Sakit Tak Berdarah

"lah itu Bu Dian kenapa keluar dari ruangan pak David malah nangis begitu?" pak satpam melihat Diandra menangis sembari berlarian kecil. Satpam lain berbisik "Paling habis di marahi pak bos. Tau sendiri beliau paling tidak suka di ganggu saat jam kerja"

"Tapi kan beliau itu istri sah Pak Bos, masa iya sama istri kaya begitu"

Salah satu pegawai melihat para satpam saling berbisik melihat ke arah luar "Hayo pada lihat apa?" Pandangan mata tertuju pada Diandra "Istri bos baru masuk udah kelaur saja dia..."

"Itu yang kali kami bicarakan. Tadi kami lihat ibu Diandra nangis lho, pak" Ujar mereka berterus terang.

"Emmmm....paling kalian salah lihat saja kali. Sudah jangan ngrumpi kaya emak emak, ketahuan Bos bisa di pecat kita" Mengingat peraturan ketat di jam kerja membuat mereka bungkam seketika.

"Kalau begitu lanjut kerja, saya mau ke ruangan pak bos dulu" Mereka melanjutkan pekerjaan mereka masing masing.

"Jahat sekali kamu, mas. Sejak kita menikah tidak sedikit pun kamu perlakukan aku dengan baik. Apa salah ku? apa kurangnya aku sebagai istri? hampir semua ke2ajiban sudah ku kerjakan dengan baik. Tapi, kamu masih bersikap seperti ini padaku" Lirih Diandra seraya berjalan menuju parkiran. Pernikahan mereka memang bukan atas kehendak dari mereka sendiri, melainkan kehendak kedua orang tua. Akan tetapi ia tidak pernah menyangka lelaki yang menikah dengannya justru bersikap kasar padanya. Wajah tampan ternyata tidak menjamin kebaikan dalam diri seseorang. Kebanyakan manusia akan memilih fisik sempurna di banding hati yang baik. Sebigian manusia hanya menginginkan yang mulus dari yang tulus. Hingga banyak orang salah dalam memilih pasangan. Yang jelek belum tentu buruk dan yang tampan belum tentu baik.

"Kenapa kamu terima perjodohan ini jika hatimu tidak menerima ku" Sakit memang mendapat perlakuan sejahat iru dari orang yang kita sayang.

Awalnya Diandra juga tidak menyukai perjodohan itu, sampai saat pertemuan antara kedua belah pihak. Diandra jatuh cinta pada pandangan pertama kala melihat David beserta keluarga mengunjungi rumah, menyampaikan lamaran keluarga Nicholas. Kala ia menatap mata David serasa darah berdisir dari ujung kepala hingga ujung kaki. Detak jantung tak menentu menuntun rasa cinta tumbuh dalam hati. Namun, siapa sangka kalau David hanya menjadiakan Diandra sebagai istri pajangan. Pernikahan itu tidak sesuai dengan harapan david. Saat itu David sudah mempunyai tambatan hati, yaitu Aira Andini. Dia terpaksa menikahi Diandra sebab paksaan dari kedua orang tua. Hubungan baik antara kedua keluarga mereka membuat David di tekan oleh anggota keluarganya. Dan atas permintaan sang Opa yang kala itu tengah sakit keras, berpesan padanya untuk menerima perjodohan. Rasa sayang terhadap sang Opa mengharuskan David menerima pernikahan.

"Jalan, pak. Antara saya ke rumah papa" Pinta Diandra pada supir pribadi keluarga Nicholas Narendra.

"Baik non" Segera mobil keluar dari area kantor menuju rumah kedua orang tua Diandra.

"Non Diandra kenapa?" Tanya pak supir. Tanpa sengaja melihat kesedihan di wajah istri majikannya.

Segera Diandra mengusap sisa air mata "Saya tidak kenapa napa, pak. Tadi hanya kelilipan saja. Oh iya pak Beni sudah makan siang belum?"

"Ah kalau saya sih gampang non. Cukup minum kopi laparnya sudah hilang. Kalau Non Diandra mau mampir makan siang, silahkan non biar pak Beni antar." Tersenyum sembari memutar stir kemudi.

Meraih bekal yang tadi hendak di berikan kepada suaminya "Nih buat Pak Beni saja"

"Tapi non...bukannya ini tadi buat Tuan David, kok di kasih saya? terus bagaimana kalau Tuan tau jika makan siangnya saya makan. Saya takut ah non, nanti kena marah lagi sama Tuan." Bukan tidak mau hanya saja pak Beni takut kalau sampai kena marah sama majikan kejamnya itu.

Diandra membuang muka "Ya sudah kalau pak Beni tidak mau. Mungkin kalian tidak suka sama masakan saya"

Melihat kekecewaan itu Pak Beni langsung meraih makanan di tangan Diandra "Siapa bilang masakan non Diandra nggak enak? masakan non Diandra sangat enak, mengalahkan chef ternama." Dengan menerima makanan itu membuat Diandra senang. Meski makanan iru tidak di makan oleh suaminya, paling tidak ada yang mau memakannya.

"Pa, perasaan mama dari tadi kaya nggak enak gitu, ada apa ya pa?" Seorang wanita paruh baya merasa gelisah tidak tau apa yang menbuat beliau gelisah.

"Paling cuma perasaan mama saja" Seorang pria paruh baya tengah membaca koran sembari minum secangkir teh buatan sang istri. Mereka adalah kedua orang tu Diandra.

Menghempaskan badan di samping sang suami "Tapi ini rasanya kaya nggak enak banget gitu lho, Pa. Semoga saja tidak ada hal buruk menimpa putri kita ya Pa" Perasaan seorang ibu sangatlah kuat. Sedikit saja anaknya di sakiti pasti rasa dia akan merasakan juga.

Melipat kembali koran di tangan "Jangan risaukan putri kita, dia itu pasti bahagia bersama suaminya. Putri kita itu punya segalanya, cantik, berpendidikan, baik hati. Pasti Nak David bahagia mendapatkan istri sesempurna Putri kita itu."

Kebanyakan orang tua akan membanggakan putri mereka di atas segalanya.

"Semoga saja ya pa putri kita hidup bahagia sama suaminya. Mama jadi nggak sabar pengen nimang cucu "Menyandarkan kepala di bahu suami.

Mengusap kepala istri "Papa juga ingin memilik cucu banyak dari mereka. Biar rumah jadi rame, nanti papa di panggi Opa Dan mama Di panggil Oma" Bayangan kebahagian telah mereka rangkai sejak saat ini.

"Amin. Semoga lekas terwujud keinginan kita"

Tanpa mereka sadari Diandra sudah berdiri mematung di belakang mereka. Mendengar perkataan itu membuat Diandra merasa sedih. Sebab, apa yang kedua orang tuanya inginkan tidak sesuai kenyataan. Dejak malam pertama sampai sebulan pernikahan, belum sekali pun David menyentuhnya. David selalu menghndar saat malam tiba. Diandra sadar tidak mudah bagi David menerima pernikahan paksa mereka, sehingg Diandra memberi sedikit waktu bagi David. Namun, sampai saat ini David tidak kunjung memberikan haknya sebagai seorang istri. Bahkan untuk menyentuh makanan buatannya saja enggan apa lagi menyentuh tubuhnya, pasti tidaklah mungkin.

(Apakah mungkin aku bisa mengabulkan keinginan mereka? kapan tiba masa mas David memenuhi kewajibannya? sampai kapan aku harus bersabar?) Tanpa di sadari air mata jatuh terurai.

Diandra tidak mau melihat kedua orang tuanya bersedih. Sebisa mungkin ia simpan rapat masalah antara dirinya dengan suami. Ia tidak mau menjadi beban pikiran bagi kedua orang tua.

(Maafkan Diandra Pa, Ma, karena pernikahan ini tidak sesuai dengan harapan kalian) Air mata pun kembali lolos. Tak ingin terlarut, ia segera mengusap air mata.

Dari kejuahan asisten runah tangga melihat Dindara berdiri tegak di belakang majikannya"Non Dindra?"

Suara asisten rumah tangga membuat kedua orang tua Diandra menoleh ke belakang "Hey....putri kesayangan papa" Bangkit lalu menghampiri sang putri. Memeluk tubuh mungil itu sembari melihat ada yang anah di wajah sang putri "Kamu kenapa sayang? sepertinya kamu habis nangis"

Diandra menggeleng kepala "Diandra baik baik saja Pa. Hanya saja Diandra kangen sekali sama Papa dan Mama" Langsung Dindra memeluk Beliau.

"Papa juga sangat merindukan tuan putri papa ini. Sejak kamu menikah rumah terasa sepi" Ujar sang Ayah.

"Sejak kapan kamu datang, nak? kenapa diam saja, ayo sini duduk sama mama" menuntun Diandra duduk bersama.

"Bi tolong buatkan makanan kesukaan Diandra" Titah Tuan Adinata(Ayah Diandra)

"Baik, tuan." Bibi yang tengah menyapu lantai lantas berjalan ke arah dapur.

Nyonya Adinata mengusap kepala sang putri "Benar kata papa, semenjak kamu menikah rumah terasa sepi. Kapan dong kami dapat cucu? biar bisa temani mama sama papa di rumah. Kamu harus cepat program hamil supaya kita cepat punya cucu"

Sakit bukan main kala mendengar harapan terbesar kedua orang taunya.

"Doakan saja ma" Seketika wajah Diandra menunduk.

"Sayang kamu kenapa? apa mama salah bicara?" Menyentuh bahu sang putri seraya melihat wajah tertunduk itu.

"Maaf ya ma, pa, Diandra mau ke kamar dulu. Kangen udah lama nggak tidur di kamar kesayangan Diandra" Segera bangkit lalu berlari kecil menaiki anak tangga.

"Mama sih dia jadi marah, kan?" Tuan Adinata menyenggol lengan sang istri.

"Lho salah mama di mana? mama cuma bicara apa adanya kok pa. Mama kan pengen cepet nimang cucu"

"Tapi nggak begitu juga kali, ma. Mereka menikah baru satu bulan, biarkan mereka menikmati masa bulan madu mereka. Jangam langsung das des kaya begitu. Nanti nggak bisa merasakan nikmatnya bulan madu, kaya kita dulu. Habis nikah langsung program anak. Jadinya kurang bulan madu deh" Senyum nakal Tuan Adinata membuat sang istri mencubit lengan beliau.

"Idih mulai lagi deh"

Menggelitik pinggang istri "Halah tapi mama suka kan"

"Ih....papa apaan sih. Geli tau pa" Menggelinjang geli.

Dari atas Diandra melihat kebahagian di wajah ledua orang tuanya "Apakah aku bisa seperti mereka nantinya? Bahagia sampai tua dan tertawa bersama" Membayangkan jika dia dan David bisa bahagia seperti kedua orang tuanya.

Terpopuler

Comments

Edelweiss🍀

Edelweiss🍀

kamu juga Bisa bahagia Diandra, asal ketemu lelaki yg tepat😌

2022-10-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!