Terpaksa Menikah Karena Hamil (Anna Dan Logan)
Anna menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, bergelung layaknya janin dalam rahim. Suhu tubuhnya mencapai 39° celcius, bisa dikatakan ia sedang demam dan flu.
Bukan karena tidak cocok dengan suhu di daerah Singapura, memang sejak tadi ia merasa demam. Namun, karena tak ingin mengecewakan seseorang, ia terpaksa datang dalam kondisi begini.
Tadi Yerin sudah memberinya parasetamol yang menyebabkan rasa kantuk. Makanya, ia meninggalkan pesta dan tidur di kamar yang disediakan di dalam kapal pesiar mewah ini, dengan riasan dan gaun yang masih terpasang di tubuhnya.
Dalam beberapa detik, ia langsung terlelap. Lalu, tak lama kemudian pintu kamarnya terbuka. Seseorang dengan langkah gontai masuk, kemudian menghampiri ranjang.
Anna tidak menyadarinya, bahkan mendengar derap langkah sepatu saja tidak. Dan kini, seseorang itu menghempaskan diri di ranjang, menghela napas sambil bergumam dan melonggarkan dasi.
"Panas ... panas...."
Aneh, pendingin udara dalam keadaan menyala, tetapi pria asing itu malah mengeluh kepanasan. Bahkan, dia sampai membuka seluruh pakaiannya dan membuangnya asal. Namun, rasa panas itu tidak reda, malah semakin menggila.
Sesaat kemudian, ia mendongak, melirik sosok wanita yang sedang membelakanginya dengan mata nanar. Bibirnya melengkungkan senyum, lalu perlahan merayap ke arah wanita itu dan mendekapnya.
"Sayang, kau di sini? Aku pikir kau tidak akan datang," bisik di telinga Anna yang masih terlelap.
Dengan lembut, pria itu menghelanya ke hadapannya. Ia mengelus pipi, menyibakkan rambut, menatap seluruh wajahnya lamat-lamat, hingga tatapan itu berhenti di bibir ranum Anna.
Detik-detik kemudian, bibir merah muda itu dikecup, mel*matnya dengan lembut bagai marshmalow yang manis. Pria itu mengubah posisinya, menindih tubuh Anna di atasnya, kemudian menciumnya lagi.
Anna merasakan hal yang ganjil. Entah ini mimpi atau bukan, tetapi ciuman itu rasanya nyata. Matanya dibuka perlahan, kemudian terbelalak begitu melihat seorang pria berada di atasnya.
Anna spontan memberontak, mendorong tubuh pria itu. Dalam cahaya remang, ia mencoba meraba rupa pria yang telah dalam keadaan tanpa busana itu.
"Siapa kau?" tanyanya menjerit geram sekaligus takut.
Pria itu tidak menjawab, malah tersenyum, lalu kembali mencium Anna. Tentu saja Anna memberontak, tetapi pria itu dengan cepat menyergap kedua tangannya.
Dasi biru yang ada di dekatnya, lantas diraih oleh pria itu. Kemudian, kedua tangan Anna diikat dan diletakkan di atas kepalanya.
"Lepaskan! Jangan!" jerit Anna lagi.
Pria itu kembali melakukan aksinya. Ciumannya kini mengarah pada leher gadis itu. Anna mendesis tetapi masih sempat menjerit dan meronta.
"Kurang ajar! Hentikan!"
Dalam keadaan seperti itu, pria asing itu sembari menurunkan resleting gaunnya, dan menyingkapkannya sampai ke perut. Lalu, ia membuka bra, dan melemparkannya ke lantai. Sebuah ciuman mendarat di dadanya, dengan sedikit remasan yang lembut yang membuat bibir Anna tanpa sadar mengeluarkan *******.
Tak berhenti di situ, tangan pria itu sibuk meraba seluruh tubuhnya, mencari area sensitif milik Anna. Gadis itu terkejut, kakinya bergerak gelisah, berusaha menghentikan perbuatan pria itu.
"Jangan! Saya mohon...."
Seberapa keras Anna menjerit, tidak ada satu pun yang mendengarnya. Sebab, semua orang sedang berada di dek kapal, menyaksikan kembang api yang menghiasi langit malam Singapura, yang dentumannya sangat kencang.
Anna tercengang mendengar dentuman itu, kemudian air mata putus asa mengalir di ujung matanya. Tak ada yang bisa menyelamatkannya, kini hanya pasrah.
Setelah puas menggerayangi tubuh Anna, gerakan pria itu terhenti sejenak. Anna merasakan kaki pria itu tengah melebarkan kedua kakinya, kemudian ia merasakan sebuah benda menghentak keras di area sensitifnya.
"Sakit...." Anna meringis.
Pria itu semakin kuat menghentakannya, tak peduli keluh kesakitan dan isak tangis Anna yang semakin jadi. Anna merasa tak sanggup lagi, rasanya ingin pingsan. Pria itu akhirnya berhasil merobek selaput daranya.
Hening sejenak, Anna dan pria itu saling mengatur napas. Darah keperawanan mengalir, Anna memejamkan matanya erat. Kesuciannya telah terenggut.
"Papa, Mama, maafkan aku," gumamnya dalam hati.
Selama 27 tahun, Anna menjaga mahkota kesuciannya dari para pria penggoda yang mencoba merenggutnya. Namun, pertahanannya goyah, dan pria ini yang mengambilnya.
Anna menyesal telah pergi ke sini, dan semua kebohongan yang pernah dilakukannya pada pria yang mencoba mendekatinya. Ia sangat menyesal, terutama pada orangtuanya.
Detik berikutnya berlalu, pria itu kembali menggerakkan tubuhnya. Perih dan sakit yang dirasakan ditahan oleh Anna, membiarkan pria itu menggaulinya sampai puas.
Namun, terkadang ia merasa khawatir. Walaupun baru pertama kalinya Anna berhubungan badan dengan pria itu, tetap saja ia takut kehamilan akan terjadi. Bukankah itu wajar? Apalagi, saat ini ia sedang mengalami masa subur.
...***...
Dua bulan sebelumnya
Mungkin terlambat 5 menit sudah biasa. Bagaimana kalau terlambat sampai 30 menit?
Anna melirik arlojinya, tersenyum setelah memarkirkan mobil sedan Ayla-nya di tempat parkir. Lalu, ia keluar, memeriksa penampilannya di kaca spion.
"Cantik," gumamnya sembari tersenyum.
Kaki mulus nan putihnya melangkah ke dalam restoran cepat saji yang cukup ramai pada malam Rabu ini. Ia berdiri sejenak di depan pintu, tersenyum sinis pada seorang pria yang sedang duduk di meja dekat jendela.
"Kasihan. Pasti udah nunggu lama," gumamnya, lantas kembali melangkahkan kakinya.
Ya, Anna akan bertemu dengan seseorang. Pria berpakaian cukup rapi dan cukup tampan dengan kemeja biru muda yang lengannya di gulung hampir mencapai siku, lalu dipadukan dengan celana bahan warna hitam.
"Lumayan," puji Anna dalam hati.
Melihat seorang wanita cantik berdiri di hadapannya, pria itu sontak berdiri. Ia membalas senyum Anna yang memesona, lalu mengulurkan tangan dengan gugup
"Anna, ya?"
"Iya. Kamu Adam?" tanya Anna, lalu menarik tangannya, setelah dirasa cukup berjabat tangannya dengan pria itu.
"Silakan duduk," kata pria itu sopan, mempersilakan Anna.
"Terima kasih," kata Anna sambil duduk. "Maaf, ya, aku terlambat."
Ketika mengucapkan hal itu, Anna bukan sekadar meletakkan tasnya, tetapi sambil melihat reaksi pria itu. Sepertinya, Adam tampak kurang senang, walaupun ditutupi dengan senyum paksanya.
"Nggak apa-apa," jawab Adam. "Hari ini, jalanan memang sedang macet, makanya kamu datang terlambat. Aku maklumin."
"Hari ini nggak macet kok," sahut Anna menyela cepat, nada bicaranya terdengar menjengkelkan. "Ya, tahulah. Perempuan itu harus tampil cantik, apalagi buat ketemu sama cowok. Makanya, kalau aku dandan agak lama sedikit."
Anna sudah menebak dari raut wajah pria itu. Ia benar-benar berhasil membuatnya jengkel! Ia yakin, pria itu pasti memaki-maki di dalam hati seperti ini:
"Perempuan macam apa yang membuatku menunggu lama hanya karena berdandan?"
Anna terkikik di dalam hati jika membayangkannya.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Adam berganti topik.
"Em ... aku lagi diet. Jadi, aku pesan ayam plus nasi 2, beef burger 3. Spaghetti kayaknya enak? Pesan 2. Minumannya cola dan lemon tea." Setelah mengatakan semua itu, Anna tersenyum simpul.
Adam melongo, tapi akhirnya beranjak dari tempatnya untuk memesan semua menu yang disebutkan oleh Anna.
"Itu yang disebut diet? Ini cewek atau raksasa sih?" gerutu pria itu ketika sudah jauh dari meja yang mereka tempati.
Anna menjalin jemarinya, lalu meletakkannya di atas meja. "Oke. Sekarang kita lihat, bagaimana reaksinya nanti?"
Hidangan sudah ada di meja, Anna tersenyum senang. Oke, ia mulai dari ayam plus nasi dulu! Ia langsung menyantapnya, sampai tak mengacuhkan pria yang sedang menatapnya dengan aneh.
"Eh, maaf. Kalau aku lagi makan, suka lupa situasi," kata Anna, menyeringai malu. "Ayo, dimakan dong makanannya."
Adam mengangguk tersenyum segan. "Eh, iya."
Tunggu, ini bukan acara makan-makan. Mereka sedang ingin melakukan PDKT. Tentunya, harus ada obrolan. Makanya, Adam memulai suatu pembicaraan selagi Anna makan.
"Kapan kamu sampai di Jakarta?"
Pertanyaan apa itu? gerutu Anna di dalam hati. Bukannya dia sudah tahu dari tante Asti? Oh, ia mengerti. Lagi mencoba akrab rupanya.
"Sudah seminggu," jawab Anna, lalu dengan sengaja menjilat tangannya. Dan yang lebih parah lagi, ia bersendawa, sehingga Adam mengernyit jijik. "Ups! Maaf, ya."
Adam tersenyum paksa. "Jadi, apakah kamu akan kerja lagi di sini?"
Ekspresi Anna dingin dalam beberapa detik, lalu tersenyum lagi. "Terpaksa. Sebenarnya, aku malas kerja lagi. Toh, perempuan kerjanya hanya di dapur, mengurus anak dan suami. Uang akan terus mengalir dari suamiku. Tinggal menegadahkan tangan seperti ini," lalu, ia mengulurkan telapak tangannya ke hadapan Adam, "aku tetap akan punya uang."
Anna menunduk, seolah sedang mengorek serpihan daging yang masih menempel di tulang ayam. Tapi, diam-diam sambil melirik pria itu.
Coba kita lihat, reaksi seperti apa yang ditunjukkan oleh Adam, setelah mengetahui bahwa wanita yang akan dinikahinya adalah seorang pemalas.
"Ya, memang seharusnya seorang istri begitu—fokus mengurusi suami dan anaknya. Ya, 'kan?" jawab Adam sambil tersenyum lebar.
Anna memiringkan kepala. Rupanya, Adam masih berupaya bertahan. Ia tahu arti senyuman itu. Sangat palsu! Ia yakin, Adam sebenarnya sudah cukup gerah dengannya.
Tidak apa. Mari kita coba tahap selanjutnya.
"Kan kamu udah tanya soal aku," kata Anna, menatap dengan wajah polosnya. "Sekarang, giliran aku yang tanya."
"Silakan. Apa yang mau kamu ketahui tentang aku?" ujar Adam.
Soal pekerjaan, pertanyaan yang biasa. Anna akan langsung to the point untuk mendapatkan jackpot yang diincarnya sejak tadi.
"Kenapa kamu mau dijodohkan sama aku?" tanyanya sambil meraih tisu, lalu mengelap tangannya. "Tampang kamu lumayan, umur juga nggak terlalu tua. Pasti bisa dong cari cewek yang pas dan kamu suka di luar sana? Ya, 'kan?"
Adam tidak perlu pikir panjang untuk menjawabnya. Seulas senyuman terkembang di bibir. "Karena aku ingin coba dulu."
Anna meminum lemon tea sambil mendengarkan, tatapannya berubah dingin seketika.
"Mencoba?" tanyanya sambil meletakkan gelas ke meja.
"Mamaku dengar dari Tante Asti, katanya kamu rajin, sukses, dan cantik."
"Oh, begitu?" timpal Anna, tersenyum sinis. "Tante Asti kalau cerita berlebihan banget."
Adam tertawa kecil.
"Terus, apalagi yang Tante Asti ceritakan tentang aku?"
"Em ..." Mata Adam melirik ke atas, berpikir. "Katanya kamu penurut, rajin shalat. Menurutku sempurna banget."
Pujian yang berlebihan, Bung! Bahkan Anna muak mendengarnya.
Anna terkekeh. "Tante Asti seharusnya kerja di bagian marketing—bisa aja promosiin aku kayak gitu. Padahal, aku nggak kayak gitu."
"Maksudnya?" tanya Adam, tertegun.
"Ya, aku ini sebenarnya pemalas," jawab Anna, agak berbisik. "Alim? Oh, tidak, tidak. Aku memang sering bawa mukena, tapi sesampainya di masjid, aku main HP. Habisnya, itu cara aku buat istirahat di jam kerja."
Ding dong! Sepertinya Adam syok sekali. Makin lebarlah senyuman Anna. Ayo, Adam. Seberapa kebal kamu dekat-dekat dengan perempuan tak sesempurna seperti yang kamu bayangkan?
Adam salah tingkah, sehingga bingung mau berkata apalagi. Dalam beberapa saat, entah mungkin sudah berapa banyak air yang diminumnya, ia terdiam. Anna berpikir, perlukah menyerangnya lagi?
"Anna," panggil Adam, membuat Anna memfokuskan pandangannya. "Kalau soal itu tidak masalah. Karena saya sudah suka sama kamu. Kamu pasti bakal berubah nantinya."
Sial! Apa harus pakai rencana selanjutnya? Jemari Anna disatukan membentuk kepalan yang sangat kuat. Tatapannya dingin, tapi sulit terbaca. Di dalam hati berkecambuk kemarahan yang diredam.
"Benar, kamu mau menerima aku apa adanya?" tanya Anna kemudian, bicaranya melunak.
"Iyalah," sahut Adam.
"Walaupun aku tua, jelek, keriput, mungkin juga gendut setelah melahirkan?"
Kali ini, Adam agak lama menjawab, lalu mengangguk ragu.
"Dan Walaupun aku sudah tidak perawan lagi?" tanya Anna, senyumannya berubah misterius.
Adam mendelik. "Tidak perawan lagi?" gumamnya terlihat syok.
"Iya. Sebenarnya, aku udah nggak perawan lagi," sahut Anna. "Aku pernah dengar dari seseorang: 'jika kamu cantik, manfaatkan kecantikan itu!' Aku sadar, aku cuma pegawai rendahan yang suka berfoya-foya. Jadi, aku memanfaatkan kecantikanku dengan menjadi simpanan bosku."
Adam melongo, ucapan Anna membungkamnya.
Anna menghela napas. "Tujuh puluh juta, tidak ada orang yang sanggup mengeluarkan mahar sebanyak itu. Makanya, aku merelakan tubuhku pada bosku agar mendapatkan uang itu."
"Dasar wanita murahan!" Anna menebak, ucapan itulah yang dikatakan dalam hati Adam. Bom yang dilemparkannya tepat mengenai Adam. Pria itu menunduk, mengernyit seperti sedang berpikir. Dia jadi salah tingkah, berpura-pura melirik arlojinya.
Tak perlu mencoba membuat alasan Mas Adam. Dia terselamatkan oleh telepon masuk dari ponsel Anna.
"Halo? Iya, Pak? Bapak kangen sama saya?" kata Anna, diam-diam melirik Adam sambil tersenyum sinis. "Oke, Bapak jemput saya ke sini, ya. Nanti saya share lokasi saya."
"Em ... kamu mau pulang?" tanya Adam ragu.
"Nggak. Bos saya mau datang ke sini," jawab Anna, lalu tersenyum lebar.
"Oh," kata Adam kecewa. "Kalau begitu, saya pulang duluan, ya."
"Hmm ..." jawab Anna acuh tak acuh sambil memainkan ponsel. "Oh, iya. Makasih udah dibayarin makanannya."
"Iya." Adam tersenyum kecut, lalu berbalik pergi dari hadapan Anna.
Yakin pria itu sudah keluar dari restoran, Anna melirik, lalu meletakkan ponselnya. Ia tersenyum menang karena misinya sukses.
"Mbak!" serunya sambil melambaikan tangan pada seorang pegawai restoran ini.
Ketika perempuan berseragam merah itu menghampiri, ia berkata, "Tolong, semua makanan ini dibungkus, ya."[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments