"Heh! Heh! Mau ngapain sih?"
"Shhhht! Diem!" Citra menepis tangan Abu yang menahannya melepas stiker merah putih motor Pak Arif. Dendamnya pada pemiliki motor itu sudah melewati batas kewarasan. Kakinya masih nyut-nyut serasa di ikat batu kali seember.
"Ketahuan Pak Arif, abis kamu." Abu masih berusaha menahannya namun Citra sudah tidak peduli lagi. Setidaknya balas dendam ini bisa bikin Pak Arif mikir bahwa ada seseorang di sekolah ini yang tidak menyenanginya.
"Jangan berisik makanya. Awasin jan sampe ada yang lihat." Satu lagi, Citra mencomot stiker larutan yang di tempel dekat kunci. "Lagian pelit bangat jadi Orang. Motor butut di pake padahal bisa beli mobil dua buah."
"Cit--Ah!" Abu menarik Citra menjauh dari motor Pak Arif saat ia akan beralih membuka spion.
"Bentaaaar! " Citra bertahan namun kalah oleh Abu.
"Udah, cukup! " Sentak Abu. "Yuk ah, saya jajanin somai. " Abu membawa Citra pergi dari situ. Ia tidak mau ambil resiko di babat habis Pak Arif hanya karena keisengan sahabatnya ini.
"Tapi saya belum puaaas. Tuh spionnya saya cop---"
"Kalian kenapa tarik-tarikan di jalan begini? "
Citra melepas kasar genggaman Abu di pergelangannya, "Tau nih, Pak." Ia melarikan pandangannya kearah lain, jangan sampai ketahuan Pak Arif apa yang telah dilakukannya terhadap motor kesayangan nya itu.
"Kembali ke kelas!" Pak Arif menatap keduanya keduanya tak bersahabat.
Abu buru-buru mencekal Citra, "Iya, Pak. Permisi." Pamitnya mengabaikan protesan Citra yang ingin ke Kantin.
"Janjinya tadi mau beli somai. Gimana sih."
"Masih napsu makan somai liat muka sepet nya Pak Arif? Ngeri bangat tuh bapak." Abu bergidik. Keduanya kini sudah berada di ruang kelas. Ada Lisna dan Sari disana yang tengah membahas soal kimia.
"Apaan nih?" Citra menarik kertas itu lalu saat tahu itu adalah soal kimia ia langsung melepaskannya begitu saja. Alergi Kimia dan sebangsanya.
"Soal-soal ujian kelas tiga. Mau ada lomba sains." Terang Lisna. Sari masif fokus mencakar di sampingnya.
Citra mengangguk tak peduli. Terserah lah mau ada lomba sains kek, lomba sayembara kek, selama berhubungan sama Pak Arif, Citra mau jauh-jauh saja membuat jarak aman.
"Bantuin dong. Kamu kan jago kimia, Cit." Ujar Sari setelah lama mengerjakan dan tak berhasil menyelesaikan satu soal pun.
Citra mendengus tak karena jiwanya memang jiwa-jiwa jongos kimia, ia ambil juga folpen di tangan Sari lalu mulai mencari jawaban soal tersebut. Sementara Abu sudah bergabung dengan Band Indi kelas ini yang meja dan gagang sapu yang selalu di jadikan alat musik dadakan.
"Gini kali!? " Citra menunjukkan jawabannya tak yakin. Berhubung guru yang bersangkutan adalah Pak Arif, ia malas pusing. Asal nilainya tidak turun, tidak usah dipedulikan nama baik di depan guru dajjal itu.
"Kamu jadi ikut lomba pidato? " Tanya Lisna sembari mempelajari jawaban yang di kerjakan Citra.
"Ikut dong. Siapa tau saja terpilih jadi perwakilan sekolah, bisa di bimbing Mister Alfian. Ngebayanginnya aja udah indah bangat." Cinta menangkup pipinya kesenangan.
"Pak Alfian teruuus." Senggol Sari pada sahabatnya itu.
"Gimana dong, keren bangat apa lagi pas ngomong Inggris. Beuuuh berasa di nyanyiin swan mendes."
"Lebay! Mendingan Pak Arif kemana-mana. Udah soleh, baik, perhatian, adem, ma---"
"Stop stop stop! Cukup ya, Lis. Telingaku udah kayak mau terbakar dengarin halusinasi kamu tentang beliau." Potong Citra tak ingin mendengar hal tidak masuk akal itu tentang Pak Arif.
"Sini soalnya, biar saya selesaiin." Citra mulai mengerjakan soal-soal tersebut diikuti oleh Lisna dan Sari.
***
"Kenapa belum pulang?"
Citra menoleh kebelakang dan mendapati Pak Arif berhenti di belakangnya. Fokusnya teralih pada badan motor dimana stikernya sudah di copoti satu-satu.
"Tunggu jemputan, Pak." Jawabnya datar. Malas sekali berbasa basi dengan Pak Arif si manusia bunglon ini.
"Siapa yang jemput? "
Kepo bangat kayak Dora. Omel Citra dalam hati. "Ojek langganan, Pak."
Tak ada sahutan lagi dari guru muda itu. Citra perlahan menyingkir berpikir Pak Arif mungkin terhalangi jalannya. Ia melipir ke pagar sekolah lalu duduk di atas batu sisa-sisa pembangunan pagar beton sekolah. Dari sudut matanya ia melihat Pak Arif tak juga pergi.
Ngapain sih ini orang? Bikin was-was aja.
Karena terlalu seringnya di hukum, Citra menjadi sedikit parno akan keberadaan Pak Arif. Seolah di wajah gurunya itu tertulis dengan jelas 'List Hukuman Citra Jenaya.'
Citra buru-buru melarikan tatapannya kearah lain saat Pak Arif menoleh padanya. Hanya menoleh sebentar lalu kembali menatap lurus kedepan sambil sesekali membalas sapaan siswa siswi melewatinya.
Citra mulai gelisah. Takut tiba-tiba semua dedemit penghuni sekolah ini marasuki Pak Arif dan dia di gantung disini sama beliau. Karena dari pantauannya, mood Pak Arif ini on off. Seolah ada saklar on yang selalu tertekan setiap kali ia berada di sekitar guru muda tersebut.
Tak lama kemudian Pak Bambang, Ojek langganannya datang. Citra langsung mendesah lega. Ia bergegas menghampiri Pak Bambang, menunduk sopan saat berpamitan pada Pak Arif.
"Hati-hati rok kamu." Ujar Pak Arif mengingatkan.
Citra memegang sisi kanan dan kiri roknya lalu tersenyum tipis pada Pak Arif sebelum meninggalkan sekolah. Dari kejauhan ia melihat Pak Arif juga meninggalkan sekolah.
"Terima kasih, Pak." Ucap Citra saat motor sampai di depan rumah. Saat itu juga Pak Arif melewati mereka dan berhenti di rumah depan yang pagarnya langsung terbuka otomatis. Orang kaya.
"Mbak Jen, besok saya tidak bisa antar ke sekolah." Ujar Pak Bambang setelah menerima helm yang dipakai Citra.
"loh, kenapa, Pak?" Tanya Citra. Pak Bambang ini ibarat separuh nafasnya karena beliaulah yang mengantar jemputnya ke sekolah dengan selamat sentosa. Sangat sulit mendapatkan ojek yang bisa di percayai jadi ketika ada Pak Bambang urusan pergi-perginya menjadi lebih muda karena Pak Bambang akan mengantarnya dimanapun pergi.
"Kami mau pulang kampung, Mbak. Orang tua istri saya sakit." Terang Pak Bambang.
"Oh gitu ya, Pak. yaudah nggak apa-apa. salam sama keluarga ya Pak semoga lekas sehat dan cepat kembali lagi kesini." Ujar Citra tulus. Gadis berambut panjang hitam sepunggung itu mengambil dompet lalu mengeluarkan uang seratus ribu.
"Diterima ya, Pak."
"Loh, Mbak, ini--"
"Untuk jajannya anak-anak di perjalanan, Pak." Kata Citra kembali memasukan dompet dalam tasnya.
Pak Bambang tersenyum, "Terima kasih ya Mbak, Jen. Semoga kebaikannya selama ini dibalas oleh gusti Allah."
"Aamiin, makasih kembali, Pak."
"Kalau begitu saya permisi ya Mbak." Pamit Pak Bambang.
"Iya, Pak. Hati-hati. " Citra memperhatikan punggung Pak Bambang hingga hilang di belokan. Ia hendak masuk, membuka pagar saat tanpa sengaja bertemu tatap dengan Pak Arif yang masih berdiri di depan gerbang. Citra mengangguk sopan lalu masuk ke dalam.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Ratu Tety Haryati
Pak Arif Type pria bertanggungjawab, memastikan Citra betul2 dijemput dgn ojek langganan dan tiba dgn selamat👍
2022-11-27
1
Mia Pratiwi🍇
iihh pak arif diam² so sweet bgt sih😍
2022-09-27
2
🌈Pelangi
tanda2 cinta semakin mndekat ini hahaha...
2022-09-27
2