Amplop Putih

..."Kesan saat aku pertama kali bertemu denganmu itu biasa saja. Namun, semakin lama aku semakin merasakan ada sesuatu yang berbeda. Sepertinya ada perubahan yang tidak aku sadari selama ini.”...

...****************...

“Ini aku buka sekarang ya?” tanya Mahendra meminta persetujuan untuk melihat isi amplop putih yang sedang dipegangnya.

“Silahkan dibuka aja, Kak,” sahut Niken. Sebenarnya ia sedikit was-was dengan isi surat tersebut. Namun, ia hanya bisa berdoa saja semoga isinya bukanlah hal yang aneh-aneh.

Mahendra terdiam sedikit lama setelah membaca isi surat itu. Niken yang penasaran apa yang terjadi, akhirnya memberanikan diri untuk melihat Mahendra walaupun dadanya masih berdebar.

“Kenapa, Kak?” tanya Niken sedikit gusar.

“Ah, maaf. Hanya saja sedikit kaget dengan isi suratnya,” sahut Mahendra.

“Memangnya isinya apa, Kak?” tanya Niken penasaran.

“Sebelum aku mengatakannya, akhirnya kamu berani menatapku juga ya?” ucap Mahendra sedikit tersenyum yang membuat Niken sedikit salah tingkah.

“Ya, habisnya Kakak diam aja daritadi. saya kan jadi penasaran, Kak,” jawab Niken yang berusaha menghindari kontak mata di antara mereka.

Mahendra tertawa kecil melihat tingkah laku Niken. “Kamu yakin nih beneran mau tau apa isi suratnya?” tanya Mahendra sedikit menggoda dan hal itu berhasil membuat pipi Niken memerah.

“Ya-yakin, Kak,” jawab Niken gugup. Mahendra berusaha menahan tawanya yang mungkin akan pecah.

“Kamu beneran yakin? Takut nggak nyesel sama isinya?” tanya Mahendra kembali menggoda Niken. Entah mengapa, baginya ekspresi Niken itu begitu lucu sehingga membuatnya ingin terus menggodanya.

“Beneran loh, Kak. Jadi isinya apaan?” tanya Niken tak sabar untuk terus menahan malu.

Akhirnya tawa Mahendra pun pecah. Kini is sudah tertawa begitu lepas. Niken yang melihat itu hanya bisa kembali menahan malu. Setelah tawanya reda, barulah Mahendra memberitahu isi surat tersebut.

“Di surat ini tertulis, selama kamu masih dalam masa orientasi berlangsung, kamu harus mematuhi perintah aku,” jelas Mahendra.

“Eh, masa kayak gitu, Kak?!” sahut Niken spontan, tak terima.

“Di sini juga ditulis, kalau kamu melanggar maka aku bebas untuk memberikan kamu hukuman apa saja,” lanjutnya.

“Ih, masa isi suratnya begitu sih, Kak?! Kakak bohong ya?!” tuding Niken tak terima. Entah kemana hilangnya rasa malunya tadi dan debaran di dadanya. Kini hanya ada protes dari dirinya karena tidak menerima hal yang disebutkan oleh Mahendra barusan.

“Nih, kalau kamu nggak percaya baca aja sendiri,” ucap Mahendra memberikan amplop putih yang dipegangnya.

Niken mengambil amplop itu, kemudian langsung membaca isi di dalamnya. Setelah membaca isi surat itu dengan seksama, barulah ia percaya bahwa apa yang dikatakan Mahendra tadi memang benar.

“Jadi, saya harus ikutin perintah yang ada di dalam surat ini, Kak?” tanya Niken pasrah.

“Iya, kamu harus. Jadi, selama seminggu ke depan selama masa orientasi masih berlangsung, kamu harus ikuti perintah yang aku berikan tanpa terkecuali. Jika tidak, maka kamu harus bersiap menerima hukuman dari aku,” ucap Mahendra.

Dirinya kini tak bisa menyembunyikan senyumannya yang merekah. Entah mengapa ia merasa begitu senang dengan isi surat itu. Oh, jangan lupa untuk mengingatkan Mahendra agar mengucapkan terima kasih untuk orang yang sudah membuat surat ini nanti.

“Kalau udah kayak gitu mau gimana lagi, Kak. Daripada kena hukuman yang lebih parah bagusan saya nurut apa kata Kakak. Tapi, saya punya satu syarat ya, Kak. Bolehkan?” tanya Niken.

“Hemm, gimana ya?” Mahendra berpura-pura berpikir keras dengan tawaran yang diajukan oleh Niken.

“Please, boleh ya, Kak. Persyaratannya simpel banget kok,” bujuk Niken sedikit memohon. Mahendra yang melihat Niken seperti itu tak kuasa untuk menolak. Mahendra menghembuskan napasnya sedikit kasar.

“Baiklah. Jadi, apa persyaratannya?”tanya Mahendra akhirnya.

“Selama masih dalam masa hukuman, Kakak nggak boleh minta atau nyuruh saya untuk ngelakuin sesuatu yang aneh-aneh. Kalau sampai aneh-aneh, berarti masa hukuman saya akan berhenti saat itu juga,” ucap Niken mengatakan persyaratannya.

“Memangnya minta atau nyuruh aneh yang gimana?” tanya Mahendra heran.

“Ya, yang aneh, Kak,” jawab Niken.

“Misalnya?” tanya Mahendra dengan alis yang sedikit dinaikkan, tak mengerti.

“Kadang Kakak nanti nyuruh saya jadi babu Kakak untuk bawa barang ke sana ke mari. Atau Kakak bakalan minta banyak hal dari saya dalam satu waktu. Kalau Kakak minta begitu kan saya capek, Kak. Saya itu manusia, bukan robot, kak” jelas Niken dengan menggebu.

“Akh! Sakit, Kak!” pekik Niken memegang dahinya yang baru saja kena sentilan. Sedangkan sang pelaku hanya melihatnya dengan tatapan datar.

“Isi pikiran kamu itu apa aja sih? Kok bisa-bisanya kamu kepikiran hal aneh kayak gitu. Kayaknya kamu terlalu banyak baca novel atau nonton drama deh,” ucap Mahendra sembari menggelengkan kepalanya pelan, tak paham dengan jalan pikiran orang yang ada di depannya itu.

“Ih, bukan kayak gitu loh, Kak. Saya emang suka baca novel, tapi nggak sampai separah itu juga kali,” sungut Niken.

“Terus, kenapa kamu bisa sampai kepikiran hal begituan?”

“Ya, saya kan cuma waspada, Kak. Kita itu tidak boleh mengabaikan kemungkinan sekecil apapun. Jadi, sebelum hal yang begitu beneran terjadi, lebih baik saya tanya dari sekarang kan?” jelas Niken.

“Iya deh, terserah kamu aja,” ucap Mahendra mengalah.

“Jadi, Kakak setuju nih sama saran yang saya kasih?” tanya Niken antusias.

“Iya,” jawab Mahendra. Mau tak mau, dirinya sedikit tersenyum melihat tingkah Niken yang terlihat seperti anak kecil yang begitu senang karena mendapatkan sebuah permen.

“Ih, Kakak baik banget sih. Kalau kayak gini kan enak, Kak.”

“Enak apanya?”

“Karena saya nggak perlu khawatir bakalan disuruh yang aneh-aneh dan Kakak juga jadi bebas mau suruh saya ngelakuin apa aja selama batas wajar. Kalau Kakak melanggar, nanti saya kan bisa langsung bebas. Jadi, kita sama-sama enak, Kak,” jelas Niken.

“Iya, iya, bawel banget sih!”

“Nggak bawel nggak asik, Kak,” sahut Niken yang membuat Mahendra kembali menggelengkan kepalanya kecil karena masih tak habis pikir dengan orang yang berdiri di hadapannya itu. Sebenarnya Niken itu spesies manusia apa sih? Kok bisa tingkah lakunya random banget.

“Yaudah, sekarang kamu masih punya keperluan lain? Kalo nggak ada aku harus pergi karena masih ada berkas penting yang harus aku selesaikan sekarang,” tanya Mahendra.

Niken berpikir sejenak. “Hemm, kayaknya nggak ada lagi deh, Kak. Saya cuma punya keperluan untuk ngasih surat ke Kakak aja, selain itu udah nggak ada apa-apa lagi,” jawab Niken setelah berpikir.

“Baguslah. Kalau begitu lebih baik aku pergi sekarang,” ucap Mahendra.

“Iya, Kak. Silahkan Kakak lanjut urusan Kakak yang sempat tertunda karena saya,” ucap Niken mempersilahkan.

“Oke, aku akan pergi sekarang. Oh, aku hampir melupakannya, hukumanmu berlaku mulai besok. Jadi, besok pagi jam 8 kamu harus sudah ada di aula, aku akan menunggumu di sana,” pesan Mahendra sebelum pergi.

“Oke, Kak. Makasih juga untuk waktunya, Kak, dan maaf karena udah ganggu Kakak,” ucap Niken sambil sedikit membungkukkan badannya sopan.

“Sama-sama,” jawab Mahendra. Setelah itu, ia pun pergi melanjutkan urusannya dan meninggalkan Niken sendirian.

Niken akhirnya memutuskan untuk pergi ke kantin. Orientasinya pasti akan kembali dilanjutkan setelah jam istirahat selesai.

Niken pun mulai beranjak dari tempatnya berdiri. Kantin memang menjadi tujuannya sejak tadi. Alasannya? karena kini ia sudah sangat haus.

Bagaimana tidak haus? pagi-pagi ia sudah dipaksa untuk berlari. Setelah sampai di sekolah, ia kembali dipaksa untuk berkeliling sekolah untuk mencari salah satu seniornya karena terlambat datang sebagai sanksi.

Sepertinya pagi ini termasuk pagi yang buruk bagi Niken. Tapi, walaupun begitu sepertinya masih ada hal baik yang di alaminya. Buktinya, kini ia sedang bersenandung dengan riangnya. Senyumannya tak luntur di sepanjang perjalanannya.

Sepanjang jalan menuju kantin, Niken terlihat begitu senang. Bahkan hampir setiap orang menatap heran ke arahnya saat dirinya lewat. Hal itu karena mereka merasa aneh dengan Niken yang tersenyum lebar di sepanjang perjalanan. Mungkin mereka menerka-nerka apa yang membuatnya tersenyum begitu lebar sendirian, hingga ia terlihat seperti orang yang konyol.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!