Aku terus mengikuti laju mobil Ayah. Sesekali harus menurunkan kecepatan mobil jika jarak mobilku dan juga mobil Ayah sudah dekat. Aku sungguh berharap, jika ayah tak akan bertemu dengan Ibu disana.
Memasuki kawasan Puncak, kendaraan mulai padat merayap. Sudah tak heran jika dikawasan ini macet ketika akhir pekan seperti ini. Karena banyaknya orang-orang yang akan pergi berlibur.
Akhirnya, setelah melakukan perjalanan kurang lebih 1,5 jam. Mobil kami memasuki kawasan villa. Benar saja, villa ini hanya memiliki 3 unit villa yang bisa dibilang mewah. Tapi jaraknya cukup jauh dari villa satu dengan villa lainnya.
Kulihat mobil Ayah berhenti di salah satu villa yang letaknya di depan. Terlihat ayah turun dari mobil dan menghampiri temannya yang sudah sampai terlebih dahulu.
Aku masih memantau di dalam mobil. Sengaja ku parkirkan mobil jauh dari villa yang ditempati Ayah agar tak menimbulkan kecurigaan. Sengaja aku tak langsung turun dan menguping pembicaraan Ayah. Karena aku ingin melihat dulu dimana Ibu dan teman-temannya menyewa villa.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Saat aku akan turun, terlihat beberapa mobil teman Ibu sudah sampai di kawasan villa. Ku hidupkan lagi mesin mobil dan mengikuti mobil teman Ibu yang paling belakang.
Ternyata Ibu dan teman-temannya menyewa villa yang letaknya paling ujung dan terlihat di belakang villa tersebut masih lahan kosong. Teman-teman Ibu turun dari mobil mereka masing-masing.
Melihat pemandangan di depanku, aku hanya mampu menggelengkan kepala berkali-kali. Bagaimana tidak, mereka datang kesini bersama para brondongnya. Dan dengan tak tahu malunya, mereka melakukan hal-hal tak senonoh. Jujur saja, ingin rasanya aku turun menghampiri mereka dan menampar wajah-wajah laknat tersebut.
Mobil ku parkirkan dekat pohon besar yang letaknya di seberang villa yang di sewa Ibu. Dari sini, aku masih dapat melihat aktivitas yang mereka lakukan. Kebetulan, salah satu kaca disana berukuran besar. Tak lama, terlihat mobil Ibu memasuki villa tersebut. Dan sudah di pastikan dia pun datang bersama seorang laki-laki yang tadi aku lihat saat mengikuti Ibu.
📍
Hiruk pikuk suara musik di dalam villa yang disewa Ibu mulai terdengar. Suara musik dari dalam lumayan kencang. Aku pun penasaran apa yang mereka lakukan di dalam sana. Ku pakai hoodie dan topiku lagi. Mengambil tas selempang dan bersiap untuk turun dari mobil.
Berjalan mengendap, aku berusaha mencari celah agar bisa melihat ke dalam villa. Akhirnya, setelah aku mengitari villa ini, aku dapat menemukan celah lewat jendela yang berada di samping. Namun karena letak jendela yang lumayan tinggi, aku harus mencari benda yang bisa ku pakai untuk melihat lewat jendela tersebut.
Untungnya, tak jauh dari tempatku berdiri, aku melihat ada sebuah balok yang ukurannya cukup besar. Sepertinya itu berguna untukku, dengan susah payah ku ambil balok berukuran besar itu dan disimpan tepat dibawah jendela.
Sekuat tenaga dan hati-hati, ku naiki balok tersebut. Setelah bisa menyeimbangkan tubuh, dan tubuhku sudah tegak sempurna, aku segera memindai sekeliling villa ini.
Deg!
Melihat pemandangan di dalam villa, aku hanya bisa membekap mulutku. Jantungku seakan berpacu dengan cepat ketika melihat pemandangan di depanku ini. Perutku rasanya mual sekali. Bagaimana tidak, di dalam villa, Ibu dan teman-temannya sedang bertelanjang bulat sambil menari mengikuti irama musik.
Yang membuatku ingin muntah adalah, dengan tidak tahu malunya tubuh mereka di gerayangi oleh para lelaki muda tersebut. Bahkan, beberapa teman Ibu sudah mulai melakukan hubungan intim.
Dengan menahan mual di perut, ku keluarkan gawai di dalam tas selempang milikku. Merekam kegiatan laknat tersebut untuk ku jadikan bukti suatu saat nanti. Kelakuan mereka semakin liar, bahkan sekarang, mereka melakukan hubungan intim itu dengan bertukar pasangan.
