Farel menelan ludah kasar. Sejak awal dia memang tak berniat menceritakan prihal pernikahannya dengan Luna pada Velina. Kerena menurutnya pernikahan itu hanyalah sebuah perjanjian di atas kertas, Farel tidak pernah mencintai Luna, dan sebentar lagi pernikahan mereka akan berakhir.
"Velina, aku mohon jangan salah paham dulu, aku bisa jelaskan semua ini, tapi aku mohon jangan putuskan hubungan kita," mohon Farel sembari mencoba kembali ingin menerobos masuk ke dalam kosan, namun Velina dengan sigap mendorongnya dan dengan cepat menutup dan mengunci pintunya kembali.
Dor... dor ... dor...
"Velina, aku mohon, jangan begini, aku bisa jelaskan semuanya, tolong beri aku kesempatan!" Teriak Farel sembari menggedor-gedor pintu kosan Velina.
Wanita itu membekap mulutnya menahan tangis. Sebenarnya dia tidak ingin melakukan ini pada Farel. Tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak ingin berurusan lagi dengan pria iblis yang menodai kesuciannya.
"Ku mohon, pergilah, hubungan kita sudah berakhir, dan kau harus menerimanya." Ujar Velina dari dalam kamarnya.
"Tidak... Tidak! Aku tidak mau. Aku hanya mencintaimu dan aku tidak mau berpisah denganmu, aku ingin menikah denganmu."
Pria itu tampak frustasi di luar sana, sedangkan Velina menatapi cincin pemberian Farel yang melingkar di jari manisnya.
"Apa ini?"
"Cincin,"
"Ya... aku tahu, untuk apa kau memberikannya padaku?"
"Aku sedang melamar mu, sayang. Apakah kau mau menikah denganku?" Farel segera berlutut di hadapan Velina selayaknya yang ada di film-film romantis kesukaannya. Dan Velina tidak menyangka akan mengalaminya.
Velina hanya mengangguk karena tak dapat berkata apa-apa, dia begitu terharu saat Farel menyematkan cincin itu jari manisnya.
"Kau suka?"
"Tentu."
Kilasan kejadian beberapa hari yang lalu kembali membayang di benaknya, Velina pikir mimpi indahnya akan jadi kenyataan. Tapi nyatanya jalinan cintanya dengan Farel hanya menjadi petaka baginya.
Pertemuannya dengan pria ibils hari ini telah menjadi awal menuju mimpi buruknya.
Velina melepaskan cincin bertahta berlian itu dari jari manisnya. Mimpinya telah berakhir, bersama cintanya yang juga harus berakhir. Mulai saat ini dia akan menjadi wanita dingin yang tidak akan pernah mengenal cinta.
Baginya cinta hanya akan menjadikannya lemah, dan dia ingin pria iblis itu merasakan luka yang sama dengannya.
***
Velina memutuskan untuk Resign dari perusahaan Farel. Hari ini dia mencoba menegakkan kepalanya untuk mendatangi kantor tersebut dan mengantarkan surat resignt-nya sendiri pada Farel.
"Aku senang kau datang," Mata Farel berbinar ketika melihat Velina memasuki ruangannya. Dia pikir wanita itu akan berubah pikiran, tapi ternyata salah.
Velina meletakkan amplop berisi surat pengunduran dirinya di atas meja Farel. "Mulai hari ini aku tidak akan bekerja di sini lagi. Selamat tinggal." Ujar Velina dingin. Lalu bergegas kembali melangkah keluar, namun langkahnya terpaksa terhenti saat Farel menarik lengannya.
"Kenapa kau jadi seperti ini?" Wajah Farel memelas.
Velina berusaha menghindari kontak mata dengan pria itu, dia tidak ingin hatinya kembali goyah dan lemah. Tekadnya sudah bulat, dia tidak ingin menerima cinta siapapun, termasuk pria ini.
"Lepaskan!" Velina mengibaskan tangan Farel yang masih menempel di lengannya, "kau ingat? Hubungan kita sudah berakhir. Dan aku harap kau bisa menghormati keputusanku."
"Tidak bisa, aku tidak mau putus darimu!" Farel kembali mencengkram lengan Velina. Kali ini sedikit lebih kuat hingga wanita itu kesulitan untuk melepasnya.
"Lepaskan aku!"
"Tidak akan!"
"Lepas!!" Velina masih berusaha memberontak. Namun Farel malah mencengkram kedua tangannya dan mendekatkannya tubuh Velina ke arahnya.
"Tidak akan, aku yakin kau masih mencintaiku, iya kan?" Farel bicara tepat di depan wajah Velina. Hingga Velina bisa merasakan hembusan napas pria itu yang menerpa wajahnya.
"Katakan, kau tidak mencintaiku, baru aku akan melepasmu." Farel membuat pilihan. Dia sangat yakin jika wanita di hadapannya itu tidak akan berani mengatakan hal itu.
"Aku... tidak... mencintaimu, Farel..."
"Apa?" Farel seperti tidak mempercayai pendengarannya sendiri, tubuhnya seketika terasa lunglai dan pegangan tangannya pada Velina merenggang.
Velina menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan diri dan segera berlari meninggalkan ruangan.
"Maafkan aku Farel..."
Gumamnya lirih sambil terus berjalan cepat menyusuri loby. Velina merasa dirinya telah mengambil keputusan yang tepat. Tapi masalahnya sekarang, dia akan bekerja dimana lagi?
Di tengah sulitnya persaingan mencari pekerjaan, dia malah melepaskan posisinya yang sekarang. Padahal tidak mudah baginya untuk menjadi seorang sekretaris. Butuh waktu tidak sebentar untuk menduduki jabatan itu. Sekarang dia malah resmi menjadi seorang pengangguran.
Velina harus mencari pekerjaan baru lagi jika tidak ingin berakhir di jalanan.
Uang tabungannya sudah mulai menipis, hanya bisa membuatnya bertahan selama dua atau tiga bulan saja. Mungkin Velina harus berpikir untuk pindah tempat kos yang lebih murah agar bisa lebih berhemat.
Siang itu juga Velina mengemasi barang-barangnya untuk di bawanya ke tempat kos yang baru.
Saat dia mulai menyusuri sebuah gang sepi, dia merasa ada orang yang membuntutinya. Velina mempercepat langkahnya, tapi para pria berbaju hitam itu masih terus mengikutinya. Akhirnya Velina mengambil langkah kaki seribu.
Ayo, kejar aku kalau bisa!
Setelah lama berlari, Velina merasa seolah kehabisan tenaga. Sedangkan para pria berbaju hitam itu semakin dekat.
D saat yang bersamaan, seseorang menarik tangannya dan membekap mulutnya di detik-detik terakhir. Pria itu membawanya ke dalam mobilnya yang terparkir tak jauh di sisi jalan. Mendengar sekelompok orang itu kehilangan jejak, pria itu membuka bekapan tangannya. Velina menghela napas lega.
"Terimakasih," ucap Velina bersungguh-sungguh tanpa memperhatikan wajah si penolongnya.
Setelah seperkian detik berlalu, barulah Velina menyadari, jika pria yang ada di hadapannya itu adalah pria iblis yang dengan sengaja merenggut harga dirinya kemarin.
"Kau!"
Terlambat untuk terkejut dan melarikan diri. Pria itu sudah lebih dulu menyuruh sopirnya untuk melajukan mobilnya.
"Bedebah!"
"Dasar pria iblis!"
"Turunkan aku sekarang juga!"
Teriak Velina yang tidak bisa tenang sama sekali.
Diego menghela napas lelah, kemudian mengeluarkan sebuah sapu tangan dari saku jasnya dan kembali membekap mulut Velina lagi dengan sapu tangan tersebut.
Perlahan, gerakan Velina melemah dan dia mulai tak sadarkan diri. Pria itu telah membiusnya.
"Antar aku ke vila sekarang." Titah Diego pada sang sopir.
"Baik, tuan!"
Tak lama kemudian, mobil yang mereka tumpangi sampai di sebuah vila besar tempat kemarin Diego merenggut paksa keperwanan gadis itu.
Diego tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Velina. Gadis itu tadi di kejar segerombolan pria berbaju hitam-hitam. Tidak tahu siapa, Diego tak ingin lanjut memikirkannya.
Sudut bibirnya tertarik ke atas menatapi Velina yang kini ada di gendongannya. Diego menggendong Velina dari mobil menuju salah satu kamar dalam Vila.
"Istirahatlah dengan tenang di sini?" Diego meletakkan tubuh gadis itu di atas ranjang dan menyelimutinya. Kali ini dia tidak berniat untuk menyentuhnya.
"Beri dia makanan dan pakaian baru saat dia sudah sadar nanti," titah Diego kepada para maid yang bekerja di vilanya.
"Baik, Tuan."
Para maid itu saling menatap bingung selepas kepergian tuannya. Karena tidak biasanya tuannya itu tersenyum senang seperti hari ini.
Biasanya, wanita-wanita yang di bawanya ke vila ini adalah wanita penghibur. Yang hanya di gunakan jasanya untuk menuntaskan hasrat majikannya itu.
Tapi sepertinya, wanita kali ini berbeda. Hingga mampu membuat senyuman bahagia terukir di bibir seorang Diego Michael.
"Apa Tuan kita sedang sakit?" Celetuk salah satu dari mereka para maid.
"Atau mungkin Tuan sedang salah minum obat?" Celetuk yang lain, dan tawa mereka hampir pecah namun mereka berusaha menahannya.
"Astaga... jangan sampai asistent Gun tahu kita sedang membicarakan tuan muda, bisa habis kita."
"Kau benar,"
"Lebih baik kita bekerja, dan lanjut bergosip di kamar kita saja nanti."
"Ide bagus."
Para maid itu pun segera membubarkan diri sebelum aksi mereka membicarakan tuan mudanya di ketahui oleh Asistent Gun.
Asisten Gun adalah kepala pelayan paling senior di vila ini. Wanita paruh baya itu cukup dekat dengan Diego. Karena Asisten Gun merupakan pengasuhnya sejak kecil, bahkan saat orang tua Diego masih ada. Diego juga sudah menganggap Asisten Gun seperti keluarganya sendiri.
Sedangkan di kamar, perlahan Velina membuka matanya, dia merasa terkejut saat sudah berada dalam ruangan yang tidak asing lagi baginya. "Tempat ini...."
Velina juga segera memeriksa pakaiannya, masih utuh melekat di tubuhnya, dia pun menghela napas lega.
Tapi jantungnya kembali di uji dengan suara pintu yang di buka tiba-tiba. Velina menduga itu pasti pria iblis yang kemarin. Mau apa lagi dia?
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments