"Mau kemana, Dek?" Citra melihat Adiknya berlari keluar rumah. Hari masih terik, seharusnya adik semata wayangnya ini sedang tidur siang sesuai jadwal yang Mamanya sudah tetapkan.
"Ke rumah, Pak Arif." Jawab Alul mengambil Ciki di depan sang kakak dan membawanya keluar rumah.
"Hati-hati ntar ketularan rese." Teriak Citra kearah dimana adiknya menghilang. Suara ftv kesukaan mamanya menjadi temannya siang ini.
"Siapa yang rese, Mbak?"
Mama muncul dari dapur membawa cemilan pisang keripik yang masih hangat.
"Pak Arif." Jawab Citra enteng
"Hush! Nggak boleh gitu, Mbak. Hormat sama beliau. Walaupun masih muda, beliau tetap guru kamu." Tegur mama meletakkan toples diatas meja.
Citra mencibir, "Alah, guru apaan yang hari-hari hobi nyiksa siswanya." Ia mencomot keripik tersebut sembari menjatuhkan kepalanya diatas paha sang mama.
"Itu karena siswanya bandel. kayak kamu ini." Mama mengetuk-ngetuk kening putrinya.
"Pak Arif aja, Mah, yang hobi. Buktinya guru lain tidak ada tuh." Ujar Citra membela diri.
"Yaudah sih, Mbak Jen nggak kenapa-kenapa ini kok. Sekarang bangun trus bawain nih keripik untuk Pak Arif."
"Hih, nggak mau. Kenapa harus Jena sih Mam. Itu tadi kenapa nggak di titipin ke Alul saja? " Protes Citra. Bukannya mau jadi pembangkang orangtua tapi kenapa harus rumah guru nyebelin itu.
"Boleh mateng tadi, Mbak. lagian tau sendiri adek kamu, mana mau di suruh menunggu." Mama mendorongnya pelan agar terduduk kembali.
Citra memberenggut sebal, "Mamaaa, jangan Jena. Pak Arif nya nyebelin. Jena panggilin Alul ya." Tawarnya tapi sang mama malah mendudukkan toples di pangkuannya.
"Udah sana bawa! Sekalian tanyain Bukde uang arisan."
Citra menggelosor lemas. Malas rasanya melihat tampang Pak Arif di siang bolong seperti ini. Makin panas nanti hati dan kepalanya.
Dengan langkah di seret, Citra keluar rumah. Remaja itu hanya mengenakan baju kaos lengan pendek dan celana pendek setengah paha kebiasaannya dalam rumah. Toh cuma di depan rumah. Kalau beruntung ya sampai gerbang saja.
Citra menatap gerbang putih di depannya. Helaan nafas kasar lolos dari mulutnya.
"Audzubillahiminasyaitinirojim." Bacanya sebelum menekan bell yang ada di sisi kirinya. Semoga setan-setan yang sering gentayangan di sekitar Pak Arif ikut pergi bersama majikannya.
Dua kali memencet bell, gerbang akhirnya terbuka secara otomatis. Citra melongokkan kepala waspada sebelum masuk, takut-takut Pak Arif muncul dan menyerangnya. Khayalan nya memang sudah pada tahap mengkhawatirkan dan semua itu tentu saja salah Pak Arif Rahman yang sudah menjadikan dirinya mimpi buruk. Ia menghela nafas lega saat tak mendapati siapapun disana. Jejak Alul juga tidak disana, semoga saja bocah ff itu sedang pergi bersama pawangnya.
Citra melangkah dengan sedikit enteng. Bagus kalau cuma Budhe dan Pakde di rumah besar itu. Kedua orangtua Pak Arif itu sangat baik, ngomongnya juga lembut tidak seperti anak mereka yang nyebelinnya ampun-ampunan.
"Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam. Eh, Mbak Jen. Masuk, Mbak." Budhe, tersenyum lembut pada Citra, mengusap rambutnya penuh sayang.
Citra menyengir, "Maaf ganggu, Bukde. Ini disuruh mama. Sama uang arisan juga katanya." Ia menyerahkan toples keripik itu.
"Wah, makasih, Nak. Ayo, masuk masuk. " Perempuan berjilbab lebar itu membuka pintu lebar-lebar mempersilahkan tamunya masuk.
Citra meringis. Ini nih salah satu alasan ia berat hati ke rumah Pak Arif. Ibunya pasti tidak akan melepaskannya untuk pulang cepat. Budhe memang baik, Citra betah juga berlama-lama sama guru ngajinya itu tapi tidak kalau ada putra tunggal keluarga tersebut, Pak Arif Rahman yang hobinya menyiksa dirinya.
Citra pikir ia hanya akan berakhir di ruang tamu ternyata Budhe tidak mempersilahkannya duduk karena beliau terus masuk hingga ke ruang keluarga.
"Budhe ambil uangnya dulu ya, Mbak. Mbak Jen tunggu sebentar."
"Iya, Budhe." Citra duduk tegang. Tayangan ftv yang sedang menanyangkan adegan tidak masuk akal sama sekali tidak membuatnya santai. Matanya sesekali awas pada sekitar, takut tiba-tiba Lord Arif muncul dan menghukumnya.
"Mas Arif, ini beneran stickernya untuk aku?"
Citra sontak menegakkan punggungnya mendengar suara cempreng adiknya yang terdengar samar semakin jelas.
"Astaga, Pak Arif." Ia buru-buru mengambil bantal sofa lalu menutupi wajahnya sembari merapat ke lengan sofa. Berharap Pak Arif menganggapnya kucing atau remot TV pun tidak masalah.
Tanpa sadar Citra menahan nafas saat dua laki-laki beda generasi itu melewati ruang keluarga tanpa menyadari keberadaanya. Hanya saja saat ia baru akan menarik nafas lega, si adik kesayangan Pak Arif itu malah melihatnya.
"Loh, mbak Jen?"
Citra menggigit bibirnya menahan umpatan pada adik semata wayangnya itu. Hampir saja ia selamat kalau Adiknya ini tidak menyadari keberadaannya. Apa ia meninggalkan bau khas keluarga ya sampai si Alul ini bisa mendeteksi keberadaannya?!
"Eh, ada Adek." Ujar Citra menyengir kaku. Ke gap dalam keadaan tidak menguntungkan itu benar-benar tidak enak. Gadis itu melirik lelaki muda yang berdiri menatapnya dengan kening terangkat satu. Tidak santai sekali, Mas eeee. "Siang, Pak." Sapanya hampir tak terdengar. Sedangkan yang disapa, masih menyorotnya.
"Mbak Jen, ngapain mojok disitu? Cosplay jadi vas bunga? " Pertanyaan Alul menyadarkan Citra akan keberadaanya.
Citra menggigit bibirnya malu menyadari dirinya ternyata sudah berdiri di pojokan di samping vas bunga sembari memegang bantal sofa. Astagaaaa, sejak kapan saya kesini? Saking paniknya ia sampai tidak menyadari melangkah menyembunyikan diri di pojokan.
Citra gelagapan, "Oh, ini. Bunga Budhe cantik ya." Ujarnya asal. Citra semakin salah tingkah saat kedua laki-laki muda itu saling melirik.
"Cantik apaan, Mbak, kering gitu."
Citra sontak menoleh, lantas meringis melihat bunga yang dibilang nya cantik itu hanya akar-akar kering yang sepertinya lupa di ganti oleh pemilik rumah.
"Eh, iya ya." Cengirnya sangat sangat sangat malu berlapis-lapis.
"Mbak Jen, Mbak Jen." Alul berdecak seolah bocah ff itu manusia dewasa yang takjub melihat kekonyolannya. RESE!
"Ayo, Mas. Aku udah nggak sabar mau tempelin stikernya." Alul menarik tangan Pak Arif kearah taman belakang. Sementara Citra mematung di sudut ruangan dengan rasa malu yang tidak bisa di takar lagi.
Sebelum benar-benar menghilang, Pak Arif menoleh padanya sambil berkata, "Nggak sekalian pake dalaman aja, Mbak Jen? "
Lah, si kampret!
Citra menghentakkan kaki kesal. "Ntar, saya pakein bikini di depan bapak biar ntar megap-megap kayak ikan. Hih, Rese! " Ia melempar bantal sofa kearah dua orang itu menghilang. Tuh kan, kalau sudah bertemu Pak Arif, moodnya pasti terjun bebas.
"Bujang Lapuk!"
"Siapa Bujang lapuk, Mbak? "
"Eh--enggak, Budhe. Itu yang di TV." Ujarnya berbohong.
Maaf ya Budhe.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Mommy Chand
ngakak 🤣🤣
2022-12-01
2
Mommy Chand
ya ampun citra 🤣🤣🤣
2022-12-01
1
Ratu Tety Haryati
🤣🤣🤣 Aluuuuul... awas aja sampe rumah kena jitak Kak Jena🤣🤣🤣
2022-11-27
1