Citra memandangi jadwal pelajaran yang di tempelnya di mading kamarnya. KIMIA. Duh, kalau bisa menyublim, Citra rasa-rasanya ingin menyublim saja biar besok ia hanya perlu menjadi gas tak perlu menghadapi Pak Arif yang pasti sudah menyiapkan lagi list bakal calon kesalahannya.
Tok tok tok.
"Mbak Jen, di panggil Papi."
Citra memutus pandangannya dari roster belajar itu yang pada bagian kimia sengaja di gambar tengkorak biar dia selalu mempersiapkan diri pada hari itu. Ia keluar kamar menyusul adik laki-lakinya yang tadi mengetuk pintu.
"Papi dimana? "
Alul Ekadanta, adik lelaki Citra menunjuk arah ruang jahit tempat Papinya biasa menyalurkan hobinya.
"Game terooos. PR udah dikerjain? " Tanyanya pada sang Adik yang kembali asik memainkan gamenya. Tumben-tumbenan mau di suruh, sudah pasti ada sogokannya atau semacam suapan yang sudah di janjikan oleh Papi.
"Sudah dong, dibantuin Pak Arif." Jawabnya sombong. Citra mendengus, meninggalkan adik songongnya itu.
Satu lagi, selain sahabat penghianat seperti Lisna, Sahabat Kampret seperti Abu, ada lagi satu jenis hubungan toxic yang di jalani oleh citra yaitu hubungan Kakak Adik yang lebih mirip seperti hubungan Malaysia dan Indonesia, kalau tidak saling ejek ya saling berebut apapun. Paling parah adiknya ini yang bisa di kategorikan musuh dalam selimut karena meskipun dia terikat darah yang sangat kental dengan Citra tapi kalau sudah urusannya dengan Pak Arif, maka Adik laknat nya itu akan berdiri di garda terdepan untuk membantu guru sekaligus tetangganya itu untuk melawannya. Alasannya karena Pak Arif telah mengeluarkan dia dari alam kegelapan kearah yang terang benderang, dari yang taunya cuma alif ba ta sekarang sudah bisa pamer mengaji al-quran di depan orangtua mereka. Bahkan sampai berani mengoreksi bacaan Citra. Luar Biasa.
"Assalamu'alaikum, Papi." Citra mendatangi Papinya yang tengah melakukan finishing pada rok abu-abunya yang baru.
"Waalaikumsalam, coba ukur roknya, Nduk." Papi menyerahkan rok yang sudah selama tiga hari di kerjaannya setiap pulang dari kantor.
Citra mengambil rok tersebut lalu mengukurnya sesuai permintaan Papinya.
"Loh, rok panjang, Pi?"
Papi mengangguk sembari memutar badan anaknya memastikan tidak kepanjangan atau mengetat. "Kata Pak Arif sekalian yang panjang saja supaya nggak ribet ganti-ganti kalau mau ngaji di sekolah."
Citra memutar bola mata, menghembuskan nafas panjang. Pak Arif lagiiiii--hadeh.
"Ribet, Pi. Nanti Jena belibet jalannya." Protesnya, tak suka dengan ide Pak Arif yang sudah mengontaminasi Papinya untuk bersekutu dengannya.
"Makanya belajar jalan yang anggun, Nduk. Jangan kayak orang mau tawuran. " Ujar sang Papi puas melihat hasil karyanya, "Jangan lupa bilang sama Pak Arif."
"Bilang apaan? " Tanya Citra waspada.
"Bilang makasih. Kainnya bagus."
"Maksud, Papi? " Urat leher Citra mulai mengencang. Tolong ya, ini nggak bangat kalau kecurigaannya benar.
"Kain rok ini dari Pak Arif. Kain yang Papi beli tidak cukup karena niatnya mau bikin sepanjang lutut." Jelas Papi membuat bola mata Citra membelalak sempurna.
Nahkan--
"Ya ampuuun Papiiiiih" Citra terduduk di kursi kosong dengan lemas, jadi hitungannya Pak Arif dong yang belikan dia rok, dih nggak redhoooo. "Lagian Papi ngapain sih dengerin Pak Arif? Kan Jena bilang yang selutut aja Papiiii." Ah elaaaah. Citra sudah tidak tahu lagi level kekesalannya sekarang sudah sampai dimana karena keinginannya adalah memukul kepala Pak Arif pakai mesin jahit Papinya. Orang ituuuu, Astaghfirullah.
***
"Tuhkan ribet!" Citra menggerutu kesal. langkahnya menjadi sulit karena rok panjang yang dia kenakan. Salahkan Pak Arif yang sudah menyumbang ide sesat ini pada Papinya. Citra mengangkat roknya tinggi-tinggi tidak peduli tatapan orang-orang yang melihat dengan tatapan mengernyit.
"Woe! Gus!" Serunya pada Agus salah satu teman kelasnya yang tergabung dalam club Anti Pak Arif.
"Loh, kamu, Cit? Pangling aku, Mbak." Agus takjub melihat penampilan baru Citra tanpa rok pendeknya. "Insyaf?" Pertanyaan mengejek itu membuat Citra manyun beberapa senti.
"Nyebelin. Nggak usah komen!" Ujar Citra mensejajari langkah Agus yang memelan.
"Menjemput hidayah dimana, Bu? Hebat."
"Diem!" Citra memukul punggung Agus kesal yang tak berhenti menggodanya. Tawa cowok yang sedang gencar-gencarnya mepet Lisna itu tak juga reda. Terlihat sangat puas melihat penderitaannya.
"Serius. Kamu kenapa ganti style begini? Jangan bilang kalau kamu sudah mulai menyerah menghadapi kultum Pak Arif." Tanya Agus selidik sembari menahan tawa menunggu anggukan Citra.
"Salah satunya."
Agus sontak terbahak memukul-mukul punggung Citra, "Luar Biasa. Udah lama saya tungguin siapa yang nyerah duluan ternyata engkau wahai sahabatku."
Citra bersungut menepis tangan Agus yang nangkring di bahunya, "Lengan lo berat." Sentaknya.
Agus manggut-manggut, "Kagum saya sama kamu, Cit. Nurut bangat sama Pak Arif. Cocok lah jadi istri beliau."
"HIDIH AMIT-AMIT YA ALLAH. JANGAN SAMPE, JANGAN SAMPEEEE." Citra mengetuk-ngetuk tas punggung Agus sembari berucap mantra-mantra pencegahan, amit amit amit amit.
Kedua siswa siswi itu terus bercanda sepanjang jalan tidak menyadari malapetaka apa yang tengah menanti mereka di kelas dalam wujud Pelajaran Kimia.
"Assalamu'alaikum." Sapa Citra dan Agus. Keduanya berdiri di depan pintu kelas membiarkan Pak Arif meletakkan tasnya terlebih dahulu diatas meja.
"Kalian terlambat? "
Citra dan Agus saling melirik. Seharusnya tidak terhitung terlambat kalau cuma beda lima langkah di belakang Pak Arif dong ya?! TAPI INI PAK ARIF. GURU PALING NYEBELIN SEJAGAD RAYA!
"Kami ha---"
"Squat jump duapuluh kali." Pak Arif memotong ucapan Agus. Kedua siswa itu kehabisan kata-kata.
Dasar Pak Guru titisan Dajjal!!!
Citra menenggak minumannya tak santai. Kakinya serasa mau copot dari engselnya. Hukuman Pak Arif benar-benar sudah di luar batas toleransinya.
"Nggak bisa. Saya nggak bisa terima nih yang kayak begini. Tu orang ya, Astaghfirullah pengen banget--Hih!" Citra melempar botol air mineral kosong tepat dalam tong dengan kesal. Disampingnya Agus tak kalah mengenaskan nya. Bedanya dengan Citra, cowok satu itu bahkan tak mampu untuk bernafas normal sementara Citra, ia bisa mengomel dengan sangat fasih setelah squat jump dua puluh kali.
"Coba tenang dulu. Saya tambah sesak lihat kamu ngomel mulu." Tahan Agus. Ia menjatuhkan dirinya di kursi kantin yang sedang kosong karena sedang waktu belajar. Seharusnya mereka juga langsung masuk kelas setelah menjalani hukuman tapi Citra tidak mau. Ia menyeret bucin nya Lisna itu ke kantin. terserah Pak Arif marah-marah sambil koprol juga ia tidak peduli.
"Itu orang ada masalah hidup apa sih? Kayaknya ada dendam tersendiri sama saya. Coba kamu bantu ingat-ingat deh, Gus. Kira-kira saya pernah melakukan kesalahan fatal apa sama itu bapak? "
Agus menggeleng, "Nggak tau. Tiap sama kamu kayaknya kena kutukan Pak Arif terus."
Citra menetap sebal temannya itu tapi setelah di pikir-pikir ya memang ada benarnya juga. Kemarin Si Abu dan sekarang Agus. Keduanya dapat sial gara-gara dirinya.
"Saya sholat tobat dulu mungkin ya. Sepertinya Pak Arif di tutupi belek sampe keseluruh muka deh makanya tidak melihat setitik kebaikan yang saya lakukan. Perasaan saya salah mulu di depan beliau."
Agus mengedikkan bahu, "Kamu enak di kerjain kali. Semacam hiburan beliau di tengah kehidupannya yang kesepian."
"Badut kalii saya." Sewot Citra.
"Bisa aja. Kamu kan bulet-bulet pend--AWW! "
"Lanjut ngomong, saya gampar pake bangku." Ancam Citra yang baru mendaratkan geplakan di kepala Agus. Teman-teman apaan sih mereka ini.
Citra membuang dirinya diatas bangku lalu menjatuhkan kepalanya memukul-mukul dinding.
"Tunggu pembalasan saya, Pak Arif-Setan-Rahman-Nyebelin."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Ratu Tety Haryati
Agu, satu lagi sahabat pria yg asik selain Abu🤣🤣🤣
2022-11-27
2
Ratu Tety Haryati
Bawa aja kapur barus dan semprotkan parfum yg banyak saat prlajaran Kimia, Insyaalah kamupun akan menguap saat terterpa angin🤣🤣🤣
2022-11-27
1
Mia Pratiwi🍇
pak arif kalo mo tepe ma citra coba ganti caranya pak😁😁
yang ada ntar citra malah ngedumel kesel mulu sama bapak🤣🤣
2022-09-27
3