Berlian Dan Sampah

Hari-hari berikutnya,

Di sebuah restoran, Sakti sedang duduk berhadapan dengan papanya.

"Pulanglah nak, bawa istrimu. Papa yakin jika Selyn dan mama sering bersama, mereka akan cocok dan akur." Kata papa.

"Aku tahu sifat mama seperti apa, Pa. Itu tidak mungkin terjadi. Aku mencintai Selyn sejak pertama kami bertemu, aku juga mencintai mama. Tapi, untuk saat ini biarlah aku menjadi anak durhaka karena lebih memilih istriku daripada mama." Sakti menolak ajakan papanya untuk membawa Selyn pulang ke rumah.

Papa menghela nafas pelan, "Sekarang apa yang akan kamu lakukan? Papa tidak mungkin membiayai hidupmu!" Papa sengaja mengatakan itu agar Sakti memikirkan kembali keputusannya.

"Apa papa lupa siapa aku? Di luar sana banyak perusahaan-perusahaan yang membutuhkan jasaku. Kecuali papa dan mama menghasut mereka agar menolak lamaranku," jawab Sakti.

"Papa tidak mungkin melakukan itu!" tegas papa.

Sakti beranjak dari duduknya, lalu berpamitan untuk pulang. "Terima kasih atas perhatian dan simpati papa. Sakti pamit, Pa." ucapnya lalu pergi.

"Papa bangga padamu, nak. Kamu lelaki yang punya prinsip. Semoga kamu bahagia,"

Sakti mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, sebelum pulang ke rumah, dia menyempatkan diri untuk mampir ke warung dan membeli nasi dan lauk seadanya.

Sebenarnya dia bisa membelikan Selyn makanan yang mewah, tapi dia menghargai nasihat Selyn agar mereka hidup hemat.

"Aku pulang!" seru Sakti saat masuk ke rumahnya.

"Aku di sini!" teriak Selyn dari arah belakang.

Sakti berjalan ke arah suara dan alangkah terkejutnya dia saat melihat Selin sedang duduk di atas tangga lipat dengan santainya.

"Sayang! Kamu sedang apa di atas? Turun, nanti kamu jatuh." Sakti mendekati tangga dan memegangnya agar tidak goyang.

"Aku sedang mengganti lampu yang rusak," jawab Selyn dengan santai.

"Kan nggak harus kamu, kita bisa panggil tukang." Tutur Sakti.

Selyn turun dari tangga dan mengemasi peralatan yang tadi dia gunakan.

"Sayang duitnya, mending untuk beli beras." Kata Selyn.

Sakti trenyuh mendengar perkataan istrinya, "Segitu miskinkah aku di matamu?" tanya Sakti, dia mendekati istrinya lalu merangkul pinggang ramping gadis itu.

"Aku tidak tahu kamu miskin atau tidak, Mas. Aku hanya melakukan apa yang aku bisa. Jika bisa kita kerjakan sendiri, kenapa harus menyusahkan orang lain. Maaf mas, bukannya aku meragukan kondisi kantongmu. Aku hanya belum terbiasa dengan gaya hidupmu." Tutur Selyn.

"Aku sangat beruntung memilikimu!" Sakti memeluk Selyn dan menghujani ciuman di wajah gadis itu.

Ha-ha-ha, Selyn tertawa karena merasa geli. "Cukup mas, aku geli."

Sakti menghentikan tingkahnya, dia teringat pada makanan yang tadi dia beli.

"Aku tadi membeli makanan, kita makan yuk!" ajak Sakti.

Selyn mengangguk lalu membersihkan tangannya di westafel yang ada di dapur. Setelah itu dia menghampiri Sakti yang sudah terlebih dulu duduk di ruang makan.

Seperti biasa, Selyn membawa makanannya ke lantai. Dia lebih suka makan lesehan daripada duduk di kursi. Jika ditanya kenapa, jawabnya karena tidak terbiasa makan di kursi.

Duduk bersila menghadap sebungkus nasi adalah pemandangan indah untuk Sakti. Biasanya gadis-gadis selalu bersikap anggun demi menjaga gengsi, tapi berbeda dengan Selyn. Dia tidak perlu menjaga gengsi, selagi sikap dan tingkahnya tidak merugikan orang lain.

"Besok mas sudah mulai bekerja, kamu nggak apa-apa kan kalo harus di rumah sendirian?" tanya Sakti.

"Apa aku boleh ke luar? Bertemu dengan teman-temanku misalnya?" Selyn balik melemparkan pertanyaan.

"Kamu boleh pergi ke mana pun yang kamu mau, kamu boleh melakukan apapun, asal kamu kembali lagi ke rumah ini." Jawab Sakti.

Selyn dan Sakti sudah selesai makan, mereka duduk di ruang keluarga sambil bercengkerama.

Keesokan harinya,

"Semua pintu sudah dikunci belum?" tanya Sakti, pagi ini dia akan pergi bekerja, sedangkan Selyn akan pergi ketemu dengan teman-temannya.

"Sudah," jawab Selyn.

Sebelum ke kantornya, Sakti terlebih dulu mengantar Selyn ke tempat teman-temannya berkumpul. Setelah memastikan jika istrinya baik-baik saja, barulah dia pergi ke kantornya.

Tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya, Sakti membangun perusahaannya sendiri. Dibantu oleh kedua temannya, kini perusahaan itu bisa dia andalkan.

"Hei Sel! Udah lama loe nggak muncul, ke mana aja? Beberapa hari ini pasar rame loh, kita dapat banyak uang." Tutur salah satu teman Selyn.

"Aku sembunyi, anak buah Sentot terus mengejarku. Aku capek!" keluh Selyn.

Teman-teman Selyn merasa prihatin melihat nasib malang temannya, namun mereka tidak bisa melakukan apa-apa karena mereka juga sama dengan Selyn, hidup dalam kekurangan.

Tanpa sepengetahuan Sakti, ternyata Selyn kembali turun ke jalanan. Mengamen sepanjang jalan, berada di bawah terik matahari demi mendapatkan seperak dua perak recehan. Jika ada yang butuh tenaga, dia akan membantu ibu-ibu yang kesulitan membawa barang belanjaan.

Selyn hanya ingin membantu Sakti dalam mencari uang, Selyn tidak tahu jika Sakti masih tetap menjadi presdir di perusahaan miliknya sendiri, bukan milik orang tuanya.

"Tante, itu bukannya istri Sakti ya?" Kesya mengarahkan jari telunjuknya ke arah Selyn yang sedang berteduh di bawah sebuah pohon. Siang ini Kesya menemani mama Sakti pergi berbelanja.

"Kamu benar Sya, ayo kita beri dia pelajaran!"

Lampu berwarna hijau, Kesya menepikan mobilnya tidak jauh dari tempat Selyn berteduh. Dia dan mama Sakti menghampiri gadis itu.

"Di mana-mana yang namanya gembel tidak akan pernah cocok bersanding dengan raja!" Cetus mama sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kok bisa ya Tan, Sakti menikahi gadis gembel ini? Jangan-jangan dia di pelet!" imbuh Kesya tak kalah sengit.

Selyn bangkit dari duduknya, membenahi posisi topinya lalu memandang wajah kedua orang di depannya secara bergantian.

"Kalian datang kemari hanya untuk menghinaku? Wow! Ternyata ada dua putri yang ngefans ama gembel kayak aku. Di mana-mana selalu mencari kesalahanku." Selyn membuang permen karet yang sedari tadi dikunyahnya.

"Kalian pikir, dengan kalian menghinaku itu menunjukan jika kalian lebih terhormat? Tidak nona-nona! Tapi sebaliknya, anda-anda sudah menunjukkan sifat buruk kalian." Tutur Selyn.

Wajah mama dan Kesya sama-sama memerah karena menahan marah.

"Kau!" Kesya melayangkan tangannya hendak menampar Selyn, namun Selyn menangkap tangannya dan memutarnya hingga terpelintir.

"Mau menamparku? Belajar beladiri dulu sampai sabukmu sepadan denganku. Jika kamu tetap memaksa juga, jangan salahkan aku jika tanganmu yang mulus ini aku bikin bengkok." Selyn melepaskan tangan Kesya lalu mendorongnya hingga Kesya hampir terjatuh. Untung Mama dengan cepat menangkapnya.

"Dasar preman! Aku heran kenapa putraku bisa tergila-gila padamu!" Dengus mama dengan kesal.

"Aku juga heran, Tan. Kenapa dia lebih memilih sampah ini dari pada berlian seperti aku." Tutur Kesya.

Selyn melangkah maju, mama dan Kesya perlahan mundur karena takut jika tiba-tiba Selyn akan berbuat kasar pada mereka.

"Aku adalah berlian yang berada ditumpukkan sampah, sedangkan kamu adalah sampah yang menyamar jadi berlian. Karena itulah Sakti memilihku, PAHAM!" Tegas Selyn.

Terpopuler

Comments

Yuni Ati

Yuni Ati

Bagus Selyn lawan manusia" yg berujud berlian tapi nya sampaah👍👍

2023-11-09

1

🍌 ᷢ ͩ༄༅⃟𝐐 🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🍁Henny❣️

🍌 ᷢ ͩ༄༅⃟𝐐 🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🍁Henny❣️

mantapz bet selyn.
pelan tp nonjok omongan mu.
pantas kau ungkap dgn keysa.

2022-10-08

1

mama naura

mama naura

sabar dan jgn mau kalah Ama mrk selyn

2022-09-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!