Syakila Pov
Kejadian semalam untungnya tak membuat rasa canggung antara aku dan ayah terjadi. Buktinya pagi ini, kami bertegur seperti biasa saja. Dan seperti biasa, kami hanya akan sarapan berdua saja.
Aku tidak tau, kemarin Ibu pulang jam berapa. Mulai sekarang, aku tak akan peduli lagi dengan wanita yang telah melahirkan ku itu. Sudah cukup luka yang ia berikan padaku selama ini. Rasa hormatku menguap begitu saja dengan kenyataan pengkhianatan yang Ibu lakukan.
Usai sarapan, ayah pamit berangkat ke kantor karena ada pekerjaan yang harus di selesaikan katanya. Padahal ini weekend, tapi mau tak mau ayah harus datang ke kantor. Sedangkan aku, masih menghabiskan sarapan yang masih tersisa.
Tak lama setelah Ayah berangkat, Ibu keluar kamar dengan penampilan masih acak-acakan. Melihat itu, aku enggan untuk menyapa Ibu. Teringat akan kejadian Ibu bersama lelaki lain, membuat amarah dalam diri ini muncul.
"Ibu habis ini mau pergi acara arisan sama temen-temen Ibu." ucap Ibu sambil mengoleskan selai di roti. Sarapan yang ku buat tak di sentuh sama sekali. Masa bodoh!.
"Pergi saja Bu. Bukannya memang setiap hari Ibu tidak pernah ada di rumah hem." jawabku.
"Ya, baguslah jika kau tau itu. Karena hidup Ibu hanya untuk bersenang-senang," ujarnya sambil berlalu meninggalkan ku.
Gila. Dasar Ibu gila!
Tanganku terkepal kuat. Bagaimana bisa seorang Ibu dan juga istri berkata seperti itu. Tak ada rasa ingin bersama keluarga kah di hatinya walau hanya satu hari? Di otaknya hanya arisan, arisan, arisan saja yang Ibu fikirkan.
Tapi bagus juga. Dengan begini, aku bisa mengikuti kemana Ibu pergi. Aku ingin tau, sebenarnya apa yang Ibu lakukan di luaran sana hingga selalu pulang larut malam. Sambil menunggu Ibu keluar, aku segera menghubungi Siska untuk meminjam mobilnya. Serta ku ceritakan sedikit masalah yang sedang aku hadapi.
Ku minta Siska untuk datang saja ke rumah agar aku tak ketinggalan jejak Ibu. Beruntungnya saat aku menghubungi Siska, ia sedang berada di dekat daerah rumahku.
Benar saja, tak lama, Ibu kembali keluar dari kamarnya. Sekarang, penampilannya sudah rapih. Tanpa pamit padaku, Ibu langsung pergi begitu saja. Untung Siska sudah ada di depan rumah yang ada di samping rumahku. Sehingga saat Ibu sudah pergi meninggalkan rumah, aku pun segera masuk ke dalam mobil Siska. Tak lupa ku berikan kunci mobilku untuk dipakai oleh Siska.
📍
Dengan menjaga jarak, aku terus mengikuti kemana mobil Ibu melaju. Fokus ku benar-benar tertuju pada mobil yang dikendarai Ibu agar tak kehilangan jejaknya.
Di tengah perjalanan. Ibu menghentikan laju mobilnya. Ku tepikan mobil milik Siska tak jauh dari mobil Ibu. Terlihat Ibu keluar dari mobil. Dan tak lama setelah itu, datang laki-laki yang ku perkirakan umurnya dibawah ku.
Mataku kembali membulat ketika melihat pemandangan di depanku. Lagi-lagi, Ibu melakukan hal tak senonoh di tempat umum. Dan parahnya lagi, laki-laki yang bersamanya adalah laki-laki lain dan bukan laki-laki kemarin yang kutemui.
Ya tuhan, Ibu macam apa yang melahirkan ku itu? Sungguh, aku malu sekali terlahir dari rahim wanita murahan seperti dia. Benar-benar tak tahu malu.
Segera ku nyalakan lagi mesin mobil ketika melihat Ibu masuk kembali ke dalam mobil. Namun, laki-laki muda itu tak ikut masuk ke dalam mobil. Tak ku pedulikan lelaki itu, fokus ku sekarang kembali pada Ibu.
📍
Akhirnya, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit. Mobil Ibu masuk ke dalam sebuah restoran. Sebelum turun, ku kenakan hoodie, kaca mata hitam, masker dan tak lupa juga topi untuk menyamarkan wajahku.
Masuk ke dalam restoran, ku cari keberadaan Ibu. Ternyata benar, Ibu sedang berkumpul dengan teman-temannya. Untung saja, di belakang tempat Ibu duduk, ada sebuah meja kosong.
Dari sini, aku bisa mendegar dengan jelas obrolan Ibu dan teman-temannya.
"Hari ini, kita jadi kan party?" terdengar Ibu berucap.
"Jelas dong Jeng, party kita pasti seru. Apalagi Jeng Marlina kan baru dapet arisan," jawab seseibu. Disini aku masih berfikiran positif. Mungkin memang Ibu ingin mentraktir teman-temannya karena menang arisan.
"Jelas dong. Apalagi nih ya katanya brondong yang aku dapetin ini paling perkasa long Jeng-Jeng. Ah, aku jadi gak sabar nyicip barangnya. Terus main hot sama dia,"
Deg!
Jantungku seakan berhenti berdetak mendengar penuturan Ibu. Gila, ini fakta baru yang mengejutkan untukku. Ternyata, arisan yang Ibu ikuti bukanlah arisan uang, melainkan brondong. Gila, sungguh luar biasa gila.
"Kita berangkat jam 5 aja ya. Biar di jalan gak terlalu macet. Tau sendirilah Puncak kalau weekend gini macet," terdengar Ibu berucap lagi.
"Siap Jeng. Memang lebih enak pergi jam segitu. Kan nanti sampai kita bisa langsung party. Sekarang lebih baik kita makan dulu, udah gitu shooping deh."
"Ide bagus itu. Tapi aku mau nyalon dulu ya Jeng. Minta alamat villanya aja. Nanti biar gampang," Ibu menimpali.
"Boleh, tulis ya Jeng. Ini alamat villanya. Nama Villanya villa bambu, block D no. 32," terdengar menjawab. Aku pun ikut mencatat alamat villa tersebut. Siapa tau saja aku membutuhkannya.
Setelah itu aku memutuskan saja untuk pulang. Karena para Ibu-Ibu itu pun akan pergi meninggalkan cafe ini.
📍
Pukul 4 siang, aku kembali ke rumah. Sebelumnya tadi aku mampir ke rumah Siska untuk menukar mobil dan berbincang sebentar.
Di dalam bagasi, terlihat mobil ayah sudah berada disana. Artinya ayah sudah pulang. Bergegas aku masuk ke dalam rumah dan mendapati ayah sedang memasukkan beberapa baju ke dalam kopernya.
"Ayah sedang apa?" tanyaku pada ayah.
"Ayah ada kerjaan diluar La. Kemungkinan disana tiga hari," jawab ayah sambil terus memasukkan beberapa baju dan juga kebutuhan lainnya.
"Kerjaan dimana yah?"
"Di villa bambu. Kebetulan sekalian ninjau proyek disana," ucap ayah.
Deg! Villa Bambu? Bukan kah villa itu juga yang akan dijadikan tempat pesta oleh Ibu dan juga teman-temannya? Aku tadi menyempatkan diri untuk mencari tahu tentang villa bambu. Villa yang terletak di kawasan Puncak dan hanya memiliki 3 unit villa mewah disana.
Ini berarti, ada kemungkinan ayah bisa saja bertemu dengan Ibu. Gawat, ini tidak boleh terjadi. Aku belum siap jika Ayah mengetahui pengkhianatan yang dilakukan oleh Ibu.
"Ayah berangkat ya. Soalnya ayah harus ke kantor dulu. Jam 5 baru berangkat," ucap ayah.
Belum sempat aku mencegah, ayah sudah lebih dulu pergi meninggalkan ku. Mencoba mengejar, namun nihil. Ayah sudah melajukan mobilnya.
Argh sial! Kenapa juga ayah harus ada pekerjaan disana. Jika begini, aku juga yang pusing. Aku tak mempermasalahkan Ibu mau melakukan apa. Karena itu sudah tidak penting untukku. Tapi aku mencemaskan ayah. Aku tak mau ayah terluka jika mengetahui kebusukan Ibu nantinya.
Akhirnya ku putuskan untuk menghubungi Ibu saja. Berharap Ibu mau membatalkan acaranya tersebut. Namun sia-sia. Beberapa kali aku mencoba menghubungi Ibu, namun tak ada jawaban sama sekali. Malah sekarang nomor Ibu tidak aktif sama sekali.
Arrghh, pusing sekali rasanya. Lebih baik aku mengikuti ayah saja. Semoga kecemasanku tak terbukti nantinya. Aku berharap jika ayah tak bertemu dengan ibu disana.
📍
Keberuntungan masih berpihak padaku. Saat sampai di kantor ayah, beruntung ayah masih ada disana. Aku tak keluar dari mobil. Karena kulihat, ayah juga sudah masuk ke dalam mobilnya dan tak lama pun mobil ayah pergi meninggalkan kantor.
Mataku terus fokus pada mobil ayah. Beberapa kali aku harus menjaga jarak dengan mobil milik ayah. Jalanan sore ini tak terlalu macet. Jika melihat dari maps, sekitar satu jam lagi kami baru sampai di villa bambu.
'Tuhan, aku mohon. Semoga Ayah tidak bertemu dengan Ibu. Aku belum siap jika nanti ayah terluka oleh pengkhianatan yang dilakukan oleh Ibu. Bahkan yang lebih parah adalah, Ibuku ternyata wanita penggila nafsu. Jika memang ayah harus mengetahui kebusukkan Ibu sekarang. Aku hanya bisa berharap, semoga ayah tak merasakan sakit yang begitu dalam,' batinku.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Reni Suryani
kemana aja Thor, knp baru up?
2022-10-11
0