Part 1 meluncur,
Jangan lupa dukungannya untuk Me Gustas TU ya biar semangat nulisnya
Selamat membaca ...
🪐🪐🪐
...MGT by: VizcaVida...
...01...
Seperti biasa, hari Minggu adalah hari paling surga diantara hari-hari lainnya yang seperti neraka. Nolan akan menghabiskan setengah hari untuk hibernasi seperti beruang kutub didalam kamar. Dia bahkan pernah tidak bangun sampai hari berubah sore, lalu disiram air se-ember sama papa nya yang pulang dari luar kota secara mendadak—padahal sehari sebelumnya papanya memberi kabar jika tidak bisa pulang.
Nolan melirik jam dinding dengan model klassik yang ada di tengah-tengah kamar, tepat diatas tempat tidurnya. Aneh? tentu saja. Siapa yang bilang itu normal, tapi begitulah Nolan. Dia suka yang berbeda.
Kepalanya tiba-tiba berdenyut memikirkan alasan apalagi yang akan ia berikan nanti jika papanya pulang dan bertanya dimana mobil yang baru seminggu lalu dia beli?
Nolan bangkit duduk dan menyandarkan kepalanya pada kepala ranjang, kemudian mende-sah berat dengan mata terpejam. Lalu dia ingat apa penyebab kekalahannya itu.
Gadis itu. Gadis aneh yang membuatnya hampir celaka dan harus rela mengalami kekalahan dengan kehilangan mobil seharga 41 M secara cuma-cuma, yang kemungkinan besar, ini adalah jalannya menuju kemiskinan karena papanya pasti akan menarik semua fasilitas yang diberikan padanya.
Dia sudah melakukan kesalahan dengan ingkar janji kepada papa nya. Ia sudah menahan godaan Jonathan mengajak balapan, tapi semua itu hanya bertahan sampai Jonathan menyebutnya pecundang. Harga diri Nolan tersentak, dan harta papanya menjadi korban.
“Arrrgh...Siaaaal...” de-sahnya frustasi sembari menjumput rambutnya untuk ia tarik keras.
Tapi tidak lama kemudian, satu ide muncul seperti lampu pijar disisi kepalanya.
Gadis bernama Caca itu, Nolan bilang akan bertanggung jawab kan? Kini biarkan gadis itu saja yang menanggung jawaban atas pertanyaan papanya nanti.
***
Setelah mandi dan sudah segar kembali, Nolan kembali meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas samping ranjang dan mengabaikan panggilan bi Ane yang menyuruhnya makan, dari luar pintu kamar. Nolan belum merasa lapar. Ralat, Nolan memang tidak lapar karena naf-su makannya hilang hanya karena memikirkan kedatangan papa nya yang akan menghajar habis dirinya karena ingkar janji, nanti.
Ia mengscroll layar hape dan mencari nomor gadis bernama Caca yang ia simpan semalam. Setelah ketemu, ia ragu untuk menekan atau tidak nomor tersebut walaupun pada akhirnya, dia tekan juga.
Nomor yang anda tuju tidak terdaftar. Coba periksa kembali nomor—
Nolan mengakhiri suara mbak-mbak operator dan bergegas mengecek nomor tersebut.
081234567890
“Sialan!” Nolan membanting hapenya di atas ranjang, lalu meremas surainya yang masih agak basah. Mengapa dia tidak memeriksa nomor itu lagi semalam? Mengapa dia percaya begitu saja dan tidak melakukan miscall sebelum benar-benar meninggalkan gadis yang sudah membuatnya rugi besar itu?
“Bodoh!” umpatnya mengatai diri sendiri. Sedangkan diluar pintu, bi Ane masih sibuk mengetuk pintu kamarnya, menyuruhnya untuk segera makan.
Nolan berdiri, perutnya mendadak kosong setelah tau nomor yang diberikan gadis itu, palsu. Mungkin dengan makan dua atau tiga piring, lemas di kakinya akan menghilang dan dia bisa kembali tegar menghadapi kenyataan jika dirinya akan segera bertransformasi menjadi gembel.
Bi Ane berjengit ketika pintu tiba-tiba terbuka dan sosok Nolan yang menjulang berdiri didepannya. “Eh copot. Aduh den, bikin bibi kaget aja.” katanya sambil mengelus dadanya yang kini berdebar, tapi bukan karena cinta. “Den bagus mau makan? Bi Ane sudah masak sop buntut kesukaan Aden lho.” rayu bi Ane karena tau peringai Nolan yang memang susah makan sejak kecil. Dia hanya mau makan kalau yang tersedia di atas meja makan itu, sop buntut dengan resep orisinil rahasia dapur bi Ane.
Tanpa menjawab, Nolan berjalan lunglai seperti orang linglung menuju meja makan. Bi Ane yang khawatir melihat tuan kecilnya itu murung, kini bertanya. “Ada masalah den?”
Tapi pertanyaan itu justru dibalas oleh Nolan dengan sebuah pertanyaan. “Kapan papa pulang, bi?”
Bi Ane menunduk sejenak. Ia tau permasalahannya karena bi Ane melihat tuan kecilnya ini pulang tanpa mobil mewah yang baru seminggu lalu memenuhi lahan parkir di garasi rumah. Bi Ane yakin, akan ada perang dunia yang ke sekian, saat tuan besarnya sampai rumah.
“Kurang tau, den. Tapi sebelum berangkat, tuan berpesan pada bibi, jika akan pulang cepat.”
Bahu Nolan merosot. Tidak ada harapan lagi? Atau...melarikan diri saja? Ah, tidak. Itu pilihan buruk. Lebih baik di caci dan di pukul, lalu dicabut fasilitas oleh papanya, dari pada harus hidup terlunta di jalanan tanpa ada yang peduli dia sudah makan atau belum.
Belum sempat bi Ane mempersembahkan piring dihadapannya, Nolan lebih dulu menyahut keramik mahal berbentuk bulat itu untuk ia letakkan didepannya sebagai wadah menampung nasi dan kuah sop buntut kesukaannya.
Lagi-lagi batinnya mengumpat. Jonathan memang sialan. Eh, bukan. Caca yang lebih sialan. Mengapa ngasih nomor palsu dan sekarang menambah daftar beban pikirannya karena tidak ada alasan yang bisa ia gunakan didepan ayahnya. Seharusnya wanita bernama Caca itu bisa ia gunakan sebagai senjata dan alibi untuk mengelabui papanya. Tapi...sudahlah, sudah terjadi.
Terkadang bi Ane itu heran, sebenarnya tuan mudanya ini garang atau berhati hello Kitty sih? Sebab Nolan bisa berubah-ubah tanpa diduga. Seperti sekarang, wajah pemuda delapan belas tahun itu terlihat minta di kasihani. Sikapnya juga tidak sedingin dan sekeras biasanya.
“Makan yang banyak den.” pinta bi Ane tulus sambil menuang kuah sop kedalam piring Nolan, karena akhir-akhir ini pipi Nolan terlihat lebih tirus dari sebelumnya.
“Aku makan banyak hari ini. Biar nanti kalau papa pulang, aku kuat kalau papa ngajak gulat.”
Mau tertawa takut dosa. Itu yang dirasakan bi Ane setelah mendengar ucapan tuan mudanya. Memang, Hendra terkadang bersikap tegas kepada Nolan dengan cara memukul. Itupun tuan besarnya lakukan jika Nolan sudah terlalu keterlaluan membuat ulah.
Terkadang, Nolan juga berontak dan menantang balik papanya seperti pemuda remaja pada umumnya jika tersinggung. Tapi ujung-ujungnya juga pulang setelah minggat dua hari. Setelah itu mereka kembali berbaikan.
Tiba-tiba terbesit satu ide sebelum kartu pipih hitam yang dipegangnya di minta paksa oleh papanya.
Nolan meninggalkan bi Ane yang semakin melongo. Ia berlari ke kamar guna mengambil ponsel dan menghubungi salah satu kenalannya yang bisa ia mintai pertolongan untuk mencarikannya sebuah motor. Motor yang mahal, unggul, dan tentu saja classic yang bisa menjadikannya percaya diri ketika berkendara.
Bro, gua butuh motor.
Warok: Spesifikasi?
Yang penting keren saat gua naiki.
Warok: Harley?
Boleh.
Harga lu kirim aja. Ntar langsung gua transfer uangnya.
Warok: Oke.
Nolan kembali ke meja makan dan melahap cepat makanannya sambil menunggu denting pesan di ponselnya.
Ting!
Warok: 📷
Warok: Mau?
Oke.
Kirim harga dan no. rekening
Ntar gua transfer
Nolan menghembuskan nafasnya lega. Setidaknya dia masih bisa menaiki kendaraan saat ini, sebelum kartu sakti mandraguna yang dipegangnya harus berpindah tangan pada si pemilik sebenarnya.
Nolan menatap piringnya yang hampir kosong, kemudian menatap bi Ane yang dengan sabar menunggunya hingga selesai makan. Nolan tersenyum kaku, lalu menggelengkan kepala.
“Kenapa, den?”
“Kalau papa pulang, bibi ambil cuti saja.”
Bi Ane kurang paham akan ucapan Nolan yang agak aneh itu. Tiba-tiba? Kenapa harus cuti?
“Memangnya, kenapa den?”
Nolan tersenyum miring disudut bibir.
“Aku sudah buat kesalahan lagi, malah lebih parah. Papa akan marah besar kali ini. Dan aku nggak yakin, kalau papa nggak bakalan main fisik.” []
...—Bersambung—...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
reedha
😂😂😂
2024-01-04
4
YuWie
kupikir pembalap tak terkalahkan nolan..ternyata mobilmu melayang
2022-10-16
3