Direktur Yang Dingin

Area perkantoran yang ramai seperti biasa. Para pegawai telah sibuk mengerjakan pekerjaannya masing-masing di mejanya. Namun, ada seorang gadis cantik begitu asyik memulas make-up di wajahnya.

Ia melirik, melihat seorang pria tengah lewat di depannya. "Feri!" serunya memanggil pria itu.

Feri mendecak, terpaksa berhenti dan berbalik, padahal tadi ia sudah mempercepat langkahnya untuk menghindari gadis itu.

"Iya, ada apa?" tanyanya, terpaksa sopan, ketika sampai di meja gadis itu.

"Tuh berkas mau diantarkan ke ruangan bos, 'kan?" tanya gadis itu, melirik map biru yang dipegang Feri. "Aku yang antarkan, ya?"

Huh, pasti mau modus dekati si bos. Bukannya semua orang sudah tahu bahwa bos mereka itu sudah memiliki calon tunangan? Tidak, Feri tidak akan membiarkannya.

"Nggak, biar aku aja."

Baru saja Feri selangkah pergi, gadis itu buru-buru beranjak mengejarnya sembari berseru, "Feri, tunggu dulu! Kok kamu gitu sih? Aku kan cuma mau bantuin kamu aja. Kamu lagi banyak kerjaan, 'kan? Pekerjaan receh kayak gini biar aku yang lakukan," bujuknya sambil berusaha meraih berkas yang ada di tangan Feri.

Feri melirik tangan itu, dan buru-buru menjauhkan berkasnya seraya menukas, "Emangnya kamu lagi nggak ada kerjaan?"

Gadis itu langsung menyahut, "Nggak, pekerjaan aku udah beres kok."

Ternyata, beberapa karyawan yang bekerja di dekat meja gadis itu mendengar percakapannya dengan Feri. Lalu, seorang gadis berkacamata berceletuk:

"Cin, data yang kemarin aku suruh revisi udah selesai kamu kerjain?"

Gadis yang bernama Cindy itu terhenyak, sementara Feri dan karyawan lainnya diam-diam tersenyum geli. Perlahan, ia melirik, lalu berpura-pura belagak pilon sambil kembali duduk ke tempatnya.

"Oh, iya! Saya lupa. Ya, saya akan segera kerjakan," katanya menahan kesal, memutar tubuhnya ke arah layar komputer dan berpura- pura mengetik di atas papan keyboard.

Akhirnya, terbebas juga dari wanita itu. Feri bisa tenang pergi ke ruangan direktur, terbebas dari omelan bosnya karena pernah membiarkan Cindy menggodanya dengan modus seperti tadi.

Sesampainya di depan kantor, Feri mengetuk pintunya dan berseru, "Pak, ini saya Feri."

"Silakan masuk!" sahut seseorang di dalam ruangan.

Masuklah Feri ke dalam ruangan, menghampiri meja kerja seorang pria berparas rupawan dengan kulit putih khas Asia Timur, dan mata sipitnya yang tajam tapi mempesona.

"Pak, ini proposal dari PT Simera, yang ingin mengajukan kerja samanya dengan kita," kata Feri, meletakkan berkas itu di atas mejanya.

Sang direktur tampan sedang sibuk menulis sesuatu di atas sebuah berkas, hanya mendengarkan Feri, lalu berkata dengan nada datar, "Letakkan saja, nanti saya baca."

"Baik, Pak."

Ponsel yang ada di meja direktur berdering, Feri pun melirik. Namun, bosnya tak mengindahkannya, hanya melirik sekejab.

Feri mengernyit, bertanya-tanya dalam hati: "Kenapa teleponnya tidak diangkat?"

Menyadari Feri masih belum beranjak dari tempatnya, pria itu menoleh padanya dengan tatapan menusuk. "Ada apa lagi? Kenapa masih di sini?"

Mendapati tatapan seperti itu, Feri terhenyak. "Maaf, Pak. Saya permisi." Ia bergegas pergi terbirit-birit dari tempat itu.

Bertepatan dengan pintu tertutup, suara dering ponsel berhenti. Pria itu melirik sekejab ke arah ponselnya, lalu kembali tenang melanjutkan pekerjaannya.

Sayangnya, ketenangan itu hanya sementara karena ponsel kembali berdering. Secepat kilat, pria itu menyambar ponselnya, lalu melemparkannya ke pintu yang sedang dibuka dari luar oleh seseorang.

Untungnya, belum sempat ponsel itu membentur pintu, karena seseorang yang masuk ke dalam ruangannya dengan spontan menangkapnya.

"Aduh, gila! Hampir aja kenapa jidat aku," seru pria itu, setengah berseloroh, setengah gugup.

Dia adalah Kenan, sahabat dari pria itu. Berbeda dengannya, Kenan tipe pria murah senyum dan santai, tapi serius jika sedang bekerja.

"Kok dibuang?" tanya Kenan seraya menghampiri meja pria itu dan melihat layar ponsel itu. Setelah melihat nama penelepon, Kenan mengerti dan tersenyum. "Oh, dari Nina."

Kenan menghela napas, duduk di kursi yang ada di depan meja kerja sang direktur. Ponsel itu diletakkan di meja, lalu ia berkata, "Berantem, putus, balik lagi. Huh! Apa nggak capek?"

Sindiran yang membuat telinga pria itu panas. Namun, dia bersikap acuh tak acuh, terus menulis, seakan tak merasa apa pun.

"Ada urusan apa ke sini?" tanyanya dingin.

"Pengin jenguk sahabat tersayang dan mengajak kamu makan siang," jawab Kenan.

Pria itu diam saja sejenak, jemarinya berhenti menulis. Pena berujung runcing itu diletakkan di sebuah kotak yang berisi banyak alat tulis. "Udah cukur, tuh, jenggot? Aku tidak berselera makan karena melihat jenggotmu itu."

Kenan tertawa kecil, bahkan sengaja mengelus bulu-bulu halus yang tumbuh di sekita pipi dan dagunya. "Tapi, aku tampan kalau pakai ini."

"Kau mirip pria Arab yang suka wara-wiri di TV. Hanya tinggal pakai gamis dan sorban saja," komentar pria bernama Logan itu, tajam.

Alih-alih tersinggung, Kenan justru tertDireawa keras. "Ya! Aku sempat berpikir untuk jadi ulama nanti."

Selalu saja menyahutinya dengan ucapan ngaco. Logan malas menimpali. "Kau makan saja sendiri, aku masih sibuk."

"Sibuk galau?" sindir Kenan. Tentu saja, ia tak percaya pada alasan kosong itu.

Logan menoleh, melemparkan tatapan tajam dan garang seperti elang pemangsa. Namun, hal itu tidak mempan bagi Kenan. Pria itu justru menanggapinya dengan santai.

"Ah, baiklah! Baiklah!" gumam Kenan, dengan terpaksa beranjak dari kursinya. "Aku pergi. Tapi, jangan lupa makan siang, ya?"

Tidak ada reaksi dari Logan, selain menatap Kenan sampai sosoknya menghilang di balik pintu. Setelah itu, Logan menghela tubuhnya pada punggung kursi, bersandar sambil memijat keningnya.

Klik! Notifikasi pesan masuk membuatnya melirik sejenak. Namun, ia memilih mengabaikan, dan malah memejamkan mata.

🍀

Pipi Anna menggembung, lalu menghela udara yang terperangkap di dalamnya. Ia duduk di sofa yang ada di ruang tamu, menunduk sambil memainkan jemarinya. Di hadapannya, mama dan ayah sedang duduk menatapnya. Sesekali, Anna melirik ke arah sang ibu yang alisnya tampak bertaut tajam.

Sebentar lagi, di malam ini, keganasan mamanya akan terlihat. Dan sasarannya adalah Anna, yang membuat masalah dengan rencananya pada Adam waktu itu.

