...🌾🌾🌾🌾🌾🌾...
Begitu bahagia Ana saat ini, menikmati indahnya malam di tengah-tengah orang asing yang begitu banyak. Matanya terus memandangi semua wahana yang sangat indah menurutnya.
Tak pernah dia merasakan mainan seperti itu, bahkan sekedar ayunan saja dia hanya memakai potongan ban truk yang di gantung di pohon rambutan depan rumahnya.
Wajahnya terus memandang ke atas gebyar gempita dari lampu warna-warni juga riuh lagu-lagu yang di putar mampu membuat tangannya ikutan bergerak memukul-mukul pahanya sendiri. Bahkan saat dia berdiri mematung kakinya jiga ikutan bergerak.
Benar-benar Ana sangat menikmati semua itu. Menikmati keindahan yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
Riuh anak-anak terus berebut ruang dengan musik yang di mainkan dari semua tempat wahana. Jajanan-jajanan khas juga terasa mampu menggelitik perutnya yang tengah lapar.
Tapi sayang, Ana tak ada satu rupiah pun uang yang yang ada padanya bagaimana mungkin Ana bisa membeli jajanan untuk mengganjal perutnya.
Tak ada apapun di sakunya, hanya tinggal lima permen karet saja, yang jelas itu tak akan bisa mengenyangkan perutnya kan?
"Hey, Cing! jangan aneh-aneh ya. Kita belum kerja jadi tak mungkin bisa dapat uang untuk beli makanan. Untuk sekarang puasa dulu semoga nanti bisa dapat makanan gratis, Oke?" matanya melihat perutnya sendiri yang sudah menabuh gendang, meski sangat keras jelas Ana akan pura-pura tidak dengar.
Ana kembali berjalan, tak ada bekal apapun yang Ana bawa dari kampung yang ada hanya modal nekat. Tak berpikir dia akan tinggal dimana, makan apa, dan juga akan bagaimana kedepannya. Yang dia pikir hanya bisa lepas dari desa dan bisa melarikan diri dari bandit tua yang ingin menikahinya.
'Yang hutang kan bapak, jadi bapak saja yang nikah dengan kakek tua itu,' kata itulah yang Ana ucapkan sebelum dia pergi dari rumah dengan diam-diam.
'Kamu gila ya, An! masak iya bapak yang harus menikah dengan orang itu. Kamu jangan aneh-aneh deh.'
'Bapak yang aneh-aneh, tau nggak bisa bayar hutang tapi tetap saja ngutang. Kalau dah begini siapa yang bingung , bapak sendiri kan? kalau Ana mah ogah pusing-pusing mikir utang bapak!'
Begitu sinis Ana saat itu, bahkan dengan santainya dia tetap mengunyah permen kesukaannya dan duduk di kursi kayu dengan satu kaki di atas.
Sekarang tak lagi Ana takut terus di paksa oleh bapaknya, sekarang dia sudah bebas dan bisa menjalankan hidupnya sesuai apa yang dia ingin.
Ana lebih takut nikah dengan bandit tua itu daripada kelaparan. Kalau masalah perut dia bisa makan apapun dan dia akan tetap bisa hidup senang dan bebas bagaimana kalau dia harus menikah dengan bandit tua yang sangat kejam, bisa saja dia akan mati.
Copet... copet....
Suara begitu menggema masuk di telinga Ana. Wajahnya langsung mencari arah orang yang berteriak. Suaranya sangat jelas kalau dia adalah seorang perempuan.
Aneh, meski suara teriakan itu sangat keras dan jelas banyak orang yang mendengar tapi tak ada yang bertindak tak ada orang yang berniat untuk membantu orang itu. Sungguh miris.
Bugh...
Seorang pria muda yang berlari menuju arah Ana langsung jatuh saat Ana langsung menghadang kaki pria itu dengan kakinya sendiri.
''Kurang asem kamu ya, sini dompetnya,'' Ana langsung menunduk dan mengambil dompet itu. Tak ada rasa takut pada Ana, biar dia masih baru di kota tapi kebaikan harus tetap di sebar luaskan. Tak ada batasan mau di desa atau di kota kebaikan harus tetap di utamakan.
''Lepaskan, ini punyaku!'' pria itu tak terima, mana mungkin dia akan memberikan apa yang sudah menjadi hasil dari pekerjaannya itu.
''Lepas nggak!'' Ana juga tak mau kalah hingga terjadilah tarik menarik pada keduanya. Semua orang yang tak tau entah hanya sengaja tak mau tau hanya melihat keduanya yang saling berebut dompet.
Keduanya sama-sama tak ada yang mau kalah jelas keduanya sangat menginginkan dompet itu.
Bugh...
Satu pukulan mendarat di perut pria itu jelas pelakunya adalah Ana.
''Dasar lemah. Cemen. Di pukul wanita aja kalah sok mau jadi copet. Carilah kerja yang baik dan yang halal supaya hidupmu berkah. Pergi sana!'' usir Ana.
Tangan Ana sudah mengepal seandainya pria itu tidak lari mungkin dia akan habis di tangan Ana.
Meski Ana seorang wanita tapi jangan di sepelekan dia adalah mantan jawara muda di desanya. Seandainya dia mau bandit itu bisa saja dia hadapi tapi Ana tidak mau karena dia sangat licik dan juga banyak anak buah. Takut saja nanti Ana pas apes, kan bahaya.
Ana menoleh dan ternyata sang pemilik dompet sudah ada di samping Ana.
''Ini dompet ibu?'' seperti biasa Ana akan selalu bicara dengan datar, juga dengan wajah tak ada ekspreksi apapun.
'Iya Mbak,'' jawabnya dengan nafas yang masih ngos-ngosan.
''Hem,'' di sodorkan dompet itu pada ibu itu dan dengan senang hati langsung di terima.
''Terima kasih ya mbak,'' katanya dengan wajah yang berbinar akhirnya dompetnya bisa kembali lagi ditangannya bahkan isinya juga masih utuh.
"Lain kali hati-hati. Jaga harta benda ibu dengan baik. Di tempat keramaian seperti ini tidak menutup kemungkinan banyak orang jahat," katanya.
"Iya, Mbak. Sekali lagi terima kasih. Hem, ini tolong di terima ya mbak, sebagai tanda terimakasih saya."
"Tidak usah, Bu. Saya ikhlas menolong Ibu," tolak Ana saat itu hendak memberikan uang pada Ana.
"Tidak apa-apa, Mbak. Terima ya," ibu itu tetap memaksa.
'Terima nggak ya, kalau di terima aku bisa makan malam ini tapi kalau tidak entah kapan aku bisa makan. Tapi kalau di terima aku jadi seperti tidak ikhlas dong!' batin Ana mulai berperang.
"Terima kasih ya, Mbak." katanya ibu itu dan sudah melangkah pergi sementara uang selembar lima puluh ribuan itu sudah ada di tangannya.
"Eh, Bu! ini bagaimana!" teriak Ana.
"Terima saja, Mbak!" balasnya dengan suara yang berteriak.
Ana memandangi uang itu di bolak-balik dan di lihat dengan fokus. Lumayan uang segitu bisa buat makan sama besok. Paling nggak bisa buat belum stok permen karet.
Tak makan sehari bisa saja Ana tahan tapi tidak makan permen karet sehari terasa kering tenggorokannya. Padahal sudah banyak yang bilang tidak baik terlalu banyak makan permen karet tapi itu tidak akan di gubris oleh Ana.
Makasih ter_favorit bagi Ana. Permen karet beraneka rasa. Dan dulu kalau desa dia akan bela-belain utang hanya karena permen karet saja. Sudah menjadi candu baginya.
...🌾🌾🌾🌾🌾🌾...
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Nona Rania ™©🍼🍼
Haisss Ana makan permen karet bisa ompong tu gigi wkwkkw
Wehh bisa berantem juga si Ana
Nah loh Ana kamu hidup di kota bisa jadi gelandangan wkwkkw
2022-11-08
2
◌⑅⃝●♡⋆♡ᏁᏬᏒᎨᏃᎯᎿᎨ♡⋆♡●⑅⃝◌
tu ana preman ya pas di kampung bisa" nya cewek ngalahin copet
2022-10-17
1
Embun Kesiangan
semangat, Ana💪😍
2022-10-11
1