Rumah Sakit

Pagi hari tepatnya di hari Senin. Seluruh siswa-siswi berdatangan menuju sekolah untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan setiap harinya.

Di depan gerbang SMA MADRA JAYA, sudah berdiri sang ketua OSIS yaitu Naira dan wakilnya Gean.

Razia yang mereka lakukan setiap pagi, membuat mereka harus datang pagi-pagi sebelum siswa-siswi mendahului mereka.

"Wah, tumben Ladira sudah datang pagi banget." Ucap Naira. Atensi Gean langsung teralih kepada Ladira yang berjalan menuju sekolah dengan keadaan yang sangat berbeda.

"RA, AWAS!" Teriak Gean berlari secepat mungkin menghampiri Ladira, sebelum gadis itu dihantam mobil yang dari jauh sudah hilang kendali karena rem blong.

Bragg...

Kecelakaan mobil tidak bisa dihentikan, mobil yang melaju kencang langsung menghantam tembok sebuah toko yang masih tutup di sebelah sekolah mereka.

Tapi untungnya Ladira masih bisa selamat oleh bantuan Danael, bukan Gean.

Danael masih erat memeluk Ladira, dalam keadaan berbaring di ujung jalan.

Banyak orang langsung mengerumuni mobil, dan beberapa siswa segera menghampiri Danael dan Ladira di pinggir jalan.

"El, ya ampun kepala dahi kamu.." lirih Naira saat melihat darah mengalir dari pelipis Danael, yang tadi sempat menghantam sebuah batu yang ada di sana. Tapi untungnya Danael masih sadar dan mengatakan kalau dirinya tidak apa-apa.

"Ra, bangun. Lo sakit," Gean mengguncang bahu Ladira lalu menyeka darah yang sempat juga menggores pelipis Ladira, tapi tidak begitu parah.

Tanpa sadar, Gean membuat perhatian seluruh siswa-siswi di sana terheran dengan perhatian Gean. Bagaimana tidak? Gean memeluk Ladira erat dan tidak sadar sudah mencium pucuk kepala Ladira, khawatir.

"Nai, El. Kita ke rumah sakit sekarang." Perintah Gean dengan cepat menggendong Ladira menuju mobil salah satu siswa yang sudah menyerahkan kunci mobilnya kepada Gean.

Di kursi belakang, Naira duduk untuk menjaga Ladira di belakang. Sedangkan Danael duduk di samping Gean yang mengendarai mobil menuju rumah sakit terdekat.

Tidak lama, akhirnya mereka sampai di rumah sakit dan membawa Ladira menuju UGD.

Sementara Naira menemani Danael untuk mengobati lukanya, Gean dengan khawatir menunggu Ladira di depan UGD.

Tepat setelah Danael dan Naira datang, pintu UGD terbuka dan keluar seorang dokter dari sana.

"Gimana keadaan Ladira?" Tanya Gean.

"Luka di dahi Ladira tidak parah, tapi penyakit maag nya kembali kambuh lebih parah dari biasanya, karena Ladira sering telat makan. Ditambah kondisi tubuhnya yang menurun, membuat Ladira harus di rawat beberapa hari di rumah sakit, sampai kondisinya kembali normal." Jelas dokter dengan jelas.

Gean mengangguk, "baik dok, saya mau perawatan terbaik buat Ladira," pinta Gean.

Dokter perempuan itu tersenyum, "mbak Ladira pasti senang punya pacar seperti anda, pasti Ladira cepat sembuh," ucap sang dokter lalu melenggang pergi.

"Kalian pacaran?" Tanya Danael dengan nada suara yang berbeda, dan terdengar datar. "Enggak," jawab Gean lalu pergi, menuju administrasi untuk membayar biaya rumah sakit dan obat Ladira.

Naira mendekati Danael yang memperhatikan Ladira dari balik kaca pada pintu, "gak papa." Danael langsung pergi dari sana, seperti tidak menghiraukan keberadaan Naira.

"Kamu kenapa El," lirih Naira menatap punggung Danael yang sudah pergi jauh.

...***...

"Ra, lo harus makan buburnya sampai habis," Gean menyodorkan satu sendok bubur di depan mulut Ladira.

Tapi Ladira kekuh untuk tidak menghabiskan buburnya yang masih tersisa banyak. "Gue gak nafsu lagi," jawab Ladira menggeleng lemas.

"Ra.."

Belum sempat Gean menyelesaikan kalimatnya, Ladira segera berbaring dan memunggungi Gean. "Gak mau."

"Dua suap lagi Ra, supaya lo bisa minum obat," pinta Gean.

Tidak ada jawaban lagi setelah itu dari Ladira, membuat Gean menghela nafas berat. "Ya udah, kalau gak mau makan lagi. Sekarang minum obat," Gean menarik tangan Ladira.

"Gak mau, ASIN!" Pekik Ladira menyembunyikan seluruh tubuhnya di balik selimut.

"Pahit Ra,..pahit!" Koreksi Gean.

"Makanya itu, aku gak mau gara-gara pahit," jawab Ladira.

Gean mengacak rambutnya frustasi, "bangun sekarang Ra, minum obat sebentar aja," mohon Gean.

Ladira tetap kekeuh pada pendirian dan sama sekali tidak mau keluar dari balik selimutnya.

"Lo mau dapat hukuman?" Tanya Gean.

Tapi Ladira sama sekali tidak menjawab, dan mengeratkan cengkeraman pada selimut sebelum Gean mendapat celah untuk menarik selimutnya.

"Oke, kalau nantang,"Gean memukul meja membuat suara itu mengagetkan Ladira, tapi masih membuat dirinya menetap di tempat.

"Mau minum obat atau..."

Deg

Jantung Ladira berdegup kencang saat mendengar suara Gean yang terdengar begitu jelas, tepat di samping telinganya.

Bragg

"Halo...halo," sapaan yang lumayan membuat Gean dan Ladira kaget. Dari suara cempreng Arsa.

Bugh

"Arghh, Ra," geram Gean saat hidungnya menghantam dahi Ladira lumayan keras, saat gadis itu bangun tiba-tiba.

"Ya ampun, lo berdua ngapain berdua?" Pekik Arsa, saat dirinya sempat melihat Gean yang begitu dekat dengan Ladira.

Gean menggeleng sambil memegangi hidungnya yang berdenyut, "hehe, sorry." Ladira cengengesan melihat hidung Gean yang memerah.

"Kalian ngapain tadi?" Tanya Danael yang sedari tadi juga berada di sana bersama Naira.

"Ini nih El, Gean maksa aku minum obat. Kan lo tamu kalau gue gak suka." Jawab Ladira.

Danael berjalan menghampiri Ladira di sisi bankar yang satunya. "Ladira gak boleh gitu, ingat kan apa pesan bunda. Kalau Ladira sakit, gak boleh takut lagi buat minum obat." Nasihat Danael mengingatkan pesan almarhum bunda Ladira.

Ladira mengangguk, sehingga refleks tangan Danael mengusap pelan rambut Ladira.

Melihat itu, Naira tersenyum hambar. Entah kenapa dirinya seolah tidak terima, untuk melihat perilaku Danael yang terlihat romantis kepada Ladira.

"Em, Nai. Mana buah-buahan tadi," Arsa mencairkan suasana agar tidak begitu canggung di antara mereka.

Naira tersenyum tipis dan menyerahkan buah itu kepada Gean, "gue mau ke toilet sebentar." Naira langsung pergi dari ruangan itu.

"Um, gue mau ngambil hp ketinggalan di dalam mobil, sebentar!" Arsa segera berlari keluar tanpa menanti apa jawaban teman-temannya.

...***...

Langkah kaki Arsa terus mengitari area rumah sakit yang baru Naira lewat. Sesekali dia bertanya, apakah ada yang melihat gadis dengan ciri-ciri Naira yang baru saja lewat. Sampai akhirnya seseorang mengatakan kalau dia melihat gadis yang Arsa gambarkan, berjalan menuju pintu darurat.

Tepat saat pintu terbuka, Arsa bisa mendengar suara Isak tangis yang tentunya sudah bisa dia kenali itu siapa?

"Nai!" Arsa memegang kedua bahu Naira.

"Kenapa aku ngerasa kalau El makin berubah dan begitu dekat sama Ladira," lirih Naira.

Arsa bisa merasakan bagaimana sakitnya gadis itu, tanpa sepatah kata. Arsa menarik Naira ke dalam pelukannya.

"Lo gak boleh overtaking dulu Nai. El wajar bersikap khawatir ke Ladira, lo tahu kan kalau mereka udah sahabatan sejak masih kecil?" Ucap Arsa. "Mungkin kekhawatiran El, dia tunjukkan sebagai seorang kakak dan adek," jelas Arsa.

Naira mengangguk lalu segera mengusap air matanya. "Makasih ya, udah buat aku gak berfikir negatif." Ucap Naira dan dianggukkan Arsa.

"Entah gue senang atau enggak, lo harus nangis karena El, Nai"

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!