Velina menunggu dengan harap-harap cemas. Dokter masih memeriksa keadaan Diego di dalam. Seharusnya ia tak perlu merasa khawatir bukan? Tapi kenapa perasaanya jadi tak menentu seperti ini?
Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya dokter keluar, Velina dan asistent Gun segera mendekat untuk menanyakan keadaan Diego. "Bagiamana keadaanya?" Wajah Velina tak bisa bohong kalau dirinya sungguhan panik sekarang.
"Gangguan kecemasannya sedang kambuh. Jadi dia sedikit mengalami depresi yang menyebabkannya pingsan tiba-tiba." Jelas Dokter.
"Apa? Gangguan kecemasan?" Velina tidak menduga jika pria itu mengidap penyakit semacam itu.
Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan kesehatan mental yang di tandai dengan perasaan khawatir, cemas atau takut yang cukup kuat yang dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.
"Benar, beliau sering seperti ini jika ada suatu masalah yang membuatnya tertekan." Jelas Dokter lagi.
"Sejak kapan dia mengalami seperti ini?"
"Tuan Diego mengidap penyakit ini belum lama, sekitar tiga tahun yang lalu."
Itu bukan waktu yang sebentar. Kira-kira apa ya? Yang menyebabkan Diego memiliki kecemasan berlebih seperti ini? Batin Belina.
Asistent Gun mengantar Dokter hingga ke pintu utama, sedangkan Velina duduk di sisi pria yang kini terbaring tak berdaya di ranjang king size-nya.
Wajah itu terlihat pucat, dan terlihat banyak kesedihan yang coba di sembunyikannya. Tapi... Tidak! Celina tidak boleh iba dengan pria ini. Diego adalah orang yang telah merusak kehormatannya dan masa depannya. Kenapa hatinya tiba-tiba menjadi lemah?
"Aran..."
Pria itu menyebut nama seseorang dalam tidurnya. Velina segera mendekat untuk memeriksa.
"Jangan pergi... Kenapa kau memilih pergi? Apa salahku padamu?"
Velina terpaku di sisi ranjang. Ada lelehan bening jatuh dari sudut mata pria itu. Ia jadi berpikir, mungkin saja Diego tak seburuk yang ia pikirkan.
Velina jadi sedikit ragu dengan rencananya. Pria ini terlihat menakutkan di luar. Tapi sebenarnya ia memiliki hati yang rapuh. Siapa Aran? Apa yang telah ia lakukan pada pria malang ini? Diego sepertinya sangat kehilangan dan sulit untuk melupakan wanita bernama Aran tersebut.
Merasa tak tega, Velina reflek menyentuh tangan Diego. Pria itu sontak menggenggamnya dengan erat, lalu menarik tubuh Velina untuk mendekat ke arahnya. Kini wajah mereka bertemu, bahkan Velina bisa merasakan hembusan napas hangat Diego di wajahnya. Aroma sisa wine masih sangat menyengat menusuk hidung Velina. Pria ini masih meracau menyebutkan nama yang sama dengan mata terpejam.
Tangan Diego menjalar ke leher belakang Velina, menarik wanita itu untuk lebih dekat agar ia bisa merenggut bibirnya. Lagi-lagi Velina terpaku dan membiarkan pria itu **********.
"Tuan--" Asisten Gun menghentikan kalimatnya ketika sampai di ambang pintu, tanpa sengaja ia melihat hal yang seharusnya tak di lihatnya. Perlahan ia menarik daun pintu agar tertutup kembali.
Meski dalam keadaan setengah sadar, Diego sangat bertenaga. Ia mengubah posisi Velina menjadi di bawahnya, mengunci pergerakan wanita itu dengan menekan kedua tangannya di atas kepalanya. Sedangkan bibirnya bergerilya bebas di ceruk leher Erika.
"Sadarlah!" Suara Velina tercekat di tenggorokan, ia berusaha untuk tidak terbawa suasana, namun sentuhan bibir Diego di dadanya membuat tubuhnya meremang.
"Ah..." Tanpa sadar ******* itu lolos juga dari bibirnya. Velina tak berdaya menahan gejolak hasratnya sendiri. Akhirnya ia pasrah, membiarkan pria itu melakukan apa yang di inginkan. Ciuman Diego semakin menjalar ke bawah hingga ke daerah intinya.
Velina menahan napas, saat lidah Diego terasa menyapu bagian intinya hingga basah. Velina kalah, ia tak kuasa saat sesuatu dalam dirinya mendesak ingin keluar. Padahal Diego belum melakukan penyatuan. Leguhan panjang itupun terdengar, Velina telah mencapai klimaksnya.