Pertanyaan dimulai oleh ayah, dengan penuh kesabaran. "Anna, benar kamu sudah tidak perawan?"

Anna mendongak. "Aku masih 100% perawan kok," sahutnya cepat.

"Terus, kenapa kamu bilang kalau kamu sudah tidak perawan sama Adam?" Mama menimpali kemudian, tak dapat menahan amarah.

Dasar cowok rese! Gerutu Anna di dalam hati, gusar, sambil melirik ke arah lain. "Aku cuma mengetes dia aja kok, Ma," jawabnya setelah itu.

"TES?!" seru mama, matanya menyalang tajam, membuat Anna terhenyak. "Kamu pikir, Adam sedang mengikuti ujian PNS, sampai kamu uji begitu?"

"Anggap aja begitu," sahut Anna menaikkan kedua bahunya, bicaranya enteng. "Ma, untuk mendapatkan seorang suami yang berkualitas, tentu ada tesnya. Ya, termasuk yang tadi itu. Apakah Adam akan terus cinta sama Anna, kalau Anna udah nggak perawan?"

Jawaban yang malah membuat kemarahan mamanya semakin dobel. "Tes macam apa itu? Pantas aja semua orang yang tante kamu kenalkan pada menyerah. Kamu malah bilang begitu ke mereka?"

"Iya," jawab Anna disertai anggukkan. "Ya, aku lihat ... semua cowok cuma lihat kecantikan aku aja, aku nggak pernah lihat ketulusan mereka."

Ayah menepuk keningnya, mama menghela napas, sedangkan Tasya menatap kakaknya dengan heran.

"Iya, tapi nama kamu jadi tercemar karena tindakan kamu," kata ayah.

Lebih tepatnya nama keluarga Anna. Cowok sialan itu buat Anna susah!

"Ayah tenang aja," kata Anna, tatapannya berubah misterius. "Anna akan urus semuanya."

🍀

Cinta itu berat. Kalau sudah sakit hati, maka sulit dilupakan. Kata orang, rokok dan alkohol obat terbaik untuk menghilangkan sejenak semua beban di hati. Maka, itulah yang dilakukan oleh pria itu.

Logan menghisap dalam-dalam rokoknya, lalu menghela asapnya di dalam ruangan yang jendelanya dibiarkan terbuka. Ia melamun, lalu menoleh pada bingkai foto yang ia telungkupkan di atas meja.

"Lima tahun aku mencintainya. Apa dia tidak bisa mengalah sedikit buat aku?" ratapnya, menatap ke langit-langit ruangan sambil termenung.

Sebatang demi sebatang rokok telah habis dihisapnya, menyisakan bungkusan yang kemudian dibuangnya ke tempat sampah. Beberapa saat kemudian, ia beranjak dari kursi, berjalan keluar dari ruangan menuju dapur.

Ting-tong.

Ia berhenti melangkah karena mendengar suara itu dari arah pintu masuk rumah. Entah siapa yang bertamu malam-malam begini ke rumahnya. Namun, ia tetap membukakan pintunya.

Seorang gadis tersenyum getir muncul dari balik pintu yang dibukanya. Ekspresi Logan mendadak dingin.

"Logan, boleh kita bicara?" pinta gadis itu, suaranya agak pelan.

"Apa kamu nggak tahu malu? Kita sudah putus," kata Logan, sebisa mungkin menahan rasa geramnya.

Gadis itu langsung meraih tangan Logan, memasang wajah memelas dan mulai terisak. "Please, Logan. Beri aku kesempatan. Aku mau menikah sama kamu."

Logan memiringkan kepala, senyum sinis terkembang kemudian. "Kenapa tiba-tiba berubah pikiran begini? Apa urat malu kamu sudah putus?"

Ia tahu Logan sangat sinis pada orang lain, tapi tak pernah padanya. Gadis itu mendelik mendengarnya, seolah-olah dikejutkan oleh rasa sakit yang menghantam dadanya.

"Logan. Terserah kamu mau mengatakan apa pun," balasnya terisak. "Tapi, aku ingin mempertahankan hubungan kita karena aku mencintaimu."

Mungkin, Logan pria yang paling lemah. Kata "cinta" menyihir hatinya menjadi luluh. Ekspresinya tak lagi dingin. Jujur, ia juga masih mencintai gadis itu.

"Nina," katanya, setelah menghela napas panjang. "Kamu yang menolakku. Kamu bilang, kamu masih ingin melanjutkan karier sebagai pianis."

"Maaf, Logan," tukas Nina, semakin terisak. "Aku sudah berpikir soal ucapanmu waktu itu. Dan menurutku itu memang benar. Pernikahan kita tidak akan mempengaruhi karierku. Aku menyukai piano dan musik klasik, tapi aku lebih mencintaimu dan tak ingin kehilanganmu."

Logan mengernyit, mulai ragu. Dan di saat itulah, Nina memanfaatkannya dengan menggenggam erat tangan pria itu, menatapnya dengan lembut dan membelai pipinya.

"Aku janji, ini terakhir kalinya aku mengecewakanmu," ucapnya lirih.

Cinta ini masih menggebu. Senyuman Nina menghempaskan keraguannya untuk menerima permintaan maaf Nina. Ia mengangguk, lalu berkata, "Baiklah. Kita balikkan."

Sangking senangnya, Nina memeluk Logan yang awalnya terkejut, lalu merasa bahagia, sama halnya seperti Nina.

"Logan, kamu merokok, ya?" tanya Nina, setelah melepaskan pelukan dan mengendus aroma tembakau dari helaan napas Logan. Nina tersenyum simpul. "Ya, sudah tidak apa-apa. Tapi ini terakhir kali, ya. Aku tidak mau kamu merokok lagi."

Logan mengangguk, tersenyum. Kemudian, lengannya mendekap bahu Nina, akan mengajaknya ke dalam rumah.

"Yuk, masuk...."

Pria itu berhenti dan tertegun, begitu melihat leher putih Nina tanpa dihiasi apa pun. "Nina, mana kalung kamu?" tanyanya.

"Ah!" Nina sontak memegang lehernya. "Iya, maaf. Waktu itu kalungnya hilang. Aku tidak tahu hilang di mana," jawabnya, lalu memasang wajah memelas. "Maaf, ya, Sayang."

Logan menghela napas. Masalahnya, ini bukan soal harga, tapi kalung itu sangat berarti bagi hubungannya dengan Nina. Sebuah hadiah pertama yang diberikan Logan, ketika mereka mulai menjalin kasih.

"Sudahlah. Yang hilang, biarkan saja hilang. Nanti, akan aku belikan yang baru," kata Logan.

"Nggak usahlah, Sayang. Mending, kamu beliin aku cincin," kata Nina, lemah lembut dan penuh perhatian sambil mengamit lengan Logan. "Dua minggu lagi, aku mau ke Inggris untuk mulai latihan lomba. Aku berpikir, bagaimana kalau kita tunangan sebelum aku pergi ke London?"[]

Episodes
1 Kencan Buta
2 Kalung Rubi
3 Direktur Yang Dingin
4 Interview Yang Kacau
5 Tatapan Yang mendebarkan
6 Savage
7 Runaway With My Boss
8 Pegawai baru yang menarik perhatian
9 Aku ingin jadi Imammu
10 I Will engage
11 Malam itu....
12 Setelah malam itu
13 Dia lagi
14 Salah Tuduh
15 Salah tuduh 2
16 Sepercik Kehangatan
17 Hampir ketahuan
18 Salah Paham
19 Tidak Mungkin!
20 Kenapa aku....
21 Tertangkap!
22 Jatuh ke tangan Nina
23 Tanda-tanda
24 Bagaimana Cara Mengatakannya?
25 Aku Harus mengatakannya
26 Perselisihan antara Logan dan Kenan
27 Campur tangan ayahnya Logan
28 Bertemu Dengan Calon Ibu Mertua
29 Melamar?
30 Pergi Berdua
31 Demi Debay
32 Harus aku akui, dia memang cantik!
33 Hari itu tiba
34 Pranikah
35 Tidur terpisah? Masa bodo!
36 Honeymoon?
37 Tiba-tiba seranjang
38 Loh, kok?
39 Cemas
40 Tidakkah kau tahu, aku sangat mencemaskanmu!
41 Hari yang baik untuk melihat senyumanmu
42 Jangan Dekati Istriku!
43 Stay With Me
44 Untuk pengikutku di FB (Miraicle Dewi)
45 Aku berharap bisa terus bertahan
46 You Rise Me Up
47 Selamat Tinggal, Ma
48 Tuas romantis dinyalakan
49 Sepasang mantan kekasih
50 (Bukan) Akting
51 (Bukan) akting 2
52 Tsundere
53 Menginap
54 Seminggu berlalu
55 Sebersit masa lalu yang pahit
56 Sebentuk Perhatian
57 Dekaplah, agar kau merasa lebih baik
58 Pelik
59 Aku Harus Rela
60 Pria Yang asing di mataku
61 Ya Sudah
62 Situasi Yang Tak Bisa Dielak
63 Kejutan
64 Alasan Di balik Semua Ini
65 Ada Apa Sih Dengan Pria itu?
66 Sebenarnya Aku menginginkanmu
67 Malam Kedua
68 Honeymoon Kedua
69 Terjerat
70 Terjerat 2
71 Hati Yang Kau Sakiti
72 Hancur
73 Tidak Ada Kata Perceraian
74 Terpaksa Berbohong
75 Kenyataan Yang Harus Diterima
76 Akan Kubawa kembali dirimu
77 Tak Peduli bagaimanapun dia, I stay Love You
78 Pengumuman Season 2
79 Seasson 2 - Nouvel amour
80 Irremplaçable
81 Bleu
82 Niat Cerai
83 Calm Before Strom
84 Over A Barrel
85 Semu
86 Syarat Yang Tak Mudah
87 Pilihlah Aku, Sayang
88 Datang lagi yang lain
89 Harapan Besar Mama
90 Yu ar Everiting
91 Anna vs Nina
92 Disaster
93 Lebih Baik Begini
94 Perpisahan yang Tak Pantas
95 Menyakiti Dua Pria
96 Aku (tidak) Mencintaimu
97 Aku Bukan Rumahmu Lagi
98 Melamar
99 Yang Bahagia dan Yang Sedih
100 Pergi Tanpa Kembali?
101 Klarifikasi!
102 Pengumuman season 3
103 Seri 3: Kehidupan Baru di Seoul?
104 Woojin = Logan?
105 Red flag
106 Akhirnya....
107 Jarak Yang Ingin diputuskan
108 PDKT atau ...?
109 Geuliwohada? Jeongmal?
110 Ayah Kandung Logan?
111 Jika kamu jadi dia?
112 Apa yang Salah Denganku?
113 Pelukan Ungkapan Perasaan
114 Logan Mulai Bertindak
115 Aku Sudah Tidak Tahan!
116 Kau Masih Istriku
117 Rindu yang Menggairahkan
118 Bagaimana dengan Aku?
119 Kebenaran Akan Terungkap
120 Operasi Menangkap Diana
121 Apakah ini Akhir?
122 Permintaan Pertama
123 ONLY ONE?
124 Permintaan kedua
125 Pilihan yang bahagia
126 Salam Perpisahan
Episodes

Updated 126 Episodes

1
Kencan Buta
2
Kalung Rubi
3
Direktur Yang Dingin
4
Interview Yang Kacau
5
Tatapan Yang mendebarkan
6
Savage
7
Runaway With My Boss
8
Pegawai baru yang menarik perhatian
9
Aku ingin jadi Imammu
10
I Will engage
11
Malam itu....
12
Setelah malam itu
13
Dia lagi
14
Salah Tuduh
15
Salah tuduh 2
16
Sepercik Kehangatan
17
Hampir ketahuan
18
Salah Paham
19
Tidak Mungkin!
20
Kenapa aku....
21
Tertangkap!
22
Jatuh ke tangan Nina
23
Tanda-tanda
24
Bagaimana Cara Mengatakannya?
25
Aku Harus mengatakannya
26
Perselisihan antara Logan dan Kenan
27
Campur tangan ayahnya Logan
28
Bertemu Dengan Calon Ibu Mertua
29
Melamar?
30
Pergi Berdua
31
Demi Debay
32
Harus aku akui, dia memang cantik!
33
Hari itu tiba
34
Pranikah
35
Tidur terpisah? Masa bodo!
36
Honeymoon?
37
Tiba-tiba seranjang
38
Loh, kok?
39
Cemas
40
Tidakkah kau tahu, aku sangat mencemaskanmu!
41
Hari yang baik untuk melihat senyumanmu
42
Jangan Dekati Istriku!
43
Stay With Me
44
Untuk pengikutku di FB (Miraicle Dewi)
45
Aku berharap bisa terus bertahan
46
You Rise Me Up
47
Selamat Tinggal, Ma
48
Tuas romantis dinyalakan
49
Sepasang mantan kekasih
50
(Bukan) Akting
51
(Bukan) akting 2
52
Tsundere
53
Menginap
54
Seminggu berlalu
55
Sebersit masa lalu yang pahit
56
Sebentuk Perhatian
57
Dekaplah, agar kau merasa lebih baik
58
Pelik
59
Aku Harus Rela
60
Pria Yang asing di mataku
61
Ya Sudah
62
Situasi Yang Tak Bisa Dielak
63
Kejutan
64
Alasan Di balik Semua Ini
65
Ada Apa Sih Dengan Pria itu?
66
Sebenarnya Aku menginginkanmu
67
Malam Kedua
68
Honeymoon Kedua
69
Terjerat
70
Terjerat 2
71
Hati Yang Kau Sakiti
72
Hancur
73
Tidak Ada Kata Perceraian
74
Terpaksa Berbohong
75
Kenyataan Yang Harus Diterima
76
Akan Kubawa kembali dirimu
77
Tak Peduli bagaimanapun dia, I stay Love You
78
Pengumuman Season 2
79
Seasson 2 - Nouvel amour
80
Irremplaçable
81
Bleu
82
Niat Cerai
83
Calm Before Strom
84
Over A Barrel
85
Semu
86
Syarat Yang Tak Mudah
87
Pilihlah Aku, Sayang
88
Datang lagi yang lain
89
Harapan Besar Mama
90
Yu ar Everiting
91
Anna vs Nina
92
Disaster
93
Lebih Baik Begini
94
Perpisahan yang Tak Pantas
95
Menyakiti Dua Pria
96
Aku (tidak) Mencintaimu
97
Aku Bukan Rumahmu Lagi
98
Melamar
99
Yang Bahagia dan Yang Sedih
100
Pergi Tanpa Kembali?
101
Klarifikasi!
102
Pengumuman season 3
103
Seri 3: Kehidupan Baru di Seoul?
104
Woojin = Logan?
105
Red flag
106
Akhirnya....
107
Jarak Yang Ingin diputuskan
108
PDKT atau ...?
109
Geuliwohada? Jeongmal?
110
Ayah Kandung Logan?
111
Jika kamu jadi dia?
112
Apa yang Salah Denganku?
113
Pelukan Ungkapan Perasaan
114
Logan Mulai Bertindak
115
Aku Sudah Tidak Tahan!
116
Kau Masih Istriku
117
Rindu yang Menggairahkan
118
Bagaimana dengan Aku?
119
Kebenaran Akan Terungkap
120
Operasi Menangkap Diana
121
Apakah ini Akhir?
122
Permintaan Pertama
123
ONLY ONE?
124
Permintaan kedua
125
Pilihan yang bahagia
126
Salam Perpisahan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!