...🖤🖤...
Ponselnya berdering kencang, Elenora berlari masuk kedalam kamarnya meraih ponsel dengan nada dering khusus. Yap. Saking sukanya pada Biundra, perempuan itu memberikan nada dering khusus untuk kontak milik Biundra, pesan dan panggilan dia bedakan dari yang lain. Bahkan semua sosial media milik Biundra dia berikan pengingat agar menjadi yang pertama melihat setiap postingan teman dekatnya itu.
"Yap.. Yap..." Jawab Elenora pada panggilan Biundra yang sudah diangkat sebelum deringan mencapai satu menit. Elenora membawa ponselnya menuju dapur, dia sedang memasak mie instan tadi.
"Where are you, kitty???" Tanya Biundra dari sebrang telepon. Biundra memang memanggilnya dengan berbagai macam panggilan, namun 'kitty' adalah panggilan gemas yang sering Biundra ucapkan padanya.
Elenora tersenyum, dia tengah salah tingkah sekarang, tentu tanpa sepengetahuan Biundra. "Apart."
"Kangeeenn.. Gue ke apart lo ya." Rengek Biundra dari sana.
"Sinilah."
"Okey, on the way." Panggilan terputus, tanpa sadar Elenora berjingkrak kesenangan. Bagaimana tidak? teman baik yang merangkap menjadi pujaan akan datang.
Elenora tetap pada pendiriannya, dia sangat tidak perduli bagaimana tanggapan semua sahabatnya mengenai pertemanan yang dia jalin bersama Biundra, bahkan dia belum meminta maaf pada Movie karena pertengkaran mereka dua hari lalu. Elenora takut, Movie masih tampak kesal padanya jadi dia memilih untuk menghindar saja.
Kenapa dia tidak mendengarkan ucapan ketiga sahabatnya? karena dia bahagia dan dia senang berada diposisi ini. Mengubur perasaannya sudah sering dia lakukan bukan? hatinya sempat goyah hanya karena Biundra semakin perhatian, dia bisa membuang perasaan itu lagi jika hadir. Mudah bukan?
Mienya sudah mendidih, buru-buru Elenora mematikan kompor dan menuangkan mie rebus kedalam mangkuk keramik. Perlahan dia bawa keatas meja makan kecil dengan dua bangku berhadapan. Sandi pintu apartemennya berbunyi, menandakan seseorang tengah membukanya, Elenora yakin itu adalah Biundra. Dia maupun laki-laki itu sudah biasa masuk ke apartemen masing-masing tanpa menekan bel, bahkan kata sandi apartemen Biundra dia ganti menjadi tanggal lahirnya dan teman baiknya itu tidak melarang atau menolak. Dan apartemennya tetap memakai tanggal ulang tahunnya sendiri, dia tidak ingin terlihat menggilai Biundra.
Sebuah tangan kekar meraba perutnya, posisi seseorang itu berada dibelakangnya. Elenora diam saja, dia tetap menyeruput kuah mie rebus dengan posisi berdiri.
"Masih sakit?" suara bariton laki-laki menusuk kedalam telinganya, wangi parfum meanly menyeruak indra penciumannya. Elenora suka baunya.
"Gak." Jawabnya singkat. Bukan karena cuek, dia sedang menahan kegirangan hatinya. Ingat! Elenora harus mengubur perasaan itu.
Elusan terlepas, laki-laki itu memutarinya dan duduk dibangku berhadapan dengannya. "Suka banget makan mie instan."
"Males keluar."
"Ngapa gak bilang, kan bisa gue beliin tadi."
"Udah ngerebus air duluan." Elenora menarik kursi dan dia duduk disana, melirik plastik yang ditaruh Biundra sebelum duduk. "Apaan tuh?"
Biundra tidak menjawab, laki-laki itu fokus pada ponselnya dengan bibirnya yang mengembang sempurna. Apa lagi yang akan membuat Biundra tersenyum lebar kalau bukan perempuan-perempuan incarannya. Bibir Elenora mengerucut kesal, dia menarik plastik, mendadak bibirnya berubah mengembang karena didalam sana berupa jamu-jamuan untuk nyeri datang bulan dan beberapa tablet obat pereda nyeri.
Ini yang Elenora suka dari Biundra, laki-laki itu selalu mengerti dirinya, selalu memberikan perhatian kecil kepadanya.
"Besok anter gue beli stok bulanan ya? mama baru transfer tadi."
"Hem.." Balas Biundra singkat. Balasan dari perempuan diluaran sana lebih penting.
Elenora mencibir, katanya kangen, tapi kenapa sampai disini malah bermain ponsel. Biundra seperti sedang berpindah tempat.
Setelah siap makan, Elenora membawa mangkuk kosongnya dan menaruh kedalam sink. Dia membasuh tangan dan mulutnya, meraih gelas lalu menegak air putih yang baru dia tuang. Setelahnya, Elenora mencuci gelas dan mangkuknya yang sudah dia letaknya didalam sink tadi.
Aktifitas mencuci piring sudah siap, tangan seseorang bertengger dipinggangnya, membalikkan tubuh Elenora untuk menghadap laki-laki dibelakangnya. Elenora mendongak, menerima bibir Biundra yang mulai mendarat dibibirnya tiba-tiba itu.
Biundra melepaskan pangutan mereka, Biundra tersenyum membuat Elenora ikut tersenyum. "Gue jadian sama Jesslyn, lo ingat? cewek kemarin yang nyamperin gue pas ditaman waktu gue nemuin lo."