Barulah setelah itu Diego mengambil bagiannya. Ia melakukan penyatuan, memasuki Velina dengan liar, ia bergerak cepat di atas tubuh wanita itu, semakin cepat hingga ia juga mencapai klimaksnya dan terjatuh di sisi tubuh Velina karena kelelahan.
Velina menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Ia tidak percaya kenapa tubuhnya menikmati percintaan yang baru saja terjadi. Bahkan pria itu sedang menyebut wanita lain dalam tidurnya. Kenapa tiba-tiba hatinya terasa sakit? Ini sangat memalukan.
Lelehan bening tanpa terasa jatuh dari sudut matanya. Velina segera mengusapnya kasar. Ia tak ingin membiarkan dirinya lemah. Yang baru saja terjadi bukanlah apa-apa, ini hanya awal dari rencana balas dendamnya. Jadi ia tak perlu memikirkan hal yang baru saja terjadi. Lain kali ia berjanji untuk tidak menggunakan perasaanya. Tubuhnya tidak bearti apa-apa lagi. Jadi ia tak perlu menyesali apapun lagi.
Berulang kali Velina berusaha menyakinkan diri agar dirinya merasa lebih baik.
***
Mata Diego tak lepas menatap Velina yang menyuapinya sedikit demi sedikit. Dia pikir, wanita itu akan berusaha melarikan diri ketika ada kesempatan. Tadi dirinya pingsan, namun Velina memilih untuk tetap tinggal. Padahal, itu kesempatan bagus untuk Velina bisa pergi dari tempat ini.
Asistent Gun juga berkata jika Velina tidak berusaha untuk pergi. Wanita itu tetap duduk tenang menunggunya.
"Kenapa menatapku terus seperti itu?" Lama-lama Velina jadi risih. Diego menatapnya seolah tanpa berkedip.
"Maksudmu apa? Aku hanya menatapmu, apa itu salah?" Sanggah Diego, ia membuka mulutnya untuk menerima suapan terakhirnya. Satu mangkuk bubur tanpa terasa telah habis di lahapnya.
"Apa kau mulai tertarik padaku?" Velina pikir dirinya gila karena melontarkan pertanyaan semenggelikan itu. Ia meyakinkan dirinya jika ini hanyalah trik untuk merayu. Tidak lebih. Walau ini sama sekali bukan dirinya, tapi ia terpaksa melakukannya.
"Aku? Tertarik padamu?" Diego tersenyum miring dan berkata dengan nada penuh sindiran, "jangan harap!"
Tangan Velina terkepal menahan emosi. Pria ini sangat angkuh dan arogan. Padahal pria ini baru saja menjamahnya.
Sialan!
"Tapi lama-lama kau pasti akan tertarik padaku, benar kan?" Velina sebenarnya tidak suka bicara dengan nada manja dan menggoda seperti itu, tapi demi menghadapi manusia angkuh satu ini. Dia harus menjadi seseorang yang bukan dirinya.
"Hei... Belum genap satu hari di sini, apa kau sudah salah minum obat?" Alis Diego bertaut sedikit heran. Pasalnya wanita ini sangat berbeda saat pertama kali ia melihatnya.
"Kau benar, aku salah minum obat, ini semua karena pesonamu, juga sentuhanmu, kau membuatku sangat mabuk kepayang." Ujar Velina lagi dengan nada menggoda. Ini membuatnya terlihat bodoh. Batinnya.
"Kapan aku menyentuhmu?"
"Kau tidak ingat?" Velina balik bertanya. Benar, pria itu sedang tidak sadarkan diri, yang Diego ingat adalah wanita yang ada dalam tidurnya-Aren. Kenapa mendengar itu dirinya jadi sedikit jengkel?
"Tidak apa-apa jika kau tidak ingat." Velina pura-pura menunduk sedih.
"Jika aku menyentuhmu, itu wajar, kau kan sudah menandatangani surat perjanjian untuk jadi wanitaku. Tapi bukan wanita yang akan memiliki hatiku. Lebih baik kau cam kan itu, agar kau tidak berharap lebih!" Ujar Diego dingin.
Meski merasa sakit karena di rendahkan, Velina tetap mengulas senyum semanis madu. "Akan ku ingat, Tuan. Mendapat sentuhan darimu saja aku sudah cukup bahagia." Ucap Velina sembari mengangguk hormat.
Apa wanita ini sudah benar-benar gila?
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments