang yang tadi diberi oleh Arkan. Definisi berobat bukan hanya untuk manusia bukan? Sebuah benda juga bisa sakit juga. Contohnya motor Caca ini.
Memang dia belinya dulu nggak baru, dalam artian dia belinya bekas. Tapi kondisi motornya waktu itu dan sampai dua hari lalu masih sangat bagus karena Caca merawatnya dengan baik. Tapi setelah terjun bebas ke dalam parit dua hari lalu, mesin motornya agak rewel dan Caca sedikit kesulitan menghidupkan karena kondisi kakinya yang sedang tidak baik.
Sesampainya didepan bengkel langganan yang biaya ongkos tukangnya hanya dua puluh lima ribu rupiah tapi pelayanan Joss itu, Caca segera menemui mekanik dan menjelaskan keluhan yang dia rasakan dari motor kesayangan yang dibilang rongsok ini.
Ngomong-ngomong soal rongsok, Caca jadi sebal sendiri karena kembali teringat wajah si pembuat apes malam itu. Lelaki yang terlihat masih muda itu sok bergaya diatas jalanan, yang kelakuan nya itu berpotensi membahayakan orang lain yang sedang berjuang hidup untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya.
Dia ingat ketika pria itu meminta nomor ponselnya, kemudian dia memberikan nomor palsunya, Caca merasa puas sudah membodohi orang itu. Tapi dia harus rela kehilangan uang jaminan pengobatan dirinya dan juga motornya. Untung saja dapat dari pak Arkan, kalau tidak dia bakalan nunggu sampai gajian dan menahan sakit di pergelangan kakinya untuk menjejak besi demi menghidupkan mesin.
“Wah, businya rusak neng. Mangkanya motornya sulit di idupin.” teriak si Abang mekanik bernama Purnomo itu dari balik body motor dan mengejutkan Caca yang sedang asyik dengan pikiran kekesalannya pada pemuda yang tidak dia ketahui namanya itu.
“Eh, apanya bang?” tanya Caca melompat turun dari kursi dan berjalan mendekati Abang mekanik.
“Businya rusak.” jawab bang Pur—sapaan akrab Purnomo. “Mau di ganti neng?”
Padahal bulan lalu baru ganti barengan sama Accu. Dumal Caca dalam hati ketika lagi-lagi mengingat wajah pemuda yang membuat semuanya ini harus terjadi.
“Ya udah bang, diganti aja dari pada aye tiap hari nge-kick mulu. Kaki aye lagi korslet.” jawab Caca sedikit berkelakar karena mereka memang sudah kenal sejak Caca mengservis motor kesini untuk pertama kali.
“Kok cepet ya rusak? Padahal neng baru bulan kemaren kan gantinya?”
Caca mengangguk dengan bibir maju lima senti. “Habis masuk parit bang. Kecelakaan di lintas timur, ngindari mobil balapan.”
“Astaga neng. Tapi neng nggak apa-apa kan?”
“Cuma kaki aja terkilir. Lainnya baik, nggak ada yang luka juga.”
Purnomo berdiri untuk mengambil busi baru dari etalase, kemudian kembali berjongkok di sebelah Caca yang duduk diatas kursi karena kesulitan berjongkok, kakinya sakit jika tertekan bobot tubuhnya.
“Kalau malem Minggu, jangan lewat sana neng. Bahaya.”
“Iya bang. Tapi biasanya aye juga nggak apa-apa lewat sana malem minggu. Mungkin lagi apes aja.”
Apes? Benarkah?
Purnomo selesai memasang busi dan berdiri untuk mencoba menstarter motor Caca, dan motor itu menyala dengan lancar, berfungsi seperti sedia kala.
Caca bernafas lega, karena biaya yang akan ia keluarkan tidak banyak. Busi harganya murah, dan dia hanya perlu menambah ongkos tukang saja.
“Berapa bang?”
Purnomo menepuk-nepuk tangannya yang kotor untuk menghilangkan bekas debu yang menempel. “Ganti uang businya aja neng.”
“Lho, mana boleh? Saya jadi nggak enak kalau udah urusan begini bang. Udah sama ongkos tukangnya saja, nggak apa-apa.” paksa Caca agar Purnomo mau memberi tarif untuk tenaga yang sudah terpakai.
“Beneran neng, ganti uang busi saja. Ongkosnya kali ini geratis.”
Caca mengucap syukur diam-diam dalam hati. Uangnya masih sisa banyak dan bisa ia gunakan untuk membeli obat ibunya yang pagi tadi dia cek, dan kosong.
“Kalau begitu, terima kasih ya bang Pur. Saya ngerepoti waktu santai bang Pur.”
“Enggak neng. Nggak usah ngerasa nggak enak begitu lah. Neng Caca langganan tetap saya, jadi saya boleh lah sesekali kasih gratisan biar pelanggannya nggak kabur ke lain hati.”
Caca terkikik geli. Kabur ke lain hati, kayak pacaran aja.
“Ya sudah. Saya akan tetap setia datang ke bengkel Abang. Saya do'ain pelanggan-pelanggan lainnya semakin betah disini.”
***
Apotek Sehat sejahtera adalah apotek langganan Caca membeli obat untuk ibunya. Biasanya, ibunya akan menyuruh Caca menyediakan obat lambung untuk jaga-jaga kalau tiba-tiba maag nya kumat. Caca selalu mengecek dan tidak akan pernah lalai untuk membeli obat itu karena kesehatan sang ibu adalah kunci dia bisa hidup tenang.
Bunyi gemerincing terdengar ketika Caca Mendorong pintu apotek. Ada dua antrian didepannya. Yang satu perempuan seusianya, kemudian seorang pria bertubuh tinggi berkemeja rapi dan bersepatu mengkilat yang Caca perkirakan usianya setengah baya, baru dirinya.