Senyum Elenora memudar, sial, hatinya teriris lagi. Dengan sangat terpaksa Elenora mengembangkan senyumannya. "Congrat ya?"
"Thanks," Biundra tersenyum puas. "Cantik kan?"
"Um, cantik." Elenora mengangguk, menutupi rasa cemburunya, bibir Biundra kembali bertengger pada bibirnya. Keduanya mulai saling bergerak, Elenora mengeratkan pelukan pada leher Biundra saat laki-laki itu mengangkat tubuhnya pelan. Dalam gendongan, Biundra membawa Elenora masuk kedalam kamarnya.
"Hah..." Nafas Elenora tercekat, dadanya naik turun saat deru nafas Biundra menyusuri lehernya. Elenora menggeliat saat tangan Biundra tidak tinggal diam, Biundra menuntunya untuk kembali duduk dan dibawa keatas pangkuannya. Bibir mereka kembali menyatu, dengan tangan Biundra mulai menjelajah kedalam kaos oversize Elenora dan saat akan dia bawa keatas, Elenora melepaskan pangutan itu.
Buindra menatapnya sayu. Laki-laki itu menelan saliva dengan nafas masih tidak teratur. "Kenapa?"
"Gue lagi mens, Biu."
Biundra mengrenyit bingung. Tangannya meraba sisi belakang Elenora. "Lo gak pake pembalut, sayang."
Elenora menelan salivanya, alasan datang bulannya adalah akal-akalan Lynne kemarin, agar Biundra tidak banyak bertanya soal kenapa dia memeluk Lynne.
"Lo gak bohong kan soal mens?" Tanya Biundra lagi, laki-laki itu tidak bodoh, dia tau bagaimana bisa perempuan datang bulan tidak mengenakan pembalut.
"G-gue pakai paintyliner." Siall, Elenora tidak yakin kalau Biundra bisa dibohongi lagi. "Belum banyak gitu, ini baru hari kedua. Kemarin pas meluk Lyn itu sakit perut aja."
"Ouh.." Biundra mengangguk, Elenora menghela napas lega karena laki-laki yang masih memangkunya ini percaya. "Yaudah, diluar aja ya."
"Hah?" Tangan Biundra kembali masuk kedalam kaosnya, dan wajah laki-laki itu sudah mendekat memberikan kecupan pada tulang selangka. Elenora tidak bisa menolak, tangannya bergerak menyusuri surai panjang milik Biundra, laki-laki itu memang membiarkan rambutnya sedikit memanjang.
Kaos oversize Elenora sudah lolos dari tubuhnya, bibir Biundra mulai mengecupi kulit perutnya, tidak membiarkan sesenti saja kulit Elenora tidak dia kecup. Posisi mereka masih dengan Biundra memangku Elenora, tapi Elenora dibiarkannya untuk berbaring membiarkan tangan perempuan itu memainkan rambutnya.
Drrttt,,,, Drrttt,,,
"Shiit!!!" Biundra mengumpat, kegiatannya belum tuntas dan ponselnya bergetar kuat. Tangannya masih memegang pengait bra milik Elenora dan terpaksa dia kaitkan lagi, Biundra meraih ponselnya dan menyandarkan kepalanya pada perut rata Elenora, sedangkan Elenora sedang mengatur nafas agar teratur. "Halo sayang..."
Elenora memejamkan matanya kesal.
"Astaga iyaaa, aku lupaa.."
Elenora tidak perduli apa yang tengah dibicarakan oleh Biundra dengan seseorang disebrang sana, tapi bisakah laki-laki ini menyingkir, disela dia berbicara saja masih menyempatkan untuk mengecup perutnya.
"Iya maaf sayang, aku berangkat sekarang." Biundra terkekeh. "Iya sayaaang, too."
Biundra mendongak, melihat kearah Elenora yang menatap kelangit-langit kamar. Biundra menuntunya untuk kembali duduk, menurunkannya dari pangkuannya, Biundra meraih kaos Elenora dan dia bantu pakaikan.
"Gue lupa anjiir, hari ini ada janji ngajak Jesslyn nonton." Laki-laki itu terkekeh tanpa memperdulikan wajah Elenora yang kesal. Tangan Biundra meraih sisi wajah Elenora dan mengecup bibirnya sekilas. "Gue pergi, byeeee..."
"Biuu..."
Biundra menghentikan langkahnya, suara Elenora sangat lembut dan samar, membuatnya berhenti dan menatap Elenora bingung. "Kenapa?"
"Jangan lupa besok, anter gue belanja."
"Siap kitty." Tangannya bergerak memberi hormat, laki-laki itu terkekeh. "Gue pergiiiii...."
Elenora menatap nanar pada pintu kamarnya yang sudah kembali tertutup. Ia bingung, bagaimana bisa Biundra menyentuhnya seperti itu tanpa perasaan. Bahkan dia bisa meninggalkan nafsunya secara tiba-tiba hanya karena perempuan lain memanggilnya. Pertemanan ini membuat harga dirinya jatuh ya? Elenora terkekeh sendiri.
^^^To be continued 🖤🖤^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Yudi Jebaru
sakit hati banget el
2024-05-21
0
Rancito
OMG,ini yg beneran disebut budak cinta. Gw sakit hati koq bs sih Elenora kyk gitu.
2022-12-07
3
🎯™ꨄ᭄⃟™Suci Anatasya❀⃟⃟✵🅠🅛
mampir Thor
2022-09-28
1