Gila, sungguh gila sekali kelakuan para wanita tua itu. Bukannya mendekatkan diri pada sang pencipta, mereka malah asyik pada kubangan maksiat dan dosa. Karena rasa mualku semakin menjadi, ku putuskan untuk mengakhiri rekaman ini dan segera turun dengan sangat hati-hati.
Sampai di bawah, aku tak dapat menahan rasa mualku lagi. Alhasil, semua isi dalam perutku keluar. Persetan dengan bekas muntahanku. Toh nantinya akan ada yang membersihkan.
Setelah dirasa keadaan ku membaik, aku berniat untuk kembali ke dalam mobil dan berniat akan kembali ke villa yang ayah sewa. Mengantisipasi agar ayah tak mengetahui keberadaan Ibu. Villa ini hanya memiliki sedikit unit, bukan tidak mungkin mereka nantinya akan bertemu.
Berjalan kembali ke arah depan villa, dengan tubuh lemas ku paksakan untuk terus berjalan.
Deg!
Jantungku kembali seolah berhenti, tat kala melihat Ayah sudah berdiri di samping jendela besar villa yang ditempati Ibu. Dan sialnya lagi, tirai jendela tersebut sedikit terbuka, dan dapat ku lihat, Ayah sedang mengintip dari celah tersebut.
Semakin dekat aku berjalan menuju ke arah Ayah, dapat ku lihat dengan jelas aura kemarahan disana. Tangan Ayah terkepal kuat. Rahangnya ikut mengeras. Akhirnya, apa yang aku takut kan pun terjadi. Belum sempat mencegah, malah kini ayah sudah tau bagaimana kelakuan busuk Ibu dibelakangnya.
"A-ayah," ucapku gugup.
Mendengar namanya disebut, Ayah kemudian menoleh ke arahku. Ya tuhan, betapa kacaunya Ayah ku lihat. Matanya memerah, pipinya sudah dibasahi oleh air mata. Melihat itu, ada yang teriris dalam hatiku. Melihat bagaimana sakit hatinya Ayah, itu menandakan, betapa ayah cemburu dan terluka oleh kelakuan Ibu. Dan dari sini, dapat ku lihat Cinta ayah begitu tulus untuk Ibu.
Jujur saja, aku marah, aku kecewa, aku benci. Bukan inginku seperti ini. Yang aku inginkan adalah, ayah tak sehancur ini melihat pengkhianatan Ibu. Jika ayah tak hancur, sudah bisa ku pastikan, Cinta ayah untuk Ibu tidaklah tulus. Namun ekspetasiku terlalu tinggi. Nyatanya, Cinta ayah untuk Ibu begitu tulus.
"A-ayah," kembali aku berucap. Jujur saja, hati ini begitu sakit.
Tanpa menjawab pertanyaanku, ayah pergi begitu saja. Dengan cepat, aku segera mengikuti langkah Ayah. Namun, langkahku kalah cepat, aku tak bisa mengimbangi langkah ayah yang cepat dan lebar.
"Ayah, ayah. Tunggu," aku mencoba berteriak, berharap ayah mau menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku.
Aku tak ingin ayah pergi, apalagi sampai mengemudikan mobil dalam keadaan kacau seperti itu. Aku takut, jika nanti terjadi sesuatu yang buruk pada Ayah.
"Ayah, ayah." kembali aku berteriak, namun nihil. Ayah sama sekali tak menggubris ku.
Melihat ayah masuk ke dalam mobilnya. Aku segera berlari menuju tempat mobilku terparkir. Karena jarak mobilku lumayan jauh, aku pun hampir saja kehilangan jejak mobil Ayah.
Dengan kecepatan maksimal, ku lajukan mobil agar jarak mobilku dengan ayah tak terlalu jauh. Cara mengemudiku dan ayah yang ugal-ugalan, membuat beberapa pengendara lain membunyikan klakson dan mengumpat ke arah kami. Ah masa bodoh. Yang terpenting aku tak kehilangan jejak Ayah.
Setelah lumayan lama mengikuti ayah, ku lihat ayah memasuki sebuah club malam. Gegas aku turun dari mobil dan memasuki club tersebut. Namun sial, untuk masuk ke dalam sana penjagaannya cukup ketat. Bahkan aku harus memperlihatkan kartu identitasku pada mereka.
Lagi-lagi, kesialan menimpaku. Kartu identitas milikku tertinggal dirumah. Dan akhirnya aku pun tak bisa masuk ke dalam club tersebut. Tak kehilangan akal, ku coba untuk bernegosiasi pada penjaga. Akhirnya, setelah melakukan negosiasi dengan alot, aku diperbolehkan masuk dengan catatan aku harus menyimpan SIM dan STNK ku.
📍
Masuk ke dalam club, pandanganku sudah di suguhkan dengan banyaknya orang-orangnya yang sedang menari mengikuti irama musik disk jockey. Bau alkohol menyeruak dimana-mana. Ku edarkan pandangan ke setiap sudut club ini untuk mencari keberadaan Ayah.
Akhirnya, setelah aku mencari ke setiap sudut club ini, aku melihat ayah sedang duduk di salah satu meja. Diatas meja, ku lihat banyak sekali botol minuman beralkohol. Keadaan ayah begitu menyedihkan. Ayah sudah setengah sadar saat aku mendekatinya. Bau alkohol dari mulut ayah begitu menyengat.
Aku tak berani bicara. Dalam keadaan seperti ini, aku takut membuat ayah marah dengan ucapanku. Apalagi dalam keadaan mabuk, emosi seseorang tidak akan terkontrol.
"Ha ha ha. Wanita ja*a*g. Sudah ku cintai dan ku sayangi setulus hati malah tega mengkhianati ku dari belakang. Dasar sampah!" racau ayah. Tak ku jawab ucapan Ayah tersebut. Aku memilih diam, membiarkan ayah mengeluarkan semua kekecewaannya.
"Ku kira kau bisa menjadi Cinta terakhir untukku. Memberikan ku kasih sayang. Setiap perlakuanmu yang semena-mena padaku, ku terima dengan lapang dada. Berharap sikapku ini membuat diriku terpatri kuat dihatimu," lagi, ayah meracau tentang isi hatinya.
"Tapi apa? Apa yang aku dapat? Kau malah menusukku dari belakang. Membuat hatiku hancur berkeping-keping. Cintaku tak pernah kau anggap. Kau bagi tubuhmu dengan sampah-sampah diluaran sana,"
"Aarrgggh, dasar ja*a*g. Wanita sampah, wanita tak tau diri. Aku benci padamu!."
Bugh!
Setelah berteriak mengeluarkan semua kekecewaannya. Ayah malah tersungkur tak sadarkan diri. Dengan susah payah ku angkat tubuh ayah.
Dengan mengumpulkan tenaga, ku bawa ayah ke dalam pelukan ku. Memapah dirinya untuk berdiri dan keluar dari club malam. Sampai di pintu masuk, aku meminta tolong pada salah satu penjaga disana agar membopong tubuh ayah masuk ke dalam mobilku.
Setelah itu, aku menitipkan mobil ayah pada penjaga tersebut. Besok aku akan kembali lagi kesini untuk mengambil mobil milik Ayah.
📍
"Marlina, kau sungguh membuat hatiku hancur." ujar ayah ketika ku rebahkan tubuhnya di sofa. Sengaja, ku pesan kamar hotel dekat club malam agar besok memudahkan ku untuk kembali kesana mengambil mobil ayah.
"Sungguh, aku kecewa padamu Marlina. Kau lebih memilih berbagi peluh dengan lelaki lain dibanding dengan aku, suamimu sendiri," racau ayah.
"Tak tau kah kau Marlina. Setiap malam aku selalu merindukan kehangatan. Sebagai lelaki normal, aku selalu ingin dipuaskan. Tapi apa? Kau malah melakukan itu dengan lelaki lain. Aku marah Marlina, aku marah!" teriak Ayah.
Melihat keadaan Ayah, hatiku semakin sakit. Sebegitu haus kasih sayang kah ayah? Pasti menyakitkan sekali menjadi ayah. Baiklah, jika Ibu tak bisa memberikan kehangatan itu pada Ayah. Biarlah, aku yang akan memberikannya pada Ayah.
"Ayah," ucapku.
Bugh!
Tanpa aba-aba, Ayah malah menubruk diriku hingga aku terjengkang diatas ranjang. Jujur saja, aku kaget dengan perlakuan Ayah yang seperti itu.
Saat wajahku dan juga wajah ayah dekat, dapat kurasakan hembusan nafas ayah yang begitu berat. Ayah mulai mengelus pipiku. Namun dibawah sana, dapat ku rasakan ada yang mengeras.
Aku wanita dewasa, aku sudah faham dengan hal seperti ini. Aku yakin, sekarang Ayah sedang berada di Puncak nafsunya. Tak ingin menyia-nyiakan apa yang sudah ada di depan mata. Dengan penuh keberanian, aku mulai mendaratkan bibirku di bibir ayah. ******* bibir ayah dengan lembut dan hati-hati. Bau alkohol sudah tak ku pedulikan lagi.
Aku hanya ingin, malam ini bisa menghangatkan ayah dengan Cinta yang aku miliki. Ayah mulai membalas cumbuanku. Aku tak ingin kalah, ku berikan sentuhan dibeberapa area sensitif milik Ayah.
Dan pada akhirnya, malam ini ditempat ini. Kuserahkan mahkota paling berhargaku kepada Ayah tiriku sekaligus Cinta pertama ku.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments