Dengan perasaan kesal luar biasa, aku pergi berangkat bekerja. Tak kuhiraukan lagi pertengkaran Ibu dan juga Ayah tiriku di rumah. Sarapan yang baru ku sentuh sedikit pun langsung ku tinggalkan karena sudah tak berselera sama sekali.
Melajukan mobil peninggalan Ayah, ku susuri jalanan kota Bandung ini untuk sampai di tempatku bekerja. Udara sejuk nan segar di pagi hari ini, tak membuat hatiku yang tengah panas ikut menyejuk.
Aku sudah menyerah untuk mengingatkan Ibu. Bukan sekali dua kali aku berusaha untuk berbicara dari hati ke hati dengan Ibuku. Ratusan, bahkan ribuan kali. Mungkin mulut ini sudah berbusa untuk mengingatkan Ibu. Tapi hasilnya nihil, semuanya hanya menyisakan sia-sia saja.
📍
Masuk ke dalam gedung kantor, aku segera bersiap untuk memulai pekerjaan. Walaupun hati ini sedang tak karuan, tapi tugasku sebagai teller mengharuskan aku bersikap profesional. Apalagi pekerjaanku ini mengharuskan ramah terhadap setiap nasabah.
Duduk di belakang meja, aku mulai memanggil satu persatu nasabah untuk aku layani. Mengenyampingkan masalah pribadi, agar lebih totalitas dalam melayani para nasabah. Karena kepuasan dari nasabah merupakan salah satu amunisi terbesar untukku.
"Selamat pagi Pak David," ucapku ramah pada lelaki yang kini duduk dihadapanku.
"Selamat pagi juga Kila. Seperti biasa, aku ingin menabungkan uang ini. Dan juga aku ingin membuka safe deposit box untuk menyimpan beberapa surat tanah dan juga surat kepemilikan perusahaan," ujar Pak David sambil menyerahkan beberapa gepok uang dan juga beberapa sertifikat kepadaku.
Ku ambil dan ku periksa dahulu semuanya. Setelah dirasa cukup, aku pun pamit sebentar untuk mempersiapkan semuanya.
"Baiklah Pak. Mohon tunggu sebentar," ucapku lagi. Pak David pun hanya mengangguk.
Setelah menyiapkan beberapa dokumen pendukung dan persyaratannya. Aku kembali ke meja kerjaku. Menyerahkan semua dokumen yang harus ditanda tangani dan menjelaskan beberap poin tentang safe deposit box tersebut. Hampir 10 menit, akhirnya semuanya beres. Setelah itu ku berikan kartu akses kepada Pak David.
"Terima kasih Pak. Sudah mempercayakan semuanya kepada kami. Kami harap Bapak puas dengan pelayanan kami disini," Ucapku.
"Sama-sama Kila," jawab Pak David. "Emm Kila, apakah nanti malam kau ada acara? Bisakah aku mengajakmu nanti malam untuk makan bersama?" cicit Pak David.
"Saya tidak bisa janji Pak. Nanti lihat kondisi dulu,"
"Baiklah. Jika senggang. Kabari saja ya,"
Aku pun mengangguk. Sebenarnya malas sekali jika harus pergi bersama Pak David. Entahlah, aku rasanya kurang nyaman dengan Pak David ini. Kata orang umurku sudah cukup untuk menikah, namun aku belum terfikirkan akan hal itu. Bagaimana mau menikah, calon saja aku tak punya.
Jika saja yang mengajakku makan malam bersama adalah Ayah, tentu saja aku tak akan menolaknya. Bagiku, untuk saat ini adalah ayah lelaki yang mampu menggetarkan hatiku. Apakah ini Cinta? Ya, sepertinya memang aku sudah jatuh Cinta pada ayah.
Aku tipikal wanita yang memang sulit untuk jatuh cinta. Aku hanya ingin, sekali jatuh cinta dan itu untuk selamanya. Banyak yang menilai prinsipku ini kolot. Bahkan dulu pernah ada yang terang-terangan mengataiku sebagai wanita penyuka sesama jenis karena aku tak mau dekat dengan pria mana pun. Padahal bukan itu, memang aku saja yang tidak mudah jatuh cinta.
Dan sekarang, aku bisa membuktikan kepada semua orang. Jika aku bisa jatuh Cinta. Meski pun cintaku ini bisa di bilang berlabuh pada hati yang salah.
📍
Pukul 12 siang, jam istirahat tiba. Aku dan Siska, sahabat sekaligus partner kerja berniat untuk makan di salah satu resto padang. Menikmati sepiring nasi padang lengkap dengan rendang, membuat air liurku seakan menetes walau hanya membayangkannya.
"Eh tadi, aku denger Pak David ngajak kamu makan malem ya?" tanya Siska padaku.
"Aduh, kek gitu aja telinga kamu mah tajem Sis," jawabku disertai kekehan.
"Heeh atuh (iya dong) kedengeranlah. Pan (kan) meja kamu teh sama meja aku deketan dodol," ujar Siska sambil melemparku dengan tusuk gigi.
"Eh kayaknya Pak David teh beneran suka atuh sama kamu. Kenapa kamu gak respon aja sih La. Pak David teh kan kasep (ganteng), baik, tajir pula,"
Hening..
Aku tak langsung menjawab perkataan Siska. Bagiku, cinta tak dapat di ukur dari segi tampang dan juga harta. Percuma tampan banyak harta jika hatiku saja tak menerima. Pak David memang memiliki kriteria itu semua, tapi aku tak sedikit pun menaruh rasa padanya.
Bagiku, di banding Ayah. Pak David tak ada apa-apanya. Ayah jauh lebih baik dari pada Pak David. Aku sudah tau karakter ayah seperti apa. Sedangkan Pak David? Aku tak lebih menganggapnya hanya sebatas nasabah saja.
"Kamu suka? Ambil gih buat kamu," imbuhku.
"Eh ya, itu mulut suka sekata-kata. Aku dah punya laki. Mau dikemanain laki aku kalau aku suka sama Pak David. Dasar edyan!" rutuk Siska padaku.
"Ha ha ha, lagian kamu gitu banget sih, Sis, muji Pak Davidnya," ucapku lagi. Siska tak menjawab. Malah mencebikkan mulutnya mendengar ucapanku.
📍
Pukul empat sore, semua pekerjaan ku sudah selesai. Merapikah meja dan bersiap untuk pulang ke rumah. Seperti rencana di awal, akan ku sempatkan dulu pergi ke swalayan. Membeli beberapa kebutuhan pokok dan juga sayur mayur, buah, dan stok makanan lainnya.
Melewati lorong kopi instan, ku ambil beberapa bungkus kopi kesukaan ayah tiriku. Ayah memang memiliki kebiasaan minum kopi sebelum berangkat bekerja dan setelah pulang bekerja.
Setelah di rasa cukup, aku pun membawa troli belanjaan menuju kasir untuk menghitung dan membayar semua barang belanjaanku.
Saat sudah ku masukan semua belanjaan dalam bagasi, bergegas aku masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi. Namun mataku terbelalak ketika melihat ke arah depan. Setir ku remas dengan kuat saat melihat adegan yang terpampang di depanku.
Bagaimana tidak, di depan sana, kulihat Ibu sedang bercumbu dengan seorang lelaki yang usianya jauh di bawah Ibu. Tanpa menghiraukan sekitar, mereka terus saja memamggut bibir satu sama lain.
Melihat itu, air mataku lolos. Hatiku terasa di cabik-cabik. Ingin sekali melabrak mereka, namun ku urungkan karena takut menjadi tontonan orang-orang. Akhirnya ku putuskan untuk mengambil gambar mereka saja dan setelah itu meninggalkan swalayan dengan hati yang penuh amarah.
📍
Pukul 5 sore, aku sampai di rumah. Melihat ke dalam bagasi, ternyata mobil ayah sudah ada dalam bagasi. Segera aku masuk ke dalam rumah. Ku lihat, Ayah sedang merebahkan dirinya di atas sofa ruang keluarga. Terlihat ia sangat lelah sekali. 'Ah ayah, harusnya di saat kau pulang kerja seperti ini. Ada istri yang menyambutmu' batinku.
Menuju ke arah dapur, ku letakkan semua barang belanjaanku di atas meja makan. Setelah itu aku menuju ke dalam kamar untuk membersihkan diri. Namun, sebelum ke kamarku, sengaja aku masuk dulu ke dalam kamar Ibu untuk mengambil cucian kotor.
Segera ku masukan ke dalam mesin cuci, setelah itu aku beranjak ke dalam kamar untuk membersihkan diri. Sedangkan Ayah ku biarkan saja dia istirahat disana.
Melihat pengkhianatan Ibu, aku semakin berambisi untuk merebut Ayah darinya. 'Lihat saja Bu, akan ku buat kau merasakan, apa itu arti sakit dari sebuah kehilangan' batinku.
📍
Makan malam kali ini sengaja ku pesan melalui aplikasi karena sedang malas untuk memasak. Setelah pesananku datang, ku ajak ayah untuk makan bersama. Dan lagi-lagi aku hanya makan berdua dengan Ayah.
Ku lirik Ayah, dia sedang makan sambil terkadang menggelengkan kepala ke arah kiri dan kanan. Sepertinya Ayah sedang pegal dan kurang enak badan.
"Ayah kenapa?"
"Gak papa, cuman leher ayah ini kerasa kaku La. Belum lagi badan Ayah rasanya pegel-pegel," jawab ayah.
"Setelah makan, Kila pijitin ya Yah. Biar enakan," ujarku pada ayah.
Terlihat keraguan di wajah ayah. Ini kesempatan untukku mendekati ayah. Akan ku buat ayah yakin dan mau untuk aku pijat.
"Emmm, tapi La," ucap Ayah ragu.
"Gak papa yah. Dari pada ayah terus kayak gitu. Pijatan Kila enak loh yah," ujarku lagi meyakinkan ayah.
Setelah diam sejenak, akhirnya Ayah mengangguk setuju. Yes! Aku berhasil. Akan ku pastikan ayah ketagihan dengan pijatanku ini. Mulai sekarang, aku yang akan mengurus Ayah. 'Bersiaplah Bu, perlahan akan ku pastikan Ayah akan jatuh ke dalam pelukanku' ucapku dalam hati.
🔹🔹🔹
Author Pov
Setelah mendapat persetujuan dari Reno, Syakila mulai memijat pelan tengkuk Reno. Dengan penuh Cinta, Syakila memberikan pijatan terbaiknya untuk lelaki yang ia cintai itu.
Melihat Reno terpejam, Syakila mulai memberanikan diri memijat ke daerah lain. Dari mulai pundak, tangan, dan kini menjalar ke area betis dan juga kaki. Reno yang merasa pijatan Kila sudah terlalu jauh, tiba-tiba saja merasa risih.
Apalagi, pakaian yang Syakila gunakan malam ini terbilang seksi. Tentu saja, Reno sebagai lelaki normal bisa bangkit gairahnya jika di perlakukan seperti ini.
Sedangkan Syakila, sudah mulai merasa. Jika apa yang ia lakukan ini tidak benar. Sebesar apa pun ambisi dia untuk mendapatkan Reno, ia tak boleh bertindak gegabah seperti ini. Seharusnya, ia bisa mengambil hati Reno secara perlahan dan juga diam-diam.
Reno, yang merasakan ada sesuatu yang bergejolak dal dirinya. Berusaha untuk menegur Syakila. Karena Reno merasa sedang di rayu oleh anak tirinya itu.
"Em, yah maaf. Kila lupa, ada pekerjaan yang harus Kila kerjakan," alibi Kila sambil menghentikan pijatannya.
"Kila permisi dulu ya yah," lanjuk Syakila lagi. Kemudian, dia meninggalkan Reno sendirian.
Melihat tingkah Kila, fikiran Reno tentang Kila yang berusaha merayunya ternyata salah. Reno terlalu berfikiran buruk tentang anak tirinya itu. Sepeninggalan Syakila, Reno memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Pijatan yang di berikan Syakila mampu membuatnya sedikir rileks.
Sedangkan Syakila, sebenarnya dia tak ada kerjaan yang harus ia selesaikan. Itu hanya alibinya saja agar Reno tak menaruh curiga, jika sebenarnya ia sedang berusaha merayu Reno. Dia bertekad, tak akan bertindak gegabah lagi dalam merebut hati Reno.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments