Setelah semua bubar, kekacauan masih terlihat di beberapa sudut, tetapi tidak menyurutkan semangat sang pria tampan untuk terus berjalan ke arah kapal besar yang tertambat di dermaga.
Pria tampan mendekati kapal besar yang mengangkut barang untuk diseberangkan ke ujung dunia sana. Dengan sedikit berlari, sang pria tampan sudah sampai di dalam kapal itu, mendekati tempat sang kapten kapal (Nakhoda) berada.
Sang pria tampan ingin menyampaikan berita gembiranya pada sang kapten. Dengan wajahnya yang dipenuhi lebam dan memar tidak mengurangi sosok dirinya yang begitu tampan, justru menambah karisma yang terpancar dari dirinya.
“Kita berhasil, Kapten. Kau bisa berlayar dengan nyaman sekarang, semua telah aku urus,” ujar sang pria tampan pada kapten kapal.
“Kau hebat, Ars. Baiklah, aku akan berlayar dan mengantarkan pesanan client-mu dengan aman,” balas sang kapten.
“Aye aye, Kapten. Silakan, terima kasih,” pungkasnya.
Setelah menyampaikan maksudnya dan berpamitan dengan kapten kapal dia pun turun dari kapal besar itu dengan rasa bangga dan lega yang menyelimuti dadanya.
Dia sudah turun, dan berdiri di ujung pelabuhan menyaksikan gagahnya kapal yang bersiap untuk berlayar di lautan luas. Dia tersenyum senang, kehebatannya sekali lagi ia perlihatkan.
Seorang pria gagah dan bijaksana menghampiri pria tampan itu. “Ars, kau berhasil lagi,” ucapnya.
“Berkat kau, Albert,” balasnya.
Kali ini Albert tidak ikut turun untuk bertarung dalam pertempuran malam ini, Albert mendapat tugas lain yang telah dititahkan kepadanya oleh sang majikan, yaitu sang pria tampan ini.
Sebelumnya, Albert tidak pernah ketinggalan untuk beradu jotos dengan lawan, itu bisa membuat stress-nya hilang, selalu itu yang terucap ketika dicegah oleh pria tampan. Sang pria tampan sebenarnya tidak begitu berkenan melihat Albert terjun langsung dan ikut bertarung, meskipun membela dirinya.
“Sepertinya kita sudah meloloskan barang yang akan membahayakan umat manusia di daratan sana, Ars,” ujarnya lagi.
“Tidak pernah kupedulikan, dan jangan kau pedulikan juga, Albert. Masalah membahayakan, itu tergantung dengan niat manusianya, jika mereka memendam niat jahat, apel pun bisa menjadi berbahaya bagi banyak orang,” jawab pria tampan itu.
“Kau benar.”
“Lihatlah, betapa gagahnya kapal itu berlayar di lautan lepas, Albert,” pria tampan menunjuk kapal yang sedang berlayar dengan wajahnya.
“Terlihat sangat kecil ketika melaju seperti itu. Indah sekali suasana lautan malam ini, Ars,” balasnya.
“Kenapa kau tidak membiarkanku membeli satu kapal saja, Albert?” tanya sang pria tampan heran.
“Kau bisa mengendarainya, Ars? Aku kira kau tidak akan suka berada di lautan lepas,” jawab Albert.
“Bukankah, lebih mudah jika kita mempunyai sendiri kapal seperti itu dan menyewa kapten kapal, Albert?” tanyanya lagi.
“Lebih baik seperti ini, Ars. Lebih mudah mengurus berkas-berkasnya, aku tidak mau menambah pekerjaanku yang sudah menumpuk itu, Ars,” jelasnya.
“Dasar, kau ini,” ujar sang pria tampan. Dia tersenyum menanggapi keluhan tidak langsung dari Albert.
“Siapkan pesawat, Albert. Kita pulang malam ini juga,” perintahnya.
“Mereka sudah menunggu kita, Ars. Pesawat sudah mendarat, segera setelah mereka mendapat kabar tentang kemenanganmu,” katanya.
“Bagus, mereka bisa diandalkan rupanya. Bereskan tempat ini, Albert. Jangan ada sisa dari pertempuran malam ini, meskipun sedikit. Urus tempat ini seperti tidak pernah ada kejadian apa pun di sini.”
“Dengan senang hati, Ars.” Albert yang mendapat perintah seperti itu, segera menghubungi rekannya untuk membereskan kekacauan di pelabuhan malam ini. Terdengar Albert memerintahkan seseorang di ujung telepon sana.
“Mari kita kembali, Albert. Aku sudah tidak sabar ingin berendam dengan air hangat malam ini,” ujarnya, setelah melihat Albert telah menyelesaikan panggilan teleponnya bersama anak buahnya yang lain. Lalu mereka berjalan beriringan, suasana hati sang pria tampan malam ini dipenuhi dengan padang bunga, dia tidak melepaskan senyuman di wajah tampannya itu.
Esok hari tidak akan ada sisa apa pun dari pertempuran malam ini, semua akan terlihat seperti sedia kala. Pelabuhan yang sekarang tampak kacau dan dipenuhi dengan darah ini, esok hari akan terlihat rapi dan bersih kembali.
Mereka tidak pernah meninggalkan jejak sedikit pun tentang perbuatan mereka, mereka selalu bertanggung jawab untuk membereskan kembali setiap tempat yang sudah mereka kacaukan.
Tidak akan ada satu sidik jari pun yang tertinggal, perkumpulan ini selalu pandai menyembunyikan tentang keberadaan mereka, karena keberadaan mereka pun tidak pernah tercium oleh orang awam. Hanya orang-orang tertentu yang mengetahui keberadaan mereka, itu meliputi pengusaha, penguasa dan kelompok yang tidak tercium lainnya.
***
Di belahan bumi yang lain, sesosok orang tua dengan perawakan besar dan berjanggut, tengah berkacak pinggang, terlihat merah padam mukanya diselimuti amarah besar dan berkobar.
Orang tua itu marah setelah mendengar kekalahan anak buahnya dalam pertarungan malam ini, dan yang lebih membuat dia marah karena dia kalah oleh orang yang sama, selama ini orang tua ini selalu mencari cara untuk menjatuhkan lawannya, bagaimanapun caranya.
Dia telah mencoba melakukan sendiri untuk menghabisi lawannya, tetapi gagal, dan kali ini pun ketika dia kerahkan anak buahnya yang jumlahnya tidak sedikit itu, masih juga gagal.
“Kurang ajar!” berangnya. Dia melempar segala jenis benda yang ada di atas mejanya.
“Kenapa kalian tidak bisa diandalkan!” geramnya kepada anak buah yang berdiri menghadap padanya.
Orang tua itu menggebrak meja dengan kedua tangannya, suara nyaring yang ditimbulkan membuat semua orang yang mendengarnya akan menciut nyalinya. Seketika anak buah yang melihat kemarahan atasannya bergerak mundur, mereka menunduk dan takut. Bukan tidak mungkin mereka akan dihabisi saat ini juga, semua akan mungkin ketika atasannya sedang naik pitam.
“Kenapa kalian tidak bisa menghabisi anak bebal itu?” tanya orang tua itu.
“Kenapa kalian tidak tembak mati saja anak itu?” tanyanya lagi.
“Dia menginginkan pertarungan dengan tangan kosong, Bos,” jawab ketua dari mereka.
Semakin berang mendengar alasan dari anak buahnya. “Dan kalian menurutinya, bodoh sekali kalian semua!” bentak orang tua itu sembari menunjuk mereka yang ada di hadapannya dengan tangannya. “Kenapa mau saja dibodohi oleh anak kecil itu?” tanya orang tua itu tidak habis dipikir.
“Dia seumuran denganku, Bos,” jawabnya yang mengundang tatapan sinis dari orang tua itu.
“Kau berani membantahku, kau sudah berani melawanku. Kenapa kau tidak lakukan pada anak ingusan itu?”
“Maafkan aku, Bos.” Tersadar dengan kesalahan kata yang dia ucapkan, dia segera meminta ampun pada orang tua itu.
“Maaf? Apakah dengan permintaan maafmu, akan mencegah keberhasilan anak itu?”
“Kau tetap gagal!” hardiknya. Mereka tertegun tidak berani membantah lagi, tidak ada suara lagi dari mereka sekarang. Rasa takut semakin besar menjalar di tubuh mereka, melihat begitu merahnya wajah atasannya itu.
“Aku membiarkan kalian lolos kali ini, tidak ada lagi kekalahan lain. Mengerti?”
“Mengerti?” ulangnya.
“Mengerti? Jawab pertanyaanku!” bentaknya.
“Mengerti, Bos,” jawab mereka serempak.
“Keluar kalian semua! Aku muak melihat kalian, pergi sekarang juga!” bentaknya lagi.
Mendengar perintah itu, anak buahnya membubarkan diri, dan pergi keluar dari ruangan tempat mereka disidang tadi. Kali ini mereka pun tidak mampu memberikan kemenangan bagi bosnya, sungguh malang nasibnya, setelah bertarung dan babak belur hingga rela melepaskan nyawa demi melaksanakan perintah.
Tidak ada hasil yang baik yang bisa diterima oleh bosnya, pertarungan seperti ini seperti perjudian, adakalanya menang, tetapi lebih seringnya mendapat kekalahan ketika kita tidak pandai dalam mengatur strategi. Tetapi sampai kapan pun, tidak akan ada yang bisa mengalahkan anak ingusan seperti yang orang tua itu bilang, kecuali dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments