***
Rindu terpaksa mengikuti kemauan pria ini. Dengan terseok-seok Rindu menyamakan langkah mereka. Dia melirik penampilan Ardian yang telah banyak berubah, semakin tampan. Tubuh temannya ini jauh lebih tinggi dari jaman SMA dulu. Tubuh Ardian sekarang tegap dan berotot, sangat proporsional. Berbeda dengan Rindu, tinggi badannya sekarang tidak berbeda jauh dari jaman waktu dulu. Dulu dia kurus langsing, kecil dimana-mana. Sekarang membengkak depan dan belakangnya, lebih berisi. Tetapi, terlihat lebih terlihat cantik.
Saat di dalam mobil Rindu hanya diam. Masih kesal dengan kelakuan Ardian barusan. Tidak terbayangkan bagaimana malunya Rindu ketika tangannya ditarik di hadapan teman-teman dan pengunjung cafe. Pandangannya hanya mengarah ke jalanan yang ramai, Entah kemana dia akan dibawa.
Ardian meliriknya sesaat. "Kamu marah?"
"Menurut kamu?" tanyanya balik dengan ketus, lalu melipat tangan di bawah dada.
"Maaf, aku memang harus keluarkan kamu secepatnya dari sana." Ardian menoleh, lalu kembali fokus ke jalanan.
"Kenapa kamu jadi seenaknya begini? Apa alasannya aku harus ikut kemauan kamu? Sekarang kita mau kemana, kamu mau bawa aku kemana?" Nada bicaranya meninggi.
"Hahahaha, masih saja galak seperti dulu." Pria itu malah tertawa terbahak-bahak.
"Apa?" Rindu menyipitkan matanya.
Ardian pun menepikan kendaraannya. "Tenang, Nona cantik," ucapnya lembut seraya mengacak puncak kepala Rindu, lalu tersenyum gemas.
"Hiiihh ... apaan sih!" Rindu terlihat jengkel lalu merapikan rambutnya kembali.
"Hahaha … benar, persis seperti itu, tidak berubah sama sekali." Hidung wanita itu dicubitnya.
"Aauu ...." Rindu mengeluh dan terdiam seraya mengelus puncak hidungnya. Dia berpikir sejenak, "Emm … benar, rasanya seperti kembali ke masa lalu." Lalu menoleh Ardian sesaat dan tersenyum.
"Masih mau marah? Sudah bisa senyum?" goda Ardian.
"Emm …." Dengan cepat Rindu mengubah ekspresi wajahnya jadi datar.
"Kamu tahu siapa sebenarnya David?" tanya Ardian kemudian. Rindu menggeleng. "Dia itu pria hidung belang. Kamu lihat bagaimana kedua biji matanya menatapmu? Dia seakan bisa menerkam kamu kapan saja. Sebab itu aku harus membawamu pergi secepatnya," tutur Ardian lembut.
Bola mata Rindu membesar, menutup mulutnya dengan tangan kanan. Dia pun membayangkan apa yang akan terjadi jika Ardian tidak membawanya pergi. Rindu menggeleng menghilangkan kemungkinan buruk yang dibayangkan.
"Sudah, jangan perlihatkan ekspresi wajah yang seperti itu," ucap Ardian melihat tingkah Rindu.
"Kenapa?"
"Menggemaskan," jawab Ardian sekenanya, tapi jujur. Dia mencubit pipi Rindu, seperti kembali ke masa lalu.
"Hiiihh … dodol resek!" Sebuah tonjokan mendarat di lengan Ardian yang berotot.
"Auuu … gadis galak!" Dia mengusap lengannya dan cemberut. Mereka saling pandang lalu terdiam.
"Hahahahahaha … hahahaha!"
Tawa mereka pun meledak bersamaan. Sangat lucu, bisa kembali bergurau seperti dulu. Ketika sudah dewasa seperti sekarang terasa sangat aneh bagi mereka. Rindu memegangi perutnya, Ardian memukul-mukul setir. Geli dengan kelakuan mereka sendiri.
"Sudah, sudah, kita bukan remaja lagi," Rindu menghentikan tawanya.
"Ok, kalau gitu kita ganti cara yang lebih dewasa." Senyum Ardian nakal melihat wanita di sampingnya.
"Maksudnya?"
Ardian menaikkan alisnya naik turun dengan senyum menggoda. Rindu mendelik pada Ardian.
"Apa?" tanya dengan nada mengancam.
"Nggak, nggak apa-apa." Ardian mengalihkan pandangan. Tatapan mata Rindu seakan menyihirnya. Dia pun kembali melajukan mobil dan suasana pun hening.
Beberapa menit berkendara. "Ardi, kita mau kemana?" Rindu mengedarkan pandangan ke jalanan.
"Ke apartemenku."
"Hah, apa? Aku mau pulang sekarang!"
"Nggak bisa, kita sudah sampai … itu di depan apartemenku."
"Tapi aku harus pulang Ardi ... keluargaku menunggu dirumah. Mereka bisa khawatir!"
"Tenang aja, sudah ada yang atur." Ardian terus melajukan mobil hingga masuk ke area basement.
"Apa maksudnya?"
"Sudah, ayo turun. Aku butuh penjelasanmu mengenai yang terjadi delapan tahun lalu."
"Ta–tapi .…"
Ardian memaksa Rindu keluar dan menggandeng masuk ke dalam lift. Rindu diam cemberut. Apartemen Ardian berada di kawasan elit. Sebelum masuk gedung tadi Rindu melihat bangunan apartemen ini tinggi, entah ada berapa lantai. Dan sekarang Ardian membawanya ke lantai paling atas.
Rindu melihat ke sekelilingnya, takjub dengan kemewahan di dalam sana. Ini pertama kali dia melihat interior sebuah unit apartemen seperti ini. Satu lantai ini hanya terdapat dua unit. Selain fasilitas yang ada, bagian dalamnya juga sangat memukau. Mata Rindu seakan dimanjakan melihat setiap inci bagian sudut ruangan.
"Duduklah dulu, aku mau bersih-bersih," ucap Ardian sambil melangkah ke kamar.
Rindu menahan menghentikan langkah Ardian. "Ehh, Ardi tunggu. Boleh pinjam charger handphone? Handphone-ku mati dari tadi. Aku mau nelpon Mama."
Ardian pun berjalan menuju lemari pajangan dekat TV, lalu mengambil changer di laci dan menyerahkan pada Rindu.
"Jangan salah ngomong. Mama taunya kamu ditugaskan ke luar kota. Besok pagi baru pulang," ucapnya seraya menyerahkan charger.
Rindu mengernyit. "Apa maksudnya? aku menginap di sini?" tanyanya bingung.
"Benar," jawab Ardian datar, lalu masuk ke kamar. Tak peduli dengan Rindu yang akan mengamuk dengan keputusan sepihaknya.
"Ardian!" teriak Rindu kesal. Dia menghempaskan tubuhnya ke sofa. "Bagaimana ini, Kanaya gimana?"
Sambil menunggu baterai ponsel cukup terisi, Rindu merebahkan tubuhnya. Dia sangat lelah. Setelah pekerjaan di sekolah musik, Rindu juga harus ke kafe. Jadwal kerjanya di hari sabtu selalu padat. Ditambah dengan pertemuannya dengan Ardian yang tiba-tiba, menguras lebih banyak energinya.
Lima belas menit kemudian, Ardian selesai dengan ritual bersih-bersihnya. Badannya terlihat lebih segar dan wangi. Dia pun melihat Rindu tertidur di sofa ruang tamu, lalu menghampiri.
"Rin ... Rindu, mandi dulu sana." panggil Ardian lembut sedikit menunduk. Rania menggeliat membuka mata. Dia sontak kaget saat melihat wajah Ardian begitu dekat di atasnya. Sangat tampan dan itu membuatnya tergoda. Terlebih dengan indera penciuman yang menghirup aroma tubuh pria itu.
Rindu berusaha menyadarkan diri. "Su–sudah selesai mandinya?" Suaranya tercekat, dia menetralisir pikiran nakalnya.
"Emm, gantian kamu. Sana mandi." Ardian menegakkan tubuh.
Rindu pun bangkit. "Tapi, pakaianku