"Apa kamu hamil Rei!"
Larei menatap kedua sahabatnya itu dengan tajam, bagaimana tidak, kedua sahabatnya itu berbicara dengan suara yang sangat kencang, hingga para pengunjung cafe mulai melihat ke arah mereka.
"Kenapa tidak sekalian aja kalian pakai toa, biar lebih banyak lagi orang yang denger suara cempreng kalian itu," cebik Larei dengan kesal.
"Hehe, iya maaf, maaf, kita cuma kaget aja dengar kabar ini," sahut Ivanka terkekeh.
"Terus sekarang rencana kamu apa?" tanya Tari menatapnya dengan serius.
Ivanka Camilla dan Batari Caroline adalah sahabat Larei dari semenjak mereka baru masuk sekolah menengah pertama, persahabatan mereka pun selalu damai hingga saat ini.
Larei menatap kedua sahabatnya itu bergantian, tak lama kemudian dia menggelengkan kepalanya, dia sendiri pun bingung dengan apa yang harus dia lakukan.
"Gimana kalau kamu ngomong ke si Sakya tentang kehamilan kamu ini, biar dia bisa tanggung jawab," saran Ivanka.
"Iya bener tuh, walau bagaimanapun, dia harus tau dan harus tanggung jawab untuk kalian," sahut Tari setuju dengan saran sahabatnya itu.
"Apa kalian pikir dia akan mau tanggung jawab, apa kalian lupa yang aku ceritain tentang kejadian pagi itu. Pria baj*ngan itu berniat memberikan uang atas apa yang sudah kita lakukan itu, dia hanya menganggap aku sebagai wanita panggilan saja," tutur Larei menggebu-gebu.
"Mungkin saja sekarang dia sudah tobat Rei, siapa tau dia akan bertanggung jawab." Tari berusaha merubah pemikiran Larei.
"Kalau pun dia emang mau tanggung jawab, terus apa yang akan terjadi pada kehidupanku setelah bersamanya nanti, akan berapa banyak wanita yang berbondong meminta pertanggungjawaban darinya?"
Mendengar hal itu baik Ivanka atau Tari hanya diam, mereka yang memang sebelumnya satu sekolah dengan geng Sakya itu, tahu bagaimana sepak terjang pria itu, semenjak di sekolah menengah atas.
Larei meminum jus strawberry yang tersaji di mejanya itu, membasahi tenggorokannya yang terasa kering.
"Yang aku bingungkan saat ini bukan tentang anak ini, meski bagaimanapun aku sudah memutuskan untuk tetap merawat anak ini, tapi yang aku bingungkan saat ini, adalah orang-tuaku," sambung Larei dengan menghela napas panjang.
"Bisa-bisa aku digantung di ujung monas kalau Papi aku sampai tau aku hamil, apa aku pergi aja dari rumah, saat anak ini lahir baru aku balik lagi ke sini."
Ivanka dan Tari memutar matanya, lalu berdecak kesal sambil melemparkan kentang goreng pada Larei karena ucapan konyol dari sahabat mereka itu.
"Emangnya kamu pikir, masalah akan selesai kalau kamu menghindarinya gitu aja apa," celetuk Ivanka.
"Iya Rei, kamu tidak bisa lari gitu aja, walau bagaimanapun orang-tuamu harus tau tentang hal ini," timpal Tari dengan bijak.
"Tapi kalau mereka ngusir aku dari rumah gimana?" tanya Larei dengan khwatir.
"Ya ampun Lareina Adabela, aku pikir kamu gak semiskin itu sampai gak punya uang buat sewa tempat tinggal. Bahkan buat beli satu unit apartment pun, aku yakin tabungan kamu tidak akan kepake sampai setengahnya," tutur Ivanka dengan gemas.
Larei tidak menyahutinya, dia memikirkan cara untuk mengatakan semuanya pada orang-tuanya, mencoba mencari kata yang pas untuk berterus-terang.
Memikirkan tentang reaksi keluarganya yang pasti akan marah, membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih lagi saat ini, alhasil dia kembali menarik napas sedalam-dalamnya lagi.
Saat matanya memindai seluruh sudut restoran itu, tiba-tiba saja matanya terpaku pada sebuah objek yang membuatnya kesal bukan main.
"Kenapa Rei?" tanya kedua sahabatnya karena melihat tatapannya berubah tajam, juga terdengar decakan kesal dari bibir wanita itu.
"Lihat ke belakang kalian," sahut Larei dengan malas.
Tari dan Ivanka pun menengok ke belakangnya, melihat objek yang menjadi titik fokus sahabatnya dan membuat mood sahabatnya itu kian buruk.
"Kalian tadi nyaranin aku buat ngomong ke pria itu tentang kehamilanku, oh tidak terima kasih. Aku tidak ingin sisa hidupku hanya makan hati, karena melihat kelakuannya yang kayak gitu."
Larei, kembali meminum minumannya, enggan untuk menatap ke arah Sakya yang saat ini tengah duduk bersama seorang perempuan lebih lama lagi.
Sakya yang saat itu posisinya tengah menghadap ke arahannya, terlihat tengah menggenggam tangan wanita di depannya, sambil sesekali menciumnya.
"Kita mending hidup sendiri ya Nak, daripada bersama pria suka main perempuan seperti itu," gumam Larei sambil mengusap perutnya yang masih rata.
"Emang dasar kadal tetap aja kadal, nyesel aku nyaranin kamu buat ngomong ke dia, untung kamu tidak menuruti apa yang kita ucapkan tadi!" decak Tari yang entah kenapa menjadi kesal melihat pemandangan yang menurutnya menjijikkan itu.
"Udah yuk ah pulang, aku mual liat orang itu," ucap Larei lalu berdiri dari tempat duduknya.
"Ayo," sahut kedua sahabatnya mengangguk serempak.
"Biar aku aja yang bayar, kalian keluar duluan aja deh," ucap Tari di tengah-tengah langkah mereka keluar dari cafe itu.
"Ya udah, kita tunggu di parkiran ya," ucap Larei dan Ivanka.
"Oke!" Tari mengacungkan jempolnya dan pergi ke kasir, sedangkan Larei dan Ivanka keluar dari cafe itu.
Karena kebetulan meja tempat Sakya duduk, di dekat pintu cafe itu, jadi dia dapat melihat Larei, ketika melewati mejanya.
Dia menatap Larei yang memasang wajah datar yang tidak melihat ke arahnya itu dengan lamat, hingga entah kenapa, begitu wanita itu mulai menjauh dari mejanya bahkan sudah di luar cafe.
Sakya tiba-tiba saja merasa perutnya serasa dikocok, dia pun menghentikan makannya, lalu menatap wanita di depannya.
"Aku ke toilet dulu bentar ya," pamit Sakya langsung beranjak dari tempat duduknya tanpa mendengar jawaban dari wanita itu.
Sakya berjalan dengan cepat ke arah toilet karena ada yang mendesak ingin keluar dari Kerongkongannya itu.
Begitu sampai di toilet, Sakya menunduk di wastafel dan langsung memuntahkan isi perutnya itu tanpa ampun, pria di sampingnya yang tengah mencuci tangan itu pun menatapnya dengan heran.
"Mas baik-baik saja?" tanya pria itu karena Sakya muntah-muntah begitu parah.
"Saya ba–"
Sakya tidak melanjutkan ucapannya karena kembali muntah, pria di sampingnya itu pun keluar dari toilet tidak bertanya lebih lagi padanya.
"S*al gara-gara ketemu sama si jutek itu, aku jadi mual-mual seperti ini, wanita itu emang seharusnya tidak berada di dekatku," gerutu Sakya sambil berkumur lalu membersihkan mulutnya dengan tisu.
Karena merasa sudah tidak mual lagi, dia pun segera keluar dari toilet, kembali mendatangi wanita yang sebelumnya menjadi incarannya.
Wanita yang menjadi incarannya itu bernama Ishana, beberapa waktu yang lalu, dia seharusnya menghabiskan malam yang indah itu bersama Ishana, bukan bersama dengan Larei.
Namun, sepertinya keberuntungan berpihak padanya, meskipun dia gagal dengan rencananya menjerat Ishana, mereka tanpa diduga dipertemukan lagi dalam waktu yang berbeda.
Sakya merasa senang, karena ternyata wanita itu merespon dengan baik dirinya, hingga dia bisa beberapa kali jalan bersama dengan Ishana.
"Maaf lama, tadi aku sakit perut," ucap Sakya begitu mendudukkan dirinya di meja.
"Tidak apa-apa," sahut Ishana dengan lembut dan tersenyum.
"Kamu habiskan saja makanannya," ucap Sakya pada wanita di depannya itu.
"Kamu tidak lanjut lagi makannya?" tanya Ishana karena Sakya hanya diam.
"Tidak, aku udah kenyang,"sahut Sakya berusaha tersenyum.
Padahal sebenarnya dia kembali mual melihat makanan itu, hingga tidak memiliki nafsu untuk melanjutkan makan lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
RASAIN LO YG DAPET SINDROM KEHAMILAN SIMPATIK...
2023-04-02
1
Cicih Sophiana
semoga aja gejala hamil terus Sakya yg merasakan nya selama trimester pertama...
2022-11-17
1
Mutia Tia
larei betul keputusan mu,,rawat sendiri ank mu
2022-10-04
0