Sekilas tentang kejadian empat ratus tahun silam. Tepat sebelum kaisar Yang Maha menghilang, tengah terjadi peperangan. Pertempuran dahsyat antara pasukan kekaisaran melawan serangan dari pasukan Perkumpulan Penyihir Hitam dan Pasukan Naga Hitam yang mengerikan.
Pasukan Naga Hitam merupakan mahluk hasil eksperimen sihir dari Perkumpulan Penyihir Hitam. Eksperimen tersebut merupakan eksperimen yang menggunakan sihir dengan tujuan memanipulasi akal dan fisik mahluk hidup, sehingga mahluk tersebut dapat dikendalikan dan menjadi sangat berbahaya.
Sedangkan Perkumpulan Penyihir Hitam adalah perkumpulan para penyihir sesat yang berhasrat menguasai dunia dengan segala cara. Mereka menciptakan pasukan naga sebagai senjata yang mematikan. Para penyihir dan naga yang mampu membuat gunung bergetar dan laut tsunami. Tanah terbelah, lahar panas muntah dari celah-celahnya seperti darah keluar dari luka. Setidaknya begitulah orang-orang menggambarkan keganasan mereka.
Hari itu serangan besar-besaran dilakukan Perkumpulan Penyihir Hitam di seluruh Alam Baka yang menyebabkan kerusakan dan kekacauan parah di mana-mana. Lahan pertanian rusak, sungai-sungai diracuni, hewan ternak mati, rumah-rumah terbakar, tak terhitung desa yang lenyap dari peta. Asap pekat membumbung dari setiap tempat di seluruh kerajaan yang ada di Alam Baka.
Selama penyerangan tersebut jutaan nyawa menjadi korban. Entah itu pasukan kekaisaran atau pasukan kerajaan, bahkan penduduk biasa yang tak tahu cara mengangkat senjata pun tak luput dibinasakan oleh pasukan Perkumpulan Penyihir Hitam. Ketika itu seluruh kerajaan di bawah kekaisaran Yang Maha sangat menderita dalam pertempuran melawan perkumpulan penyihir sesat dan pasukannya tersebut.
Sementara, di ibu kota kekaisaran yaitu di istana kaisar tempat Yang Maha bertahta terjadi serangan paling hebat yang dilakukan pasukan Penyihir Hitam dan Pasukan Naganya. Perkumpulan Penyihir Hitam ketika itu memusatkan serangan Pasukan Naga Hitam miliknya di ibu kota kekaisaran yang waktu itu merupakan pusat kekuatan dari seluruh Alam Baka, sehingga tempat tersebut harus lah yang pertama kali dikuasai jika ingin menguasai seluruh Alam Baka.
Yang Maha berdiri paling depan memimpin langsung pertempuran. Lucia, Ana, Lewang, Rimba, Tora, Paman Januar dan Putri mendampinginya sebagai pengawal yang siap mati kapan saja.
Pasukan Naga Hitam terbang di atas istana kaisar menutupi langit. Setiap kepakan sayapnya menebarkan kehancuran. Api biru menyembur dari mulut para naga dan segera menyebar menyambar, membakar dan melelehkan apa saja.
Seolah tak ada harapan bagi kekaisaran, setiap serangan terhadap pasukan Naga Hitam tak menghasilkan apa-apa. Panah-panah berterbangan kembali berjatuhan ke tanah seperti hujan sebab tak dapat menembus kulit para naga. Bola api hanya akan menjadi bumerang. Mantra-mantra sihir seolah tak satu pun yang berguna. Senjata-senjata pertahanan di benteng istana kekaisaran hancur sebelum sempat mereka gunakan.
Sementara korban tak terhitung jumlah terus berjatuhan di pihak kekaisaran. Jerit kesakitan dan raungan ketakutan terdengar di mana-mana seolah mengiris hati ketika mendengarkannya. Yang Maha merasa sangat sedih dan khawatir dengan kondisi tersebut, kemudian memberikan perintah pada para pengawal dan pasukannya.
“Kalian, segera pergi sejauh mungkin dari tempat ini. Evakuasi semua orang dan selamatkan setiap mahluk yang bisa kalian selamatkan!” Ucap Yang Maha pada Tujuh Bintang.
Mendengar perintah tersebut, ke tujuh orang pengawalnya menolak dengan keras keputusan Yang Maha. Mereka siap mati jika memang harus mati. Apa pun yang terjadi mereka ingin bertarung sampai akhir bersama Yang Maha. Kesetian yang telah melekat dalam diri mereka melebihi eratnya urat nadi dan darah, daging dan tulang, ruh dan tubuh, seolah tak dapat dipisahkan Kematian adalah satu-satunya yang mampu menghapuskannya.
Namun Yang Maha kembali memberikan perintah yang sama, kali ini lebih tegas dan serius. Di pipinya air mata jatuh bukan karena kekaisaran yang berada di ambang kehancuran, melainkan karena begitu banyak nyawa orang-orang yang harus melayang. Mayat-mayat pucat dan amis darah, bau daging terpanggang dan anggota tubuh yang berserakan terpisah-pisah.
Menyaksikan air mata itu, para pengawal setianya dengan sangat memahami apa yang sedang dirasakan Yang Maha segera melaksanakan perintah tersebut dengan berat hati, sebab mesti meninggalkan Yang Maha sendirian di medan pertempuran yang semua orang yakin tak mungkin dapat dimenangkan. Harga diri mereka sebagai pengawal dan pelayan setia merasa terkoyak, namun mesti diketepikan. Perintah Yang Maha pada akhirnya adalah mutlak.
“Berjanji lah, tuan tidak akan mati” Pinta Lewang sebelum melangkah meninggalkan medan perang.
“Ya, aku pasti kembali” Jawab Yang Maha terdengar lembut namun tegas dengan seberkas senyuman di bibirnya seolah memberikan isyarat bahwa semua akan baik-baik saja.
Setelah itu Lewang dan ke enam pengawal setia Yang Maha lainnya segera melaksanakan perintahnya dengan cepat dan sungguh-sungguh. Setiap orang segera meninggalkan tempat itu, pasukan kekaisaran perlahan mundur meninggalkan benteng pertahanan sesuai perintah, meski banyak dari mereka yang tetap memilih untuk tinggal dan berjuang sampai akhir bersama sang kaisar agar rekan mereka yang lain dapat kabur dengan selamat. Dan setiap yang bernyawa yang dapat mereka selamatkan segera mereka selamatkan. Hari itu, menjadi hari pengorbanan yang tak mungkin terlupakan dalam sejarah kekaisaran.
Sementara pasukan penyihir sesat dan Naga Hitam terus sengit menyerang dan menyemburkan api biru yang menghantam dan membakar apa saja yang menghalanginya. Istana kekaisaran porak poranda, korban masih terus berjatuhan. Hingga pada saat ketika orang-orang telah pergi cukup jauh dan dirasa di luar jangkauan pertempuran, Yang Maha mengangkat pedangnya ke arah langit, tanpa teriakan, hanya wajah penuh kesedihan. Segera kemudian cahaya putih menyilaukan memancar dari pedang tersebut seolah menembus angkasa. Sesaat setelahnya tiba-tiba bumi berguncang, langit menjadi gelap dipenuhi jerebu. Ledakan dahsyat itu pun terjadi.
Di saat yang bersamaan dari kejauhan, Tujuh Bintang dan orang-orang yang pergi menyelamatkan diri dari ibu kota kekaisaran menyaksikan ledakan hebat itu dalam diam. Ibu-ibu memeluk anak-anak mereka yang menangis ketakutan. Tak seorang pun dari mereka yang berani bersuara. Ada kecemasan yang mendalam pada setiap wajah.
Kekuatan ledakan itu mengakibatkan badai debu yang dahsyat, badai itu menerpa ke segala arah, namun tak seorang pun dari mereka yang coba lari atau sembunyi dari badai debu tersebut, bahkan untuk sekedar bergerak pun mereka tak dapat. Seolah tubuh mereka membeku menyaksikan kejadian itu.
Di lokasi pertempuran, bersamaan dengan ledakan tersebut Pasukan Naga Hitam yang merupakan kekuatan utama dari Perkumpuluan Penyihir Hitam musnah seketika.
Meski pada akhirnya pasukan Naga hitam berhasil dimusnahkan, tak seorang pun dari mereka yang bersorak merayakan kemenangan itu. Semua orang tetap terdiam dalam rasa cemas yang mendalam.
Pemandangan di hadapan mereka sungguh membuat tercengang dan tampak sangat mengerikan. Istana kekaisaran, pohon-pohon, rumah-rumah dan ibu kota yang begitu luas serta apa saja yang berada di sana di mana semula istana kaisar berdiri lenyap tak tersisa bahkan sekedar puing sekali pun. Yang tersisa hanyalah sebuah lubang kawah yang sangat besar dan dalam. Semua orang hampir tak percaya dengan apa yang tengah mereka saksikan.
Ketika tersadar, Lucia segera mengepakkan sayapnya dengan tergesa-gesa dan terbang secepat mungkin mencari keberadaan Yang Maha, namun yang ia temukan hanyalah sebilah pedang berkilauan tertancap di tengah kawah yang tercipta akibat ledakan tersebut. Lucia pun menangis se jadi-jadinya.
Dengan segera berita musnahnya Pasukan Naga hitam menyebar ke seluruh Alam Baka. Perkumpulan Penyihir Hitam yang kehilangan kekuatan utama perlahan-lahan berhasil dipukul mundur di seluruh Alam Baka hingga pada akhirnya dikalahkan.
Tak ada perayaan untuk kemenangan tersebut, duka mendalam bagi seluruh negeri di Alam Baka, sang kaisar Yang Maha telah menghilang, mengorbankan dirinya untuk melindungi kedamaian dunia. Sejak saat itu pula sang kaisar Yang Maha dianggap telah tiada.
Setelah pertempuran melawan Perkumpulan Penyihir Hitam berakhir Alam Baka kembali damai meski dengan kondisi yang krisis dan miris, namun semua orang telah berjuang dengan perlahan dapat melewatinya. Tetapi kedamaian tersebut ternyata tak bertahan lama.
Dengan kematian sang kaisar Yang Maha, maka kekaisaran yang pada mulanya berkuasa atas seluruh Alam Baka runtuh seketika. Lalu satu persatu kerajaan yang semula tunduk di bawah kekaisaran menyatakan kemerdekaan.
Alam Baka sekali lagi terpecah belah bersamaan dengan hasrat ingin berkuasa dan memperluas wilayah yang kemudian jadi bencana baru. Perang perbatasan, penjajahan, perebutan sumber daya dan pemberontakan terjadi di mana-mana.
Sementara itu, seiring waktu Tujuh Bintang yang merupakan pengawal setia Yang Maha ikut menghilang dari hiruk pikuk dunia. Ketujuh orang itu meyakini bahwa Yang Maha masih hidup dan pasti akan kembali untuk memimpin mereka. Keyakinan tersebut muncul dalam diri mereka begitu saja, mengingat kata terakhir dari Yang Maha. Maka sejak itu pula dimulai lah misi pencarian Yang Maha di setiap belahan Alam Baka hingga 400 tahun lamanya, sampai mereka menemukan aku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments