"Rei, kamu udah bangun belum, Papi udah nungguin kamu tuh, cepat turun, kita sarapan," panggil seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah Davira. maminya Larei.
"Iya Mi," sahut Larei dari dalam kamarnya, dia segera menyelesaikan berpakaiannya.
"Cepatlah, jangan buat Papi kamu menunggu lama," ucap maminya lagi.
"Iya Mi, bentar lagi aku turun," sahutnya lagi dari dalam kamar.
Setelah itu, terdengar suara langkah kaki menjauhi dari kamarnya, dia yakin jika maminya telah pergi ke meja makan.
Karena tidak ingin membuat keluarganya menunggu untuk sarapan, dia pun segera turun ke lantai satu rumahnya, rumah yang berada cukup jauh dari jalan raya, karena maminya tidak terlalu suka dengan kebisingan.
"Maaf lama Pi, tadi Larei telat bangun," ucapnya sambil mendudukkan dirinya di kursi yang berada di samping maminya.
Larei duduk berhadapan dengan adiknya— Jazziel Gentala, atau biasa dipanggil Ziel yang sudah siap akan ke kampus.
"Kita mulai sarapannya, Papi harus segera berangkat ke kantor," ucap Aditya Danapati, cinta pertama Larei yang tidak lain adalah papinya.
Setelah berdoa dengan dipimpin oleh kepala keluarga di sana, yaitu oleh Aditya, mereka pun memulai sarapan mereka dengan hening, tidak ada yang membuka suaranya.
Papinya adalah orang cukup disiplin, salah satu hal yang tidak boleh dilanggar di sana adalah, harus makan bersama, tidak boleh makan sendiri-sendiri, juga jika sedang makan tidak boleh mengobrol atau pun banyak bicara.
Beberapa saat kemudian, mereka pun selesai sarapan, keluarga itu pun satu per satu mulai pergi meninggalkan rumah, pertama Ziel yang pamit terlebih dahulu, lalu disusul oleh Aditya, setelah berpamitan pada Larei dan maminya.
"Mi, aku juga mau siap-siap ya, mau pergi ke butik," pamit Larei sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Iya kamu pergilah, ini udah siang," sahut Davira sambil membereskan meja makan membantu pekerjaan art di rumah itu.
"Iya Mi."
Larei pun mulai pergi menuju kamar, dia mengambil tas yang sebelumnya sudah dia siapkan, setelah memeriksa dan tidak ada yang ketinggalan, dia pun langsung pergi dari rumahnya.
Seperti biasa, dia selalu berangkat ke mana pun, dengan mengendarai mobilnya itu sendiri, meskipun di rumahnya ada sopir, tapi dia lebih bebas bawa kendaraan sendiri.
Jarak dari rumah ke butiknya, tidak membutuhkan waktu yang lama, hanya waktu kurang dari sejam, bila kondisi jalanan tidak macet.
Dia menghentikan mobilnya, diparkiran yang khusus untuk mobilnya, lalu memasuki butik yang menjadi tempatnya untuk menghabiskan waktu seharian itu.
"Pagi Non," sapa Anjani, asistennya di sana.
"Pagi An,"sahut Larei.
"Bagaimana pesanan yang hari kemarin, apa hari ini akan selesai di packing?" tanya Larei sambil berjalan menaiki tangga.
"Sudah selesai Non, nanti siang langsung kirim," sahut Anjani.
"Baguslah kalau gitu." Larei mengangguk mengerti.
Mereka kemudian berjalan ke arah ruangan tempat Larei melakukan pekerjaannya.
"Ini laporan bulan ini Non," ucap Anjani menyerahkan beberapa berkas pada Larei.
"Emang ini tanggal berapa? Kenapa kamu sudah menyerahkan laporan ini?" Larei menatap asistennya itu dengan bingung.
"Ini udah tanggal 27 Non," sahut Anjani dengan santai.
Sementara Larei melotot tak percaya, dia kemudian melihat kalender kecil yang ada di atas mejanya itu.
Dia mengambil kalender itu, lalu dia pun berpikir dengan serius, karena teringat sesuatu yang sebelumnya tidak dia perhatikan.
"Udah akhir bulan ... bukannya seharusnya aku sudah ...." Larei tidak melanjutkan ucapannya itu, dia kemudian menatap perutnya.
"Tidak, itu tidak mungkin. Pasti hanya telat aja karena aku terlalu lelah akhir-akhir ini." Larei menggelengkan kepalanya, menyanggah perkiraan dalam kepalanya itu.
"Kenapa Non? Apa anda baik-baik saja," tanya Anjani karena melihat keanehan yang Larei lakukan itu.
Larei melihat ke arah asistennya itu, dia kemudian menggelengkan kepala, lalu menghela napas sedalam-dalamnya.
"Tidak apa-apa, kamu kerjakan pekerjaan yang lain aja, biar nanti aku periksa laporan ini."
Larei menyimpan kalender kecil itu ke tempat semula, lalu mengambil kertas yang diberikan oleh Anjani itu.
"Baiklah, kalau gitu saya pergi dulu Non," ucap Anjani, sambil menunduk.
"Iya."
Larei berusaha menyibukan dirinya dengan pekerjaannya, berusaha tidak memikirkan apa yang sempat hadir di pikirannya itu.
Namun ternyata, semakin dia berusaha tidak memikirkannya, dia pun semakin kepikiran, hingga kepalanya terasa terus berputar.
Kini waktu sudah mendekati waktu makan siang, tapi pikirannya masih terus berkeliaran sembarangan, hingga dia tidak bisa fokus dalam pekerjaannya itu.
'Aku harus mencari kebenarannya, agar aku tidak terus berpikiran yang aneh-aneh." Larei akhirnya menyimpan pekerjaan itu.
Dia kemudian beranjak dari tempat duduknya, lalu mengambil tas yang sedari berada di meja dan membawanya keluar dari ruangannya.
"An, aku mau pergi dulu, ada urusan mendadak, kalau ada apa-apa kamu langsung hubungi aku ya,' ucapnya saat keluar dari ruangannya dan bertemu dengan Anjani yang tengah bekerja di meja kerjanya.
"Baik, Non." Anjani pun mengangguk patuh.
Larei segera pergi dari sana, dia menuju ke klinik khusus untuk ibu hamil dan anak-anak yang letaknya tidak jauh dari butiknya itu, hanya memerlukan waktu sepuluh menit menggunakan mobilnya.
Dia segera mendaftarkan dirinya dan langsung dibawa oleh suster di sana, ke ruangan untuk pemeriksaan karena kebetulan tempat itu saat ini tengah sepi oleh pengunjung.
"Silakan duduk Mbak, bisa Mbak katakan apa saja keluhannya?" tutur seorang dokter wanita pada Larei yang baru saja memasuki ruangan itu.
"Saya bulannya ini belum mendapatkan haid saya Dok, jadi saya ingin memeriksanya," terang Larei dengan berusaha menenangkan hatinya yang terasa tidak nyaman itu.
"Apa Mbak sudah mencoba mengeceknya pakai testpack?" tanya Dokter itu.
"Belum Dok, saya baru menyadari kalau saya telat dapat siklus bulanan tadi pagi," terang Larei lagi.
Dokter pun terus bertanya-tanya pada Larei, untuk mengetahui apakah Larei hamil atau tidak, hingga setelah 15 menit pun kemudian dokter selesai bertanya.
"Baiklah, kalau begitu untuk memastikan Mbak hamil atau tidak, kita bisa melakukan usg saja," ucap Dokter itu sambil berdiri dari kursi.
Larei pun mengikuti langkah dokter itu, lalu merebahkan tubuhnya di brangkar, dia menghela napas sedalam-dalamnya, mencoba menenangkan hatinya yang sebenarnya terasa gugup.
"Rileks aja ya Mbak," ucap Dokter saat mulai menempelkan alat usg itu ke perut Larei yang sudah dibaluri jel khusus sebelumnya.
"Selamat ya Mbak, sepertinya Mbak memang hamil, tapi karena masih belum terlalu jelas, jadi saya perkirakan jika kandungan Mbak baru berusia tiga minggu."
Larei menahan napas mendengar pernyataan dari dokter itu, meskipun sebelumnya dia sudah memperkirakan hal itu, tapi setelah tahu dengan jelas seperti itu.
Dia langsung dilanda kebingungan, apa yang harus dilakukannya saat itu, dia tidak ingin hamil anak dari pria yang tidak dia sukai.
Larei juga tidak ingin menjadi ibu dari anak seorang pria yang selalu bermain perempuan, tidak pernah puas dengan satu perempuan saja.
Terlebih lagi, dia belum siap untuk menjadi ibu, karena dia masih ingin bebas melakukan apa pun, tanpa harus memikirkan anak nantinya.
"Mbak, Mbak baik-baik saja?" tanya Dokter mengguncang tubuh Larei karena wanita itu malah melamun.
"Maaf Dok, saya malah melamun," ucap Larei yang mulai mendudukkan dirinya karena dokter sudah selesai membersihkan jel di perutnya itu.
"Oh iya tidak apa-apa Mbak," sahut Dokter itu tersenyum ramah.
Dokter itu pun kembali mendudukkan dirinya di kursi kerjanya, diikuti oleh Larei yang duduk di kursi yang sebelumnya dia dudukki.
"Nama suami Mbak siapa?" tanya Dokter yang sudah siap untuk mengisi buku kuhusus ibu hamil itu.
"Saya belum menikah Dok," terang Larei apa adanya.
Dokter yang mendengar hal itu terlihat cukup kaget, tapi beberapa saat kemudian dia hanya tersenyum pada Larei, lalu lanjut menuliskan sesuatu di buku itu.
"Ini buku yang bisa Mbak bawa lagi kalau mau periksa, jaga kandungannya baik-baik ya Mbak … sama jangan berpikiran untuk menggugurkannya karena anak itu tidak bersalah," tutur Dokter membuat Larei menatapnya dengan mata terbelalak.
Dia sama sekali tidak memiliki pikiran untuk itu, dia juga tahu anak itu tidak salah, karena yang salah adalah pria yang menitipkannya padanya.
Membayangkan wajah Sakya, Larei tiba-tiba saja merasa kesal, ingin rasanya saat ini, dia mendorong pria itu ke jurang dan tertawa ketika melihat wajah menyebalkannya itu hancur.
"Mbak baik-baik saja, kan?" tanya Dokter dengan heran.
Dokter itu lalu menyentuh lengan Larei karena ternyata, tanpa sadar Larei terkekeh membayangkan hal jahat pada Sakya.
"Eh, iya saya baik-baik saja Dok, ya udah kalau gitu saya permisi dulu ya Dok," pamit Larei sambil berdiri dari kursi.
"Iya Mbak, bulan depan periksa lagi ke sini ya," ucap Dokter itu.
"Baik Dok." Larei mengangguk, lalu mengambil buku dari dokter itu dan memasukkannya ke dalam tas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
SALAH ELO, PERGI KE PESTA SENDIRIAN, SBENARNYA LO GK PERLU PERGI TU KE PESTA RELASI ORTU LOO.. SEANDAINYA PERGI, BAWALH PARTNER
2023-04-02
0
Cicih Sophiana
Larey bawa aja Sakya kelaut tenggelamkan 🤣🤣🤣
2022-11-17
1
Lily
Ayo lanjut lagi Thor
2022-10-02
0