Si antrian pertama sudah selesai, sekarang giliran paman yang ada didepannya. Ia menyerahkan resep kepada apoteker, yang tentu saja langsung di layani. Sembari menunggu paman didepannya itu terlihat sibuk melakukan panggilan telepon hingga si apoteker sudah kembali dengan membawa obat yang akan dibelinya.
Karena masih harus melakukan panggilan telepon, pria paruh baya didepannya itu sampai harus tergopoh ketika mengeluarkan kartu pipih untuknya membayar.
Caca tidak tinggal diam, dia membantu pria itu mengambil beberapa isi dompet yang tercecer dibawah kakinya, lalu menyerahkan kembali kepada si pemilik. Lantas samar-samar Caca mendengar si apoteker memberi penjelasan tentang dosis dan tata cara meminum obat dari resep tersebut. Obat jantung, itu yang Caca tangkap dari perkataan si apoteker.
Setelah selesai, pria itu tersenyum ramah kepada Caca dan berhenti sejenak untuk mengucapkan terima kasih.
“Siapa nama kamu, nak?”
Caca menggosok tengkuknya canggung. “Clarita, paman. Tapi biasa di panggil caca.”
“Nama yang cantik seperti orangnya.”
Caca mengerutkan kening dan memicing nggak nyaman.
“Jangan khawatir. Saya cuma pingin memuji kamu kok. Nggak ada tujuan lain.”
Caca tertawa canggung bukan main. Ia lantas mencicit. “A-ah, terima kasih.”
“Sekali lagi terima kasih ya Caca sudah bantu paman.”
Caca mengangguk dan mengantar pria paruh baya itu meninggalkan apotek dengan tatapan mata sampai menghilang di balik pintu.
setelah menyelesaikan keperluannya di apotek, Caca bergegas ingin pulang. Tubuhnya sudah sangat lelah. Kakinya juga terasa begitu sakit dan sedikit membangkang lagi karena kecape'an.
Tapi, langkah Caca harus terhenti karena paman yang tadi ia bantu ternyata belum pulang dan...ah, mungkin hanya perasaannya saja yang terlalu negatif thingking.
Caca yang sudah kepalang berfikiran buruk, menoleh kanan dan kiri untuk memantau situasi.
Sip! Caca nggak perlu terlalu khawatir, sebab disana banyak orang yang sedang berkumpul ngobrol di warung kopi. Jika paman ini berbuat buruk padanya, dia bisa berteriak minta tolong dan pasti mereka akan dengan sigap membantu—begitu pikir Caca sembari menganggukkan kepala dalam imajinasi.
“Nak Caca,” panggil pria paruh baya itu kepada Caca yang sudah hampir sampai pada motornya. Caca menoleh dan menatap datar. “Bisa paman bicara sebentar?”
Sebenarnya Caca tidak yakin jika paman ini orang jahat. Dilihat dari penampilannya, pria ini terlihat pria baik dan tentu saja kaya raya. Mobilnya saja mercy, mengkilat pula.
“Pa-paman bicara sama saya?” tanya Caca balik sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Ya, ada yang ingin paman bicarakan sama kamu. Boleh paman minta waktu Caca sebentar?”
Caca bergerak gelisah. Apa dia harus menyanggupi permintaan pria tua asing ini?
“Kamu, korban kecelakaan akibat ulah putra saya kan?”
Caca mendelik lebar. Ternyata orang ini adalah ayah dari pemuda balapan yang bikin dia sial hari itu ya? Lalu, dari mana dia tau tentang kecelakaan itu? Apa anak nakal itu yang memberitahu?
“Maaf atas perilaku anak paman ya? Dia memang seperti itu. Paman nggak bisa mengendalikan perbuatannya.”
Sekali lagi Caca tersenyum canggung. Kemudian dia menatap wajah pria itu yang ternyata benar, mirip dengan pemuda tampan malam itu yang membuatnya apes. “Ah, tidak apa-apa, paman. Saya juga sudah mendingan kok. Nggak sampai terluka juga.” katanya, sambil mengibaskan tangan.
Wajah pria ini begitu sabar, tapi penuh dominasi yang membuat siapa saja yang melihatnya tidak bisa berkutik dan luluh. Senyumannya hangat dan ramah, Caca merasa sedikit nyaman dan tidak lagi merasa terancam.
“Tapi tetap saja, Nolan salah.”
Ah, jadi nama anak itu Nolan?
“Saya merasa ikut bersalah karena kelakuan putra saya.”
Caca mengangguk setuju dengan ucapan pria yang belum ia ketahui namanya itu.
“Oh, perkenalkan. Nama saya Hendra.” tutur pria tersebut sambil mengulurkan tangan didepan Caca. Dan dengan gerakan ragu, Caca menyambutnya. “Kamu gadis baik dan ramah.”
Caca tersipu, dia tersenyum sembari menunduk.
“Mungkin paman bukan orang yang baik karena paman tidak bisa mendidik putra paman dengan benar dan baik.”
Mendengar itu, Caca menjadi sedikit merasa nggak enak. Dia ingin berbicara, tapi takut dikira sok dewasa dan menggurui. Untuk itu Caca memilih diam dan mendengarkan saja.
“Untuk itu, bisakah paman meminta bantuan nak Caca?” []
...—Bersambung—...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Kustri
penasaran arti dr judul'a apa ya 🤔
2023-06-26
2
YuWie
nolan hilang 40 milyar ca..kamu cuman berapa ratus ribu..trus itu kenapa tiba2 bapak nolan ada di apotik, blm ketemu anaknya tapi sdh tau kejadian caca jebur got.
2022-10-16
1