Masuk Sekolah

...“Jika bisa memilih, maka aku akan memilih untuk tidak mengenalmu sama sekali. Namun, apa daya takdir berkata lain.”...

...****************...

Lalu lintas di pusat kota begitu penuh sesak, padahal hari masih begitu pagi. Orang-orang sudah berlalu lalang, melakukan aktifitasnya.

Lautan manusia yang berwarna-warni menjadi penghias suasana pagi. Kendaraan-kendaraan penuh dengan kepulan asap, menambah polusi bumi. ah, begitulah kehidupan terutama jika tinggal di pusat kota.

“Niken! Cepat turun kamu! Sudah jam 6 pagi, nih,” teriak seorang wanita paruh baya.

“Iya, Mi. Niken udah selesai kok,” sahut seorang gadis berseragam putih abu-abu. Ia berjalan dengan langkah yang tergesa-gesa keluar dari kamarnya dan segera datang ke arah dapur, menuju sumber suara. Kamarnya berada di lantai 2, jadi dirinya harus menuruni tangga terlebih dahulu.

Rambutnya diikat kuncir kuda. Sedangkan seragamnya begitu tertutup dengan rok yang panjang hingga mata kaki dan baju yang berlengan panjang. jangan lupa kacamata minus miliknya yang bertengger dengan nyaman di wajahnya yang agak chubby, menambah kesan manis.

“Kamu anak gadis tapi kok lelet banget sih geraknya! Kalau nggak dipanggil, nggak ada pengertiannya untuk langsung keluar setelah bersiap-siap,” sungut wanita paruh baya itu yang tak lain adalah ibunya yang ia panggil mami.

Niken yang mendengar perkataan maminya itu hanya bisa menundukkan kepala.

“Ah, selalu saja seperti ini,” desahnya dalam hati.

“Iya, Mi. Niken yang salah, jadi Niken minta maaf,” tuturnya.

“Kamu itu udah jadi kebiasaan banget, lelet! Masa jam segini belum ada sarapan di atas meja? Kamu lupa kalau semua orang yang ada di rumah ini sibuk?” cerca sang mami.

“Niken tadi lagi siap-siap untuk sekolah, Mi. Hari ini kan hari pertama Niken masuk. Apalagi hari ini Niken ada orientasi siswa baru,” papar Niken memberikan alasan.

“Alah, alasan aja terus! Bilang aja sebenarnya kamu malas!” tuding sang mami.

“Udah, sekarang kamu siapin sarapan. Mami mau ke kamar dulu, siap-siap untuk kerja,” ucap sang mami, tak memberi kesempatan pada Niken untuk memberikan sanggahan.

“Bentar lagi Papi kamu bakalan turun dari kamar. Pokoknya sarapan dan kopi harus sudah ada di atas meja. Kalau belum ada, awas aja kamu!”

Setelah mengetakan hal itu, maminya pun langsung pergi menuju kamarnya yang juga berada di lantai 2 tanpa menunggu jawaban yang akan diberikan sang anak. Niken yang diperlakukan seperti itu hanya bisa menghembuskan napasnya sedikit kasar, mencoba bersabar.

Kejadian seperti barusan sudah menjadi rutinitas paginya. Jika bisa diibaratkan, maka kejadian itu sudah seperti sarapan pagi rutin bagi Niken.

Niken adalah anak satu-satunya atau anak tunggal. Sebenarnya kedua orang tuanya menginginkan seorang putra. Namun, yang mereka dapatkan adalah seorang putri.

Ketika melahirkannya, sang mami mengalami pendarahan yang hebat akibat kecelakaan. Akibat hal tersebut, maminya memiliki resiko yang sangat tinggi untuk kehamilan berikutnya.

Tak ingin membuang waktu, akhirnya Niken pun segera menyiapkan sarapan pagi untuk mereka. Dia hanya membuat roti bakar karena simpel dan waktu pembuatan singkat.

Setelah membuat roti, ia membuat kopi untuk papinya dan teh untuk maminya. Sedangkan untuk dirinya sendiri, ia memilih untuk minum air putih saja.

Setelah selesai, dirinya pun menghidangkan semuanya di meja makan. Sekitar 5 menit kemudian, mami dan papinya pun turun dari kamar. Sarapan pagi itu juga berlangsung dengan hening seperti hari-hari sebelumnya. Tak ada seorang pun yang berbicara.

*****

“Aduh, aku telat!!” ujar Niken sembari melihat jam tangannya.

Jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat 5 menit. Padahal hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah, tapi ia sudah telat.

Semalam kakak-kakak kelas yang menjadi panitia pelaksanaan orientasi untuk siswa baru, memberikan informasi bahwa hari ini mereka harus sudah ada di sekolah jam 7 tepat. Bagi siswa yang telat, maka akan diberikan sanksi.

“Aduh! masa hari pertama udah kena hukuman aja?!” ujarnya seraya semakin mempercepat tempo larinya.

Ketika matanya melihat gerbang sekolah, ia semakin mempercepat tempo larinya. Ketika sampai di depan pagar, ternyata sudah ada 2 orang kakak pelaksana yang berjaga. Mereka berdua adalah laki-laki.

Niken yang baru sampai, berusaha untuk menetralkan napasnya ngos-ngosan. Ia memegang lututnya untuk menopang tubuhnya yang lelah setelah berlari. Keringat kini sudah memenuhi dahinya.

“Kenapa kamu telat?” tanya salah satu kakak pelaksana. Niken melihat name tag kakak itu, ternyata namanya adalah Ghaza Al-Ghazali.

“Hah, hah, hah. Bentar, Kak, saya atur napas dulu, capek barusan lari,” ucap Niken masih berusaha untuk menetralkan napasnya.

Setelah napasnya stabil, ia pun mengatur posisi tubuhnya menjadi tegak. Ia juga merapikan rambutnya yang sedikit berantakan akibat berlari tadi.

“Oke, Kak, napas saya udah stabil. Tadi Kakak tanya apa?” tanya Niken, meminta sang kakak pelaksana untuk mengulang kembali pertanyaannya.

“Kenapa kamu terlambat? Sekarang sudah lewat 15 menit dari peraturan yang sudah ditetapkan,” tutur Ghaza.

“Maaf, Kak. Tadi ban sepeda saya bocor, jadi saya terpaksa lari dari rumah ke sini,” papar Niken.

“Memangnya tidak ada orang yang bisa kamu mintai tolong untuk mengantarkan kamu ke sekolah?” tanya kakak pelaksana yang satunya, Namanya adalah Nabil Airlangga Putra.

“Nggak ada, Kak. Soalnya tadi Mami sama Papi udah berangkat kerja,” jawab Niken.

Bohong!

Sebenarnya tadi dia sudah meminta kepada orang tuanya untuk mengantarnya ke sekolah karena sepeda kesayangannya sedang rusak. Namun, orang tuanya menolak, mereka beralasan bahwa mereka sudah sangat telat. Akhirnya pun, mereka langsung berangkat kerja setelah sarapan.

Sebenarnya, jika Niken langsung berangkat setelah sarapan, ia mungkin tak akan telat. Jarak antara rumahnya dengan sekolah hanya memakan waktu sekitar 20 menitan untuk sampai dengan berjalan kaki. Sedangkan jam dinding di dapur rumahnya masih menunjukkan pukul setengah 7 pagi, artinya masih ada waktu 30 menit lagi.

Namun, Niken harus merapikan meja makan setelah sarapan. Ia juga harus mencuci piring dan gelas yang digunakan untuk sarapan tadi. Kegiatan itu memang tidak lama, mungkin hanya memakan waktu sekitar 7-8 menitan untuk merapikan semuanya.

Tapi, di perjalanan menuju sekolah, dia mendengar suara anak kucing. Ketika mengikuti sumber suara, ia melihat anak kucing berwarna oranye belang putih sedang terbaring dengan penuh luka di sekujur tubuhnya.

Niken yang merasa tak tega, akhirnya memutuskan untuk membawa kucing itu ke klinik hewan yang berada tak jauh dari posisinya saat itu. Ia menitipkan kucing itu untuk dirawat di klinik selama ia sekolah. Waktu Niken banyak terkuras saat dirinya mengisi administrasi.

Setelah selesai, Niken melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 8 kurang 5 menit. Ternyata dirinya sudah menghabiskan waktu 10 menit lamanya. Niken yang merasa akan telat, segera berlari menuju sekolahnya. Sebelum itu, tak lupa dirinya menyampaikan pada dokter bahwa akan melihat kucing itu setelah pulang sekolah.

Jadi, itulah alasan sebenarnya mengapa ia bisa terlambat datang ke sekolah pagi ini.

“Karena peraturan tetaplah peraturan, maka kamu akan kami berikan sanksi. Kamu harus memberikan surat ini kepada kakak pelaksana yang bernama Mahendra,” ucap Ghaza seraya memberikan surat yang ditulis oleh Nabil barusan.

“Eh, jangan dibuka!” Seru Nabil ketika melihat Niken yang ingin melihat isi surat tersebut. Niken hanya bisa cengengesan.

“Pokoknya jangan sampai ada melihat surat itu selain Kak Mahendra. Oh ya, nanti apa pun yang dikatakan oleh Kak Mahendra, kamu harus nurut. Jika kamu melanggar salah satu yang dari Kakak sebutkan tadi, maka sanksi kamu akan dilipatgandakan. kamu paham?” tanya Ghaza setelah memberikan arahan.

“Paham, Kak. Jadi sekarang saya bisa masuk ke barisan atau langsung jumpai Kak Mahendra, Kak?” tanya Niken.

“Langsung jumpai Kak Mahendra saja. Nanti jika ada kakak-kakak pelaksana lain yang bertanya, kamu tunjukkan saja surat itu. Tapi ingat, jangan sampai ada yang melihat isinya,” tutur Ghaza.

“Oke, saya paham, Kak. Kalau gitu saya pamit ya, Kak. Permisi.”

Setelah mendapat persetujuan, Niken pun langsung melangkahkan kakinya untuk mencari kakak pelaksana yang bernama Mahendra. Ia tak akan menyangka, bahwa hal itu adalah awal dari takdir yang tak bisa dihindari olehnya.

Terpopuler

Comments

Ae_Lin

Ae_Lin

Wah, jiwa sosialnya tinggi sekali. Telat sekolah hanya seekor kucing...

2022-10-09

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!