Meyakinkan diri

" Paman tidak kembali ke kantor. Mau jalan?" tanya Arsen sambil mengusap bibirnya sehabis minum, makanan di piringnya sudah tandas. Kini Arsen menatap wajah Mysha.

Mysha mengeleng, dia memang sedang tidak ingin kemana-mana. Arsen masih terus menatapnya, menyadari itu membuat pipi Mysha dihiasi semburat merah muda, Mysha malu. Mysha mengedarkan pandangannya seolah menghindari tatapan sang paman yang penuh rayu. Namun pandangannya kembali berhenti di wajah tampan milik pamannya. Ada binar dan senyum tertahan di wajahnya yang cantik, membuat Arsen tertawa kecil.

" Benar, tidak ingin jalan-jalan?" tanya Arsen lagi seolah sedang membujuk.

Keduanya berbincang, lebih tepatnya Mysha yang bawel terus menceritakan ini itu pada Arsen.

Lagi-lagi perasaan Arsen menghangat. Semenjak kehadiran Mysha, hari-hari nya lebih berwarna, Mysha yang pandai membangun suasana membuat hatinya melupakan rasa sunyi.

Arsenik tersenyum tipis.

Arsen mengerjap, ternyata keponakannya ini tukang hipnotis. Arsen kembali dibuat terpesona. Rasa ini bagai rasa terlarang, begitu indah di rasa dan begitu menantang.

Malamnya. Begitu Arsen keluar dari ruang kerjanya, Arsen menatap ke pintu kamar Mysha.

Arsen mengeleng samar, saat matanya melihat Mysha yang tidak menutup pintu kamarnya, padahal sang empu sudah tidur di atas ranjang dengan pulas nya.

Bukannya langsung menutup pintu kamar Mysha. Arsen justru masuk kedalam kamar sang keponakan, mengambil posisi duduk di tepi ranjang. Tak hentinya ia memandang wajah sang keponakan, secara tidak langsung Arsen dan Mysha saling berhadapan, setia menatap wajah ayu yang sedang tertidur pulas , sepersekian detik tangganya tertarik untuk menyelipkan beberapa helai rambut yang menghalangi wajah di hadapannya. Namun, ia urungkan, takut jika perbuatannya akan menganggu tidur Mysha.

Arsen menarik napasnya, ia edarkan pandangan ke penjuru ruangan. Kebersamaannya bersama Mysha baru beberapa bulan, tapi rasanya ia sudah cukup lama di sisi Mysha, menghabiskan segala waktunya dengan gsdis yang beberapa hari ini terus mengusik ketentraman hatinya. Merampas tidur malamnya, juga khayalan di siang hari.

" Mysha, tidak ada apapun yang saya harapkan sebesar saya mengharapkan kamu"

Setelah mengucapkan itu, Arsen berlalu keluar kamar Mysha, tak lupa menutup pintu kamar sang keponakan.

Setelah pintu tertutup rapat, Mysha membuka matanya. Sebenarnya Mysha sudah sempat terlelap tadi, namun karena sisi tempat tidurnya bergerak Mysha kembali terjaga, tanpa membuka mata. Mysha tau, sang paman-lah yang duduk di tepi tempat tidurnya, aroma lembut dan menenangkan itu sudah dia hafal segenap jiwa. Tetapi yang tidak mampu Mysha pahami adalah makna dari sederet kalimat yang di ucapkan oleh Arsen. Apa maksudnya?

****************

Hari berikutnya, rutinitas keduanya masih sama, Mysha yang selalu bangun diawal waktu dan menyiapkan sarapan seperti biasanya.

Begitupun pagi ini. Hanya saja karena tidak ada kelas untuk hari ini, maka Mysha masih berpenampilan santai.

Arsen keluar dari kamar dan menemukan Mysha yang sedang menyajikan sarapan untuk mereka.

Senyum manis tercetak di bibir pria itu, sudah menjadi pemandangan lumrah untuk nya kerap kali bangun di pagi hari.

" Pagi," sapa nya yang di tanggapi dengan ceria oleh Mysha.

" Sedang tidak ada kelas?" tanya Arsen yang di angguki oleh Mysha.

Setelah selesai dengan sarapannya Arsen segera berdiri.

Tanpa disangka, tanpa diduga. Arsen mendekati Mysha yang duduk di sebrang meja. Tiba-tiba Arsen mengecup kening Mysha lama. Cukup lama hingga membuat tubuh Mysha menegang, kaku, tidak bisa menelaah pikiran dan perasaannya, bingung dengan apa yang Arsen lakukan.

Mysha menengadahkan wajahnya, kembali bertemu dengan mata setajam elang Arsen yang sedang menatapnya intens. Wajah mereka begitu dekat hingga napas mereka terasa menyatu. Cukup lama Mysha menunggu Arsen bicara, tetapi sepertinya Arsen tidak berniat mengucap sepatah katapun.

Perlahan Arsen mengikis jarak di antara wajah mereka. Deru napasnya yang terasa hangat membelai lembut pipi Mysha. Hampir saja sesuatu yang yang lembab itu mendarat pada tempat semestinya akan tetapi suara dering ponsel mengembalikan kewarasan keduanya.

Mysha dan Arsen menjauhkan diri masing-masing.

Mysha dengan rasa malunya, Arsen dengan rasa bersalahnya.

Beruntung Arsen langsung mendapatkan pangilan darurat dari sekretarisnya, membuat dirinya buru-buru pamit pada Mysha untuk segera bergegas ke kantor.

Sementara itu, Mysha hanya mampu memandang punggung Arsen yang hilang di balik pintu depan tatapan tak terbaca. Tangan lentiknya meraba dimana dadanya berdetak.

Debaran itu terlalu kuat, serasa tidak pada kenormalan nya.

****************

Matahari siang itu menunjukkan tahta dengan menebar terik di seluruh penjuru kota. Bersama embusan angin, panas memberi semarak pada semesta. Sementara pepohonan bergerak mengikuti irama buana, memberi keteguhan bagi siapa saja yang bernaung di bawahnya.

Memilih salah satu pohon yang lumayan rindang, Mysha duduk di bangku taman. Menikmati kesejukan bayu yang meniup dan ikut menggoyangkan rambut sebahunya. Sesekali mata gadis itu menyapu sisi lain taman yang tampak lumayan ramai di siang hari, banyak muda-mudi memilih taman untuk tempat bercengkrama.

" Udah lama?" Rere menepuk bahu Mysha, membuat ia menoleh.

" Hmm" Mysha bergumam " Belum kok!" jawabnya setelah Rere duduk di sebelah kanannya.

" Kenapa ngajak ketemuan?" tanya Rere.

" Mau cerita" jujur Mysha pada temannya.

" Soal?"

" Perasaan" ucap Mysha dengan meringis" soal perasaan dan makna dari rasa"

Usai berucap demikian, Mysha menarik napas panjang, lalu menghembuskan nya perlahan. Ingatannya kembali pada saat lalu dan semalam.

Entah mengapa ucapan Arsen tadi malam terus saja terngiang di telinga Mysha. Memunculkan desir aneh jauh di dalam dada gadis itu. Terlebih tindakan sang paman tadi pagi.

" Perasaan loe maksudnya? Rasa, rasa seperti apa?" tanya Rere yang membuyarkan lamunan Mysha. Akan apa yang baru saja ia alami.

" Aku tu deg-degan setiap kali dekat dengan Paman Arsen, dan...Arrgggg, bisa jantungan aku setiap kali Paman menatapku dengan lembut."

"Deg-degan? Jangan bilang loe jatuh cinta sama Paman loe sendiri!" tebak Rere. Jarinya tertuju lurus ke puncak hidung Mysha.

" Jatuh cinta? Kayaknya ada yang geser, deh dengan kepala loe itu, Re! Ya mana bisa gue jatuh cinta sama Paman gue sendiri! Ada-ada saja deh!" ucap Mysha bersungut-sungut.

" Lah, barusan loe sendiri yang bilang deg-degan setiap dekat dengan Paman tampan loe itu?"

" Tapi ngak musti jatuh cinta juga, tanggapan loe, Re!"

" Sha, kita tidak bisa mengatur, akan jatuh cinta pada siapa? perasaan itu datang begitu saja! Tapi nasehat gue, jika perasaan loe itu tumbuh, segera loe lupain sebelum semakin menjadi, karena loe tau kan, itu tidak boleh terjadi?"

Mysha mengabaikan ucapan Rere, dia bukannya lega setelah mengatakan hal itu, justru malah semakin gelisah.

' Ini perasaan biasa karena Paman Arsen terlalu baik pada mu Sha, bukan perasaan lain. Paman Arsen seperti Ayah mu. Durhaka punya perasaan yang nggak-nggak sama dia' Batin Mysha sambil berjalan memasuki mobil. Setelah Mysha beralasan ada urusan mendadak pada Rere yang masih menaruh curiga kepadanya.

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

Rasa yg datag tanpa di rencana, Mysha yg amang awam dgn perasaan ini, krn baginya ini pengalaman pertama jatuh hati pd org tdk tepat tp soal cinta, kita juga gak bisa menebak pd siapa dia akan tumbuh...

2023-10-17

0

M. salih

M. salih

om nya terlalu romantis, gimana mysha ngak terpesona. wanita pasti merahnya nyaman saat di utamakan selalu

2022-10-09

0

oyen

oyen

ini arsen di umur yang begitu matang kok belum nikah ya....
jangan bilang nanti mantan muncul nya pas di pertengahan rasa bahagia..

2022-10-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!