Sakti menghentikan langkahnya dan hal itu tentu saja membuat mama tersenyum penuh kemenangan.
Sakti memutar tubuhnya, "Mama ambil saja semua harta warisan itu! Aku tidak butuh!" seru Sakti lalu ke luar dari rumah orang tuanya, rumah yang selama ini menjadi tempatnya berkumpul bersama keluarga.
"Selyn! Selyn!" teriak Sakti sepanjang jalan, namun bayangan Selyn tidak juga terlihat.
Sakti terus menyusuri jalanan komplek perumahannya hingga akhirnya dia melihat Selyn di pos penjaga.
"Ternyata kamu di sini," ujar Sakti.
"Mas Sakti mengenalnya? Kami penahannya karena gerak-geriknya yang mencurigakan," tutur satpam.
"Dia calon istri saya," kata Sakti.
Sakti mengajak Selyn masuk ke mobilnya lalu pergi dari sana.
"Kenapa mas mengejarku?" tanya Selyn.
"Karena aku mencintaimu, karena kamu calon istriku, calon ibu dari anakku yang benihnya sudah kutanam tadi." Jawab Sakti.
Selyn menghela nafas pelan, merubah posisi duduknya menghadap ke arah Sakti.
"Seharusnya ini tidak pernah terjadi, Mas." Ujar Selyn sambil menatap wajah Sakti.
Sakti tidak menanggapi perkataan gadis itu, dia fokus ke jalanan yamg dipadati oleh kendaraan lain.
Sakti membawa Selyn ke sebuah rumah, tidak terlalu besar namun terlihat cukup megah.
"Kita bahas ini di dalam," kata Sakti lalu turun dari mobilnya.
Selyn mengikuti Sakti masuk ke rumah tersebut.
Sakti menghempaskan tubuhnya di sofa, melipat satu tangan di atas kening, dan mata terpejam.
Selyn hanya berdiri dengan wajah yang sulit diartikan. Dia merasa sedih dan juga kasihan pada Sakti.
"Pulanglah ke rumahmu, Mas. Dengan begitu mungkin mamamu akan berubah pikiran," kata Selyn.
"Ini rumahku, ini lah tempat aku pulang." Cetus Sakti.
Selyn mendudukkan diri di sofa, "Mas."
"Sudahlah, tidak usah dibahas." Kata Sakti sambil beranjak dari sofa, dia mengambil remot TV lalu memilih menonton acara bisnis di salah satu chanel swasta.
Sakti duduk di samping Selyn, menggenggam kedua tangan gadis itu sambil menatap wajahnya.
"Aku sudah tidak punya apa-apa lagi sekarang, hanya rumah ini beserta isinya, satu mobil yang tadi kita pakai, dan sedikit tabungan. Apa jika aku bersikeras ingin menikahimu, kamu mau menikah dengan pria miskin ini?" tanya Sakti.
"Apa mas tidak akan menyesali semua keputusan ini? Hidup dalam kesusahan dan kemiskinan aku sudah terbiasa, Mas. Tapi, mas belum pernah merasakannya. Apa mas yakin?" Selyn balik bertanya.
"Bersamamu aku yakin bisa," jawab Sakti.
"Aku adalah anak hasil dari keegoisan kedua orang tuaku, mas. Yang mereka lakukan dulu sama seperti yang kita lakukan saat ini. Ibu dan ayahku menikah tanpa restu dari kedua orang tuanya. Sama sepertimu, ayah meninggalkan kehidupan mewahnya demi menikahi ibu yang hanya seorang kasir mini market, hanya anak seorang petani. Mereka menikah dan lahirlah aku. Seumur hidupku, aku tidak pernah tahu siapa kakek dan nenek dari pihak ayah. Ayah dan ibu merahasiakannya dariku. Aku tidak ingin nantinya anakku merasakan penderitaan yang aku alami saat ini." Ungkap Selyn.
"Aku janji, kalian tidak akan sengsara. Aku akan berusaha sekuat tenagaku," ucap Sakti dan akhirnya Selyn pun mau menikah dengan Sakti.
Keesokan harinya, Sakti dan Selyn pun menikah.
"Aku lapar nih, enaknya kita makan apa ya?" tanya Sakti sambil mengemudikan mobilnya. Sedari tadi bibirnya selalu mengulas senyum, dia sangat bahagia hari ini.
"Bagaimana kalo kita beli bahan mentah saja dan memasaknya, itu lebih irit." Kata Selyn.
"Bukankah kamu pernah bilang kalau kamu tidak bisa masak? Hari ini kita beli saja, besok-besok baru kita masak sendiri." Ujar Sakti.
Sakti menepikan mobilnya di depan sebuah restoran.
"Ayo!" ajak Sakti.
"Harus di sini ya mas, inikan restoran mahal." kata Selyn.
Sakti turun dari mobil lalu mengitarinya dan membuka pintu mobil Selyn.
"Kali ini saja, ayo!" ajaknya lagi.
Selyn mengalah dan malas berdebat karena perutnya pun sudah lapar.
"Wow, lihatlah siapa yang datang, seorang preman dan anak yang terbuang. Untung aku tidak jadi menikah dengannya!" Seru kesya, putri Rendra yang ditolak oleh Sakti.
Wajah Selyn memerah, dia hendak menyatroni gadis itu namun Sakti menahannya.
"Biarkan saja dia, tidak usah dilayani." kata Sakti.
"Itu mulut apa comberan sih, pengen nampol deh rasanya." Geram Selyn.
Sakti memesan beberapa menu makanan pada pelayan.
"Mbak-mbak, semua pesanan punya mereka biar aku saja yang bayar. Kasihan mereka kalau harus bayar, mereka kan gembel." Kata Kesya pada pelayan dan perkataannya sontak mengundang tawa para pengunjung restoran.
Sret! Selyn berdiri dari duduknya lalu berjalan menghampiri Kesta.
Brak!! Selyn menggebrak meja Kesya hingga wajah gadis itu berubah pucat.
"Hei pecundang yang bangga makan hasil keringet orang tua! Nggak pernah diajarin cara sopan santun ya? Hah! Sekali lagi tu mulut ngomong macam-macam, gua pisahin bibir atas sama bawah loe, paham!" gertak Selyn.
"Dasar preman! Sukanya main kasar." Balas Kesya.
"Mending preman, makan dengan hasil jerih payah sendiri. Lah kamu? Semua ditanggung oleh orang tua. Nggak malu, udah tumbuh bulu ketek masih jadi beban? Eh iya, aku lupa, orang seperti kamu mana punya malu, uratnya saja sudah putus." Cicit Selyn.
"Sayang! Sudah, jangan habiskan tenaga demi meladeni orang nggak penting seperti dia." Lerai Sakti sambil merangkul Selyn dan mengajaknya kembali ke meja mereka.
Wajah Kesya memerah karena menahan emosinya, "Lihat saja kalian, aku akan bikin perhitungan." Kata Kesya sambil melewati meja Sakti.
"Aku tunggu! Sekalian aku siapkan kalkulatornya biar kamu nggak salah bikin perhitungan." Balas Selyn dengan sengit.
Sakti tersenyum tipis melihat tingkah Selyn yang unik menurutnya. Baru kali ini dia bertemu gadis bar-bar dan tidak takut pada apapun.
"Makanlah yang banyak biar kamu punya tenaga, karena setelah ini aku akan memakanmu." Goda Sakti.
"Jangan dulu deh, anuku masih sakit. Ini semua gara-gara mas yang main paksa kemaren," ujar Selyn.
"Sakit kok bisa jalan ngebut tadi, sampe gebrak meja lagi." Kata Sakti.
"Itu karena aku emosi. Lagian ni ya, meskipun kita miskin, jangan mau dihina dan ditindas. Kita harus lawan, biar yang menindas kita kapok dan nggak bersikap seenak jidatnya." Celoteh Selyn sambil mengunyah makanannya.
Selesai makan, Sakti langsung mengajak Selyn untuk pulang. Untuk hari ini dia tidak pergi ke kantor.
"Mas, setelah ini mas mau kerja apa? Mas kan sudah diusir dari rumah," kata Selyn.
"Mas bisa kerja apa saja, kamu tenang saja. Yang penting sekarang mas mau kerjain kamu dulu," tutur Sakti.
Siang yang panas pun semakin panas, Sakti kembali menggagahi Selyn. Namun kali ini berbeda, mereka melakukannya dalam keadaan sadar dan sudah sah menikah.
"Apa masih sakit?" pertanyaan Sakti membuat Selyn malu.
"Sedikit," jawabnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Sri Wulandari
aduh Thor ngakak guling2 aku
2022-09-27
1
mama naura
lanjut seru ni suka klu ceweknya berani dan cowoknya tegas am orang tua bukannya ngelawan ya tp punya sikap tu diri sendiri 🤭🤭💪💪💪KK thorr
2022-09-27
1
mama naura
tenang aj si Mama's mu bisa kerja apa aj Krn dia UD persiapkannya klu terjadi seperti ini sayang selyn🤭😘😘😘
2022-09-27
1