"Selamat siang pak" Dua orang satpam menundukkan kepala seraya tangan kanan di lipat ke perut. Sebagai tanda hormat mereka kepada atasan. Jantung berdetak kencang melihat sang CEO telah pulang dari luar kota.
David tidak merespon mereka. Langkah kaki terus masuk ke dalam tanpa melihat kiri kanan. Bersama dengan Aira ia menuju ruang kerja. Di dalam kantor mereka nampak selayaknya atasan dan bawahan. Tidak ada satu orang pun menaruh curiga pada hubungan mereka, sebab tidak ada gerak gerik mencurigakan.
"Gawat, pas bos sudah kembali" salah seorang karyawan melihat kedatangan sang pemilik perusahaan.
"Duh, bisa kena maki kita setiap hari" Sambung salah satu karyawan lain. David terkenal sebagai CEO disiplin dan bertanggung jawab. Jika para karyawan sedikit telodar entah dalam pekerjaan atau pun dalam berpakaian, dia akan langsung mengoceh sepanjang waktu. Bahkan dengan tega bisa memotong gaji mereka. Lembur tiap malam sampai hampir tidak bisa pulang ke rumah. Sikap David mencerminkan betapa kerasnya hidup. Di banting keadaan tidak goyah, di timpa masalah tidak pasrah. Berjuang sampai akhir demi mendapatkan yang terbaik.
Dalam usaha proseslah yang mampu membuat mereka kuat dalam situasi apa pun. Hidup itu tidak hanya menikmati hasil tapi belajar dari sebuah proses.
"Yah padahal baru satu minggu kita kerja nyaman tanpa pak bos, tapi sekarang untuk istirahat saja kita tidak akan bisa" Banyak karyawan mengeluh atas sikap bos mereka. Kejam bukan main. Ada salah sedikit saja langsung ambil tindakan tegas. Di tambah lagi peraturan kantor begitu ketat. Pertama, setiap karyawan harus datang tepat waktu, atau gaji mereka akan di potong. Kedua, mereka di larang keras bermain ponsel saat jam kerja. Ketiga, di larang bicara tidak penting saat jam kerja berlangsung, dan masih banyak lagi.
"Selamat siang, bapak David ada di ruangan tidak?" Tanya Diandra, selaku istri dari David. Ia bertanya pada kedua satpan tengah berjaga di depan kantor. Diandra tipe wanita baik hati tidak sombong meski anak dari salah satu pengusaha ternama di kotanya. Bahkan sampai di persunting keluarga David, ia tetap sama tidak menampilkan kesombongan.
"Beliau baru saja datang, buk. Mungkin baru sepuluh menitan" Ujar salah satu satpam.
Sontak Diandra terkejut "Baru datang?"
"Benar, buk."
"Oh ya sudah kalau begitu, terima kasih" Perlahan ia masuk ke dalam kantor. Hati mulai merasa gelisah "Kenapa bisa mas David baru datang seharusnya pesawat Landing sekitar jam tujuh, lalu beberapa jam ini dia kemana saja? padahal mas David tidak pulang ke rumah, atau jangan jangan dia...." Prasangka buruk mulai menggerogoti pikiran Diandra. Namun, segera di tepis olehnya. Ia tidak mau berpikir buruk atas diri David karena rasa cintanya begitu tinggi.
Menggeleng kepala "Tidak, saya tidak boleh berprasangka buruk terhadap suami sendiri. Saya tidak mau prasangka ini menjadi doa yang nantinya akan menyakiti diri sendiri. Mungkin saja tadi mas David ada meeting di luar " Senyumnya kembali mengembang.
"Selamat siang bu Dian...." Sapa salah seorang karyawan di sana.
"Siang, oh iya suami saya ada di ruangan?"
"Ada buk. Baru saja beliau masuk"
"Terima kasih" Dengan santun Diandra langsung menuju ruangan suaminya.
"Andai saja bu Diandra jadi pimpinan perusahaan, pasti kita nggak bakal bekerja sekeras ini. Kita itu udah kaya kerja rodi saja" Celetuk salah seorang pegawai.
"Husttt....jangan bicara sembarangan, kalau sampai pak bos dengar bisa langsung out kamu" Ujar yang lain.
"Iya nih kamu ini kalau bicara jangan asal nyeplos. Nanti kalau kamu kena panggil pak bos jangan bawa kita kita lho"
"Hehe...iya deh gue minta maaf. Habisnya gue heran sama pak bos...."
"Sssssssttttt....diam." beberapa orang mengacungkan jari telunjuk dekat bibir mereka. Meminta dia menghentikan ucapan. "Udah jangan banyak bicara, ketahuan pak bos habislah kita" Mereka pun kembali bekerja ke tempat masing masing. Suasana kantor nampak hening hanya ada suara langkah kaki dan dering telepon kantor.
Tok, tok...
Diandra mengetuk pintu.
"Biar saya buka pintu" Aira beranjak dari tempat kerjanya lalu perlahan membuka pintu. David terlihat begitu sibuk dengan laptop.
"Bu Diandra, silahkan masuk" Sapa Aira berpura pura baik. Kedatangan Diandra membuatnya kesal.
"Terima kasih" Ia pun langsung masuk ke ruangan David.
"Mas..." Ucap Diandra.
David melihat sesaat lalu kemudian kembali fokus dengan laptop "Ngapain kamu ke sini?"
Diandra melihat ke arah Aira yang masih berdiri mematung di sebelahnya. Kode itu langsung di tangkap Aira. (Masa iay gue harus keluar sih. Mau ngomng tinggal ngoming saja, pake nyuruh gue kelaur segala) Dalam hati Aira merasa kesal. Menjadi nomor dua memang harus mengalah katika istri sah mendatangi sang suami.
"Kalau begitu saya permisi keluar sebentar" Ujar Aira. Mendengar kalimat tidak menyenangkan dari bibir Aira, segera David menatapnya. "Saipa yang meminta kamu keluar ruangan? ini masih jam kerja jadi stay di tempat mu. Seharusnya yang tidak bersangkutan kekuar dari sini"
Aira berbalik badan sembari tersenyum. "Baik, pak" Dalam hati ia bangga meski hanya Menjadi Yang Kedua tapi selalu di utamakan. Percuma dong kalau jadi yang utama tapi selalu di nomor duakan.
"Tapi mas...." protes Diandra.
Tatapan kesal David membuat Diandra ketakutan. "Ya sudah kalau mas masih sibuk kerja, saya hanya mau kasih makan siang saja. Di makan ya mas, tadi saya sama bibi sudah masak makanan kesukaan mas David" Senyum manis melebar di bibir Diandea. Namun, David memutar bola mata seolah tidak suka melihatnya. "Saya sudah kenyang. Bawa balik saja atau buang di tempat sampah" Ketus David seraya kembali menatap layar laptop.
(Tau rasa kamu. Dasar wanita nggak tau malu, udah di tolak masih saja nekat) Lirih Aira sembari menertawai Diandra.
Seketika Diandra kecewa karena suaminya menolak menerima brkal makanan yang ia bawa. Tidak hanya sekali dua kali, tapi hampir setiap hari bekal buatannya di tolak. "Baiklah, kalau begitu saya pulang dulu" Wajah yang tadinya bahagia menjadi murung.
"Mari buk saya antar keluar" Aira bersikap seolah dua asisten yang baik. Padahal di belakang sikap manisnya itu tersimpan niar yang jahat.
"Tidak perlu. Kamu cukup duduk lanjutkan pekerjaan. Dia punya kaki, punya mata, harusnya bisa keluar sendiri nggak usah manja" ketus David.
Istri mana tidak sedih jika di perlakukan seperti itu, apa lagi di depan orang lain. Langkah kaki terasa berat kala mendapati perlakuan David kepadanya. Air mata pun jatuh perlahan. Aira melihat air mata jatuh dari mata Diandra. Membuatnya bersorak dalam hati (Rasain Lo, emang enak. Makanya jadi cewek nggak usah sok perhatian. Salah sendiri berani merebut milik gue, sekarang hidup lo gue bikin hancur. Sama sewaktu Lo merebut David dari gue)
"Kenapa masih diam saja? cepat pergi" Ucapan David membuat Diandra tidak tahan lagi. Segera ia berlari keluar ruangan sang suami.
David bangkit lalu menghampiri Aira. "Kenapa manyun seperti itu?" duduk di meja kerja Aira sembari meraih dagu sang kekasih.
"Nggak apa apa" Membuang muka dengan membuka beberapa file depan meja.
David tersenyum "Kamu marah ya? dih cantiknya jadi hilang lho" Mencubit hidung Aira.
"Apaan sih" Menepis tangan David dari wajahnya.
Emuah....
Demi mengembalikan mood sang kekasih, David langsung mencium kening Aira. "Siapa pun dia tetap hanya kamu di hati saya. Kamu adalah ratu di hidup ini" Senyum Aira seketika mengambang.
"Aku tuh nggak suka lihat dia sok perhatian gitu sama kamu" Melipat kedua tangan.
David berjalan sampai ke belakang kursi Aira. Di peluknya tubuh mungil itu "Di banding dengan kamu, dia itu tidak ada apa apanya. Cuma kamu yang saya cintai selama ini." Menempelkan dagu di bahu Aira seraya menggigit ujung telinga.
"Ih....apaan sih, ini kantor lho"
"Makanya jangan marah gitu dong." Memeluk erat sang kekasih.
"Iya deh, iya. Nih aku senyum" Mendongak melihat wajah tampan David.
David pun segera mengecup bibir mungil Aira "I Love You, sayang"
"I Love You Too" Mereka pun saling tersnyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Edelweiss🍀
Bisa2 nya ada suami seperti David ini, hati2 kena tulah karena telah menyia2 kan istri seperti Diandra🤨
2022-09-30
0