Indra menatap hamparan tikar lipat bermotif kotak-kotak besar warna merah berikut barang-barang si Gadis yang masih berada di atasnya.
“Ton, tolong fotoin semua ya. Sebagai bukti ke keluarga cewek itu,” perintahnya kepada Anton yang memang selalu jadi seksi dokumentasi setiap ada kegiatan bersama.
“Siap, Bro. Evakuasi tadi juga sudah terdokumentasikan dengan baik kok,” Anton tersenyum lebar, “Dalam bentuk video. Issh keren banget Bos Bramasta. Bakal jadi trending topik nih. Epic banget!”
“Hey.. jangan sampai bocor ke medsos apalagi pers. Bos kita gak suka dengan publikasi seperti itu. Cukup bokap nyokapnya aja yang selalu jadi incaran media,” Indra mengingatkan Anton.
“Tenang aja, Bro. Gue selalu inget akan hal itu kok.”
Indra mengangguk. Ia membuang air cucian kuas dari wadah lalu memasukkannya ke dalam plastik yang ada di dekatnya. Mengambil buku sketsanya lalu memandang sekelilingnya mencari view yang sama dengan gambar sketsa.
“Belum selesai lukisannya, Bro. Dia baru mewarnai langitnya. Dia berbakat ya. Sapuan kuasnya bagus,” Anton ikut mengamati buku sketsa yang dipegang Indra.
“Kayaknya dia belum lama di sini deh kalau dilihat dari gambarnya.”
Diraihnya ransel milik si Gadis. Mengaduk isinya mencari dompet atau handphonenya. Dompet panjang feminin dari kulit ada dalam tangan Indra. Tidak ada logo abal-abal merk desainer dunia. Mengambil KTPnya, lalu membaca dengan keras,
“Adisti Maharani, Bandung 15 Mei 1998, Jalan Palem Asri III nomor sekian RT sekian RW sekian. Hmmm, kayaknya gue tahu komplek ini deh,” dia tidak tertarik dengan isi dompetnya, matanya mengamati isi tas ranselnya. Ada buku bersampul tebal ukuran B5 warna terakota dan tas kecil berisi mukena.
“Diary, Bro?” tanya Anton.
“Kayaknya sih. Mungkin dari sini bisa terungkap kenapa dia jatuh ke jurang.”
“Menjatuhkan diri atau jatuh kecelakaan?”
“Nah itu yang harus kita cari tahu.”
“Emang berani baca diary cewek?”
“Iya sih.. berasa lancang ya? Privacy area. Tapi kan kita kepo kenapa dia bisa jatuh ke jurang, mana sendirian lagi. Buka aja deh..”
Tangan Indra mulai membuka buku warna terakota itu, “Eh, kok cuma segini isinya? 3 halaman doang? Isinya lebih cenderung quotes untuk diri sendiri daripada diary. Tanggal awal nulis, sebulan yang lalu. Terakhir dia nulis, seminggu yang lalu.”
Indra berdehem sejenak sebelum melanjutkan,
“Halaman pertama, 29 Juni, semuanya usai. 2 tahun bersama hanyalah kesia-siaan. Semuanya harus usai, gak usah ada lagi bahasan yang tak layak. Syukuri saja, usai sekarang. Dibukakan keburukannya. Walau rasanya sakit dan berdarah-darah,” Indra menatap Anton dengan pandangan bertanya, Anton hanya mengangkat bahu.
“Halaman kedua, 6 Juli, semoga Allah menguatkan. Aku percaya janji Allah itu pasti. Wanita baik untuk laki-laki yang baik, wanita culas untuk laki-laki yang culas. Aku yakin, dia bukan jodohku tetapi jodoh orang lain. Jodohku mungkin masih menunggu untuk dipertemukan denganku.”
“Wah.. asmara yang kandas ya? Tapi dia kuat, Bro,” timpal Anton.
“Kayaknya dia pacaran dengan laki-laki yang brengsek ya?” Indra memegang dagunya.
“Lu brengsek gak, Bro?” Anton memandang jahil pada Indra.
“Sialan lu! Mo dilanjutin gak nih? Diem dong. Halaman terakhir nih, halaman lainnya masih polos, sama kayak hati gue..”
“Dih, polos… full motif, full warna and full corak hati lu, Bro.”
“Lanjut gak?” Indra mengusap hidungnya yang terasa gatal, “Halaman terakhir ya.. 15 Juli, Sometimes it’s hurt to breathe with all this matter in my head_Terkadang sakit rasanya untuk bernafas dengan semua masalah yang ada di kepalaku_. But I knew, the problems is not in my head_Tapi aku tahu, masalahnya bukan berada di dalam kepalaku_. But it’s in my soul_Tapi di dalam jiwaku_. Menghisap semua kebahagiaan.”
Anton menunjuk pada tulisan yang di tulis di bagian paling bawah, “Alhamdulillah for everything, Ya Allah_Alhamdulillah untuk semuanya, Ya Allah_.”
“Sepertinya dia lagi down ya,” Anton mengomentari, “Tapi ada sesuatu hal yang membuat moodnya naik lagi.”
“Biasalah cewek. Selalu naik turun moodnya.Lu kayak yang gak ngerti aja, Ton.”
“Emang lu ngerti cewek, Bro?”
“Nyokap gue kan cewek.”
Anton terkekeh, “Lah, gak masuk hitungan itu mah. Lu pernah pacaran?”
“Pernahlah. Jaman sekolah sama kuliah dulu.”
“Sekarang?”
Indra menatap jengah kepada Anton, “Lu kan tau sendiri gue selalu sibuk kerja. Jadi tangan kanannya si Bos. Kerjaan gue seabreg-abreg. Gak ada waktu buat pacaran. Lagian gue juga udah tobat dari pacaran.”
“Hah? Maksud lu, lu udah gak demen lagi ama cewek?” Anton beringsut menjaga jarak dari Indra.
“Isssh. Gila lu ya! Lu kira gue jeruk makan jeruk?” Indra menatap sebal pada Anton yang terkekeh.
“Alhamdulillah, masih normal. Kirain aja….” Anton tidak meneruskan ucapannya.
“Diem lu ah. Gue pengen nyari istri aja, bukan pacar. Bokap nyokap udah nanyain mulu. Apalagi kalau lebaran. Om dan Tante selalu menanyakan pertanyaan yang sama, kapan nikah?”
“Senasib dong kita, Bro. Mereka pikir nyari jodoh itu gampang?”
Indra mendengus. Tangannya membolak-balikkan lagi halaman diary.
“Gila.. tulisannya cute banget. Rapi abis. Lu perhatiin huruf G kecilnya, Ndra?”
“Ih, iya,” telunjuknya tertuju pada salah satu huruf G kecil pada buku, “Jangan-jangan…” Indra menatap Anton dengan mata membesar. Sedetik kemudian keduanya tertawa hingga mata mereka berair.
“Jodoh memang gak lari kemana..” kata Anton sambil menyusut matanya.
“Iya kalau memang mereka berjodoh.”
“Who’s know_Siapa yang tahu_?” Anton mengangkat bahu sambil membantu Indra membereskan barang-barang si Gadis, “Do’akan saja semoga mereka berjodoh, Bro. Kasihan si Bos, single since birth_jomblo sejak lahir_.”
Indra mengaminkan lalu terkekeh. Ia bisa membayangkan rupa Bramasta saat disebut single since birth. Pasti bakal misuh-misuh.
“Ton, jangan lupa fotoin isi diarynya.”
“Are you sure_Kamu yakin_? Diary loh ini..”
“Iya. Just do it_Lakukan saja_.”
Indra menghubungi Bramasta yang sudah tiba di rumah sakit. Si Gadis masih ditangani dokter di UGD. Menginfokan tentang identitas pasien. Sayang sekali tidak ada HP si Gadis di tasnya. Kemungkinan hilang saat si Gadis terjatuh ke jurang. Indra juga membacakan isi diary si gadis kepada Bramasta.
Bramasta menyuruh Indra untuk mengamankan motor si Gadis di kantor. Sedangkan barang-barang bawaaan si Gadis dibawa ke rumah sakit. Mereka akan bertemu di rumah sakit. Briefing dibatalkan karena kejadian hari ini. Tapi Bramasta meminta Indra untuk membuat pintu gerbang agar tidak ada lagi orang yang memasuki site dengan bebas. Bramasta tidak ingin kejadian seperti ini terulang lagi. Gerbang sementara selama site masih dalam kondisi alaminya.
Indra langsung menghubungi anak buahnya untuk menutup site dengan gerbang sementara hari itu juga. Membicarakan tentang materi baja ringan untuk rangka gerbang dan lembaran plat yang biasa dipakai sebagai penutup atap dengan lapisan galvalum di bagian atasnya. Tidak lupa Indra memerintahkan untuk memberi gambar logo perusahaan B Group pada pintu gerbangnya nanti.
Indra menutup panggilannya sambil tersenyum. Dia punya rencana untuk Bramasta. Tentang penulisan huruf G kecil si gadis yang ternyata bernama indah, Adisti Maharani. Sesama jomblo harus saling tolong menolong. Bukan saling mendahului apalagi saling sikut. Indra terkekeh sendiri dengan rencananya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 316 Episodes
Comments
stnk
mampir thor...baru nemu di Ramadhan 2024
2024-04-05
1
himawatidewi satyawira
baca yng kesekian x nya..sll kangen ma novel othor..suerrrr...
2024-01-06
1
Jamal
Ada apa.dengan huruf g kecil?
2022-09-26
2