Dihentikan oleh seorang laki-laki yang tak dikenal, sanggup membuat Nikita merasa sedikit kesal. Bukannya bersikap lunak dan langsung ikut pergi dengan lelaki itu, Nikita malah dengan kasar menghempaskan genggaman tangan yang dibuat oleh laki-laki asing itu. Memangnya siapa dia sampai berani melakukan hal seperti ini? Kenapa juga dia pakai acara menyebut nama ayahnya?
"Lo siapa sih, huh? Kenapa pakai acara larang melarang?" Tanya Nikita terdengar cukup ketus kepada laki-laki itu.
Meskipun tampang yang dimiliki oleh laki-laki itu tampak begitu menjanjikan dan sesuai dengan tipe idaman dari seorang Nikita, tetap saja ia tak bisa mentoleransi sikap ikut campur yang dilakukan oleh laki-laki itu. Jangan harap Nikita akan membiarkannya begitu saja, setelah membuat gelas wiski nya jatuh dan tumpah!
"Saya?"
"Iya! Lo siapa? Kenapa datang-datang langsung buat rusuh?" Tanya Nikita sangat ingin tahu mengenai identitas dari laki-laki itu.
Lelaki yang kini masih berdiri tepat di hadapan Nikita pun mulai melepaskan genggaman tangannya. Sambil menatap dengan ekspresi wajah datar, laki-laki itu mulai memperkenalkan dirinya.
"Saya Satya, orang yang tiba-tiba di hubungi oleh ayah kamu," katanya tak ragu untuk menyebutkan nama.
"Satya? Nama lo Satya?" Tanya Nikita yang mulai merasa aneh. Kenapa rasanya seakan ia pernah mendengar nama itu? Satya, nama yang cukup akrab, tapi entah mengapa Nikita tak bisa mengingat apapun tentang nama itu.
"Iya, Satya."
"Apa sebelum ini kita pernah bertemu?" Nikita mencoba untuk memulihkan ingatannya yang dirasa mulai hilang.
"Tidak pernah. Ini pertemuan pertama kita," jawab laki-laki itu yang malah membuat Nikita makin terheran.
"Benarkah? Tapi, kenapa namamu terasa tak asing?"
"Mungkin hanya perasaanmu saja," ujar laki-laki yang katanya bernama Satya itu.
Nikita yang mulai teralihkan dengan pengenalan nama singkat itu pun langsung kembali ke pembicaraan awal, dimana ia sedang mempermasalahkan tentang wiski yang tumpah hanya karena Satya.
"Mau tanggung jawab gak?" Tanya Nikita tiba-tiba dan ini mampu membuat lelaki itu bingung.
"Kamu ingin saya bertanggung jawab untuk apa? Perasaan saya tak melakukan kesalahan apapun," ujar Satya belum tahu apa masalahnya.
"Lihat ke meja bar!" Suruh Nikita dengan tangan yang menunjuk ke arah gelas wiski nya.
Tanpa memprotes, laki-laki itu pun melihat ke arah tempat yang sedang ditunjuk oleh Nikita. Masih belum mengerti apa yang terjadi, Satya kembali melemparkan sebuah ekspresi bertanya-tanya.
"Masih belum paham juga?" Tanya Nikita memastikan saja.
"Bisa kamu langsung memberitahu saja, tanpa perlu berbelit-belit seperti itu?" Satya benar-benar meminta agar gadis itu mau mengatakan maksudnya dengan jelas.
"Tahu harga satu gelas sloki wiski?" Pertanyaan yang mampu membuat Satya menganggukkan kepalanya.
"Itu tidak semahal yang saya kira," ujar Satya yang anehnya malah membuat gadis itu tertawa terbahak-bahak. Apa sedang ada hal lucu terjadi?
"Kalau memang gak mahal, lo harus ganti," kata Nikita dengan tegas meminta pertanggung jawaban atas segelas sloki wiski yang jatuh.
"Gue udah bayar mahal buat segelas sloki wiski yang tumpah itu!" Imbuhnya dengan suara yang sedikit meninggi.
"Saya akan ganti uang kamu, tapi bukan untuk minuman wiski," kata Satya enggan kalau diminta membelikan gadis itu minuman beralkohol.
"Gue gak mau diganti pakai yang lain. Lo harus ganti sama sesuatu yang sama!" Keras kepala Nikita, terus meminta supaya laki-laki itu mau mengganti minuman wiski nya yang telah tumpah itu.
Mengetahui perdebatan tengah terjadi di dalam bar ini, bodyguard yang tadi berjaga di pintu gerbang pun bergegas untuk ikut ambil andil dalam melerai perdebatan yang terjadi diantara Satya dan juga Nikita. Meskipun ini bar, keributan tetap tak diperbolehkan terjadi.
Merasa kalau ada bantuan, Nikita pun tak ragu untuk mengadukan laki-laki bernama Satya itu kepada dua bodyguard yang memang sudah dikenalnya akrab. Nikita kira mereka berdua akan membantu menangani laki-laki bernama Satya itu agar mau bertanggung jawab, tapi nyatanya tidak sesuai dengan apa yang diperkirakan.
Dengan mata kepala sendiri, Nikita melihat kalau di bodyguard itu malah menundukkan kepala seakan sedang memberi hormat kepada Satya. Kenapa mereka melakukannya? Memangnya siapa Satya sampai mereka mau tunduk seperti itu?
"Tuan..." Panggil Marco terdengar begitu sopan dan hormat.
"Kamu bekerja dengan sangat baik, tapi disini memang sedang tak ada keributan. Saya hanya mencoba untuk membawa gadis ini pulang. Ayahnya sudah begitu khawatir," ujar Satya yang sekarang kembali menggenggam pergelangan tangan milik gadis itu.
Hanya karena Febi sekarang sudah dalam pengaruh minuman beralkohol, sangat amat disayangkan karena tak bisa membantu temannya itu. Andai saja Febi masih dalam keadaan sadar, mungkin dia bisa membantu Nikita dalam menyelesaikan masalah ini.
"Kalian kenal dengan dia?" Tanya Nikita kepada dua bodyguard itu.
"Dia Tuan Satya. Atasan sekaligus boss kami," ujar Robert memberitahu tanpa ragu.
"Pemilik bar ini?" Tanya Nikita ingin tahu.
"Bukan pemilik, beliau hanya atasan kami," jawab Robert dan anehnya sama sekali tak bisa dipahami oleh Nikita.
Satya yang saat ini sudah menggandeng tangan milik gadis itu pun mulai membawanya keluar dari tempat yang seharusnya tak didatangi. Memang benar kalau Nikita sudah memasuki usia legal, tapi tetap saja masih terlalu dini bagi dia untuk bisa mendatangi tempat semacam bar ini.
.
.
.
Nikita tak suka dipaksa, apalagi genggaman tangan erat yang dibuat oleh laki-laki itu sangat bisa melukai pergelangan tangannya. Dengan sepenuh tenaga, Nikita kembali menghempaskan tangan kekar berotot milik Satya. Tidak bisakah laki-laki itu sedikit bersikap lembut?
"Kasar banget sih jadi cowok!" Kata Nikita menegur laki-laki yang sudah berhasil membuat pergelangan tangannya memerah.
Bukan bermaksud melukai, hanya saja Satya merasa kalau genggaman tangan yang dibuat tak terlalu erat. Ia pun terkejut ketika Nikita mengatakan hal seperti itu.
"Maaf! Saya sama sekali gak bermaksud untuk melukai kamu," ucap Satya merasa tak enak hati saat menyadari pergelangan tangan Nikita yang sudah memerah.
Makin dibuat kesal dengan segala tingkah laku yang dilakukan oleh laki-laki itu, Nikita tak ragu untuk memberikan sebuah tatapan tajam nan menusuk. Kenapa sang ayah harus mengirim laki-laki yang begitu menyulitkan? Darimana ayah bisa mengenalnya? Apa dia salah satu pekerja atau klien dari perusahaan?
"Saya antar kamu pulang," ujar Satya yang kini telah membukakan pintu mobil untuk gadis yang masih dipenuhi dengan rasa kesal itu.
"Tidak perlu! Gue bakal bawa mobil sendiri," tolak Nikita yang enggan berada pada satu mobil dengan laki-laki bernama Satya itu.
Mendapatkan dan mendengarkan penolakan yang diberikan oleh gadis itu, mampu membuat Satya tersenyum penuh arti. Nikita yang masih memperhatikannya pun malah makin merasa aneh dan kurang nyaman berada di dekat laki-laki itu.
"Tuan Ryan memberitahu kalau kamu tidak boleh mengendarai mobil sendiri. Jadi, saya dengan sengaja menyuruh seorang sopir untuk membawa mobil kamu pulang," ucap Satya memberitahu.
Nikita yang tak mau mempercayainya pun mulai mengedarkan pandangan, mencoba untuk mencari tahu keberadaan dari mobil pribadi miliknya. Satu parkiran kosong membuat Nikita menyadari kalau mobil sporty berwarna merahnya memang sudah dibawa pulang.
"Awas aja kalau sampai mobil gue lecet!" kata Nikita yang kemudian melangkahkan kaki masuk ke mobil SUV hitam milik laki-laki itu. Jujur, sekarang ini Nikita hanya terpaksa pulang bareng dengan Satya. Masalahnya tidak ada kendaraan lain yang bisa ia pakai untuk mengantarkan pulang. Nikita bukan orang yang terbiasa menaiki transportasi umum atau memesan kendaraan online.
"Saya menyuruh sopir yang profesional untuk membawa mobil kamu pulang," kata Satya seperti tidak bisa dipercaya.
"Gue serius ya! Kalau mobil gue sampai lecet, lo harus ganti," tutur tegas Nikita.
"Iya. Saya akan selalu mengganti dua kali lipat dari harga asli," tukas Satya sambil menutup pintu mobilnya.
Memang benar nyatanya, bagi seseorang seperti Satya, uang bukanlah segalanya. Dia mengatakan hal seperti itu bukan karena berniat untuk pamer, tapi memang Satya selalu suka mengganti dua kali lipat untuk semuanya. Mulai dari benda, perbuatan baik ataupun buruk, Satya pasti akan membalas dua kali lipat.
"Soal wiski yang lo tumpah kan?" Nikita masih saja mengingat soal minuman itu.
"Berikan nomor rekening mu. Saya akan ganti dua kali lipat dari harga asli sebotol wiski," ujar Satya terlihat serius.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments