D U A

Menolak ajakan dari sebuah pesta merupakan salah satu hal yang sulit dilakukan oleh Nikita. Sejak usianya memasuki 17 tahun, dimana ia telah dianggap legal, Nikita sudah mulai kecanduan untuk menghadiri semua pesta. Kalau diingat, rasanya sekalipun gadis itu tak pernah absen dalam sebuah pesta. Dimana ada party, maka disitu juga ada Nikita. Jiwa bebasnya inilah yang membuat gadis itu begitu menyukai pesta.

Ajakan pesta yang diberikan oleh temannya - Febi, memang sudah diterima dengan senang hati oleh Nikita, tapi dibalik itu ada izin dari kedua orang tuanya yang belum bisa di dapatkan Nikita. Bukannya tak berani untuk meminta izin, hanya saja sang ayah memang terlalu terkesan sensitif, jika Nikita membicarakan tentang pesta.

Sebenarnya dulu, ayahnya kerap memberikan izin untuk pergi ke pesta, tapi hanya karena Nikita yang tak menjaga kepercayaan dari sang ayah, ia harus mengalami nasib dimana sudah begitu sulit untuk meminta izin. Iya, selain kecanduan dengan pesta, Nikita juga sangat menyukai minuman beralkohol. Selalu mendapati putri semata wayangnya itu pulang dalam keadaan mabuk, sebagai seorang ayah, beliau memutuskan untuk memberikan larangan keras kepada Nikita. Tak ada lagi namanya datang ke pesta hanya agar bisa menikmati minuman beralkohol.

Walaupun tahu kalau dirinya tak akan pernah bisa mendapatkan izin untuk pergi ke pesta, Nikita tetap terlihat sedang asyik menyiapkan dirinya. Kalau dilihat dari gelagatnya, gadis itu rasanya sudah menyiapkan sebuah alasan yang nantinya bisa digunakan untuk mengelabuhi sang ayah. Bagi Nikita, sekarang mendapatkan izin sudah menjadi nomor dua, karena yang pertama adalah harus bisa datang ke pesta.

Setelah menghabiskan waktu kurang lebih sebanyak satu jam, akhirnya Nikita sekarang sudah terlihat begitu cantik dalam balutan busana bewarna biru gelap yang terkesan sedikit terbuka. Ketika Nikita melihat ke arah cermin, dirinya langsung tersenyum sumringah. Ia hanya puas dengan penampilannya yang sekarang, kelihatan cantik dan memukau.

"Kalau seragam sekolah boleh di model seperti ini, mungkin aku bakal terlihat begitu cantik," ujar Nikita yang kemudian mengambil tas selempang kecil miliknya.

Tak ingin membuang banyak waktu untuk menikmati kecantikan rupanya, Nikita pun bersiap keluar dari kamar tidur ini. Nikita mengira tak akan langsung bertemu dengan ayahnya, tapi ternyata baru membuka pintu kamar, ia sudah dikejutkan akan kehadiran dari sosok sang ayah.

"Mau kemana kamu berpakaian seperti itu?" Tanya sang ayah menelisik ingin tahu.

"Hanya ingin jalan-jalan bersama Febi. Tadi, diajakin dia pergi makan malam di restoran ayahnya yang baru buka," jawab Nikita tak ragu untuk memberikan sebuah alasan paling masuk akal.

"Acara makan malam? Kamu yakin?" Bukan tanpa sebab, hanya saja pakaian yang sedang di kenakan oleh putrinya itu kelihatan terlalu terbuka.

"Iya, yakin."

"Tapi, kenapa kamu harus memakai pakaian yang begitu terbuka seperti itu? Apa kamu tidak bisa menggunakan baju yang sedikit tertutup?" Sang ayah terus mempermasalahkan tentang gaun biru tua yang saat ini sedang melekat di tubuh langsing milik Nikita.

"Ini gaun baru, ayah. Baru beberapa hari yang lalu aku beli. Jadi, sangat sayang kalau gak langsung dipakai," ujar Nikita terus saja membuat alasan.

"Oh, jadi hanya karena gaun baru kamu sudah sangat ingin untuk memakainya?"

Pertanyaan yang langsung mendapatkan anggukkan kepala penuh semangat dari gadis itu. "Ayah tahu kan kebiasaan aku seperti apa? Kalau ada gaun atau baju baru, harus langsung dipakai. Gak boleh terlalu lama disimpan dalam lemari."

Karena waktu sudah terlalu memburunya dan tak bisa lagi untuk berlama-lama mengobrol, Nikita pun bergegas mencium punggung tangan sang ayah — sebagai caranya berpamitan dengan benar, lalu mulai melangkah kan kaki terburu-buru menuruni anak tangga. Meski belum mendapatkan izin apapun, Nikita tetap bisa pergi. Sungguh hanya perlu mencari alasan yang tepat, sudah bisa membuatnya menghadiri sebuah pesta yang sebenarnya sangat dilarang oleh sang ayah.

.

.

.

Kedua orang tua Nikita memang sudah berusaha sebaik mungkin untuk menjaga putrinya itu, tapi mau bagaimana pun jiwa bebas yang ada di dalam diri Nikita sangat membuat mereka sedikit kewalahan dalam hal mengatur tingkah laku putri semata wayangnya itu.

Berulang kali sudah diperingatkan untuk tidak nekat membawa mobil sendiri, tapi namanya juga Nikita yang bisa dengan mudah mengubah sebuah larangan sebagai sebuah perintah. Ayahnya tahu kalau Nikita sudah begitu pandai dalam hal mengendarai mobil, hanya karena belum memiliki surat izin mengemudi, beliau menjadi sedikit khawatir.

Enggan mempedulikan semua larangan yang ada, Nikita dengan santai mengambil kunci mobilnya — hadiah yang diberikan oleh sang ayah ketika usianya memasuki 17 tahun, lalu berjalan dengan anggun keluar dari rumah ini menuju ke arah garasi. Sesampainya di sana, Nikita langsung saja membuka pintu dari mobil sporty berwarna merah dan menempatkan dirinya duduk di kursi pengemudi. Meskipun Nikita terkenal sebagai seseorang yang suka melanggar perintah, saat mengemudi ia tetap tak lupa untuk memakai sabuk pengaman.

Tidak lama setelahnya, mobil sporty merah yang dikemudikan langsung oleh Nikita sudah terlihat melaju dengan cepat melintasi jalanan kota malam ini yang bisa dibilang cukup ramai lancar. Hal lainnya yang disukai oleh Nikita selain pergi ke pesta adalah mengemudikan mobil. Nikita hanya merasa dirinya terlihat keren, ketika memegang kemudi dengan menggunakan satu tangan.

......................

Hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk dihabiskan di perjalanan, akhirnya mobil sporty merah itu sudah terlihat berhenti tepat di tempat parkir dari sebuah bar langganan — tempat dimana Nikita dan juga Febi, sering mencari kesenangan duniawi.

Seusai memarkirkan mobilnya dengan benar, Nikita yang memang tidak berniat membuang lebih banyak waktu pun mulai melangkah turun dari mobil, kemudian berjalan dengan semangat menuju ke arah pintu masuk bar yang sekarang ini terlihat tengah dijaga oleh beberapa bodyguard bertubuh kekar.

Karena memang sudah sering datang ke tempat ini, Nikita bisa dengan sangat mudah melewati bodyguard penjaga pintu depan itu. Kelihatan kalau Nikita juga telah berteman dengan dengan para bodyguard itu.

"Hai, Marco..."

"Hai, Robert..."

Sapa Nikita kepada dua bodyguard yang diiringi dengan sebuah senyuman lebar.

Tanpa perlu menunjukan kartu identitas, seperti yang selalu dilakukan oleh orang lain, Nikita bisa dengan mudahnya langsung diizinkan masuk oleh dua bodyguard itu. Pelanggan tetap memang memiliki akses VIP dan karena itu semuanya terkesan jadi sangat mudah.

Setelah Nikita berada di dalam bar itu, tubuhnya langsung mulai bergerak mengikuti alunan musik yang kini terdengar begitu jelas memasuki telinga. Masih sambil menari kecil, Nikita mulai menghampiri Febi yang kini terlihat sedang duduk di kursi tinggi, dekat dengan bartender. Apa setelah datang, Nikita langsung disambut dengan minuman beralkohol?

"Hai," sapa Nikita akrab kepada temannya itu.

"Kenapa lama banget sih? Janjiannya jam delapan, kenapa harus telat satu jam sih?" Decak kesal Febi karena sudah dibuat menunggu cukup lama.

"Ya maaf! Lo tahu sendiri kan kalau gue dandan pasti lama," kata Nikita sambil menempati salah satu kursi panjang yang ada di sekitar meja bar itu.

"Lo itu udah cantik, kenapa masih perlu dandan?" ujar Febi terheran.

"Namanya juga wanita."

Melihat temannya yang kini sudah meneguk minuman beralkohol, mampu menyulut Nikita supaya ikut memesan juga. Seperti biasa, minuman kesukaan Nikita adalah wiski. Dari banyaknya minuman yang ada, setiap datang ke bar, Nikita selalu saja memesan wiski. Padahal minuman itu mengandung sekitar 36% hingga 50% kadar alkohol.

"Lo yakin mau langsung pesan wiski?" Tanya Febi yang sepertinya tak ingin melihat sang teman mabuk terlebih dahulu.

"Gue cuma minum satu sloki dan gak lebih dari itu," ucap Nikita yang mungkin bisa diingkari.

"Seriusan! Gue beneran gak mau lihat lo mabuk. Masa baru datang, belum juga senang-senang sudah mabuk duluan," ungkap Febi dan langsung mendapatkan sebuah tawa kecil dari gadis itu.

Karena yang dipesan oleh Nikita hanya wiski, bartender itu tak perlu terlalu kesulitan untuk menyiapkannya. Tak butuh banyak waktu, gelas sloki sudah diberikan oleh bartender kepada Nikita. Gadis itu kelihatan begitu siap menerima wiski yang akan dituangkan pada gelas sloki miliknya.

"Sekarang satu gelas dulu, nanti tambah lagi," ucap Nikita dan langsung dituruti oleh bartender itu.

"Lo kenapa suka banget sama wiski? Padahal disini masih banyak minuman keras lainnya yang bisa lo pilih," kata Febi tak mengerti dengan selera minuman dari sang teman.

"Gue udah terlalu jatuh cinta banget sama wiski. Sejak pertama minum, gue beneran suka sama rasanya."

Pada saat Nikita mau meneguk wiski yang sudah ada di gelas sloki miliknya, secara tiba-tiba seorang pria tak dikenal datang dan langsung menghentikan Nikita. Entah darimana asal pria itu, tapi yang jelas karena dia Nikita harus mengikhlaskan wiski yang telah tumpah.

"Maksud lo apaan sih?" Decak Nikita benar-benar merasa kesal.

"Sekarang saya tahu alasan kenapa Tuan Ryan merasa begitu khawatir," ucapan tidak nyambung yang dibuat oleh pria itu berhasil membuat Nikita bingung dan bertanya-tanya.

"Lo kenal sama papi?" Nikita masih bisa menanggapi karena memang belum terpengaruh oleh alkohol.

"Pulang sekarang, yuk! Kasihan Tuan Ryan yang selalu cemas soal kamu," kata pria tak dikenal itu, mengajak Nikita untuk pulang.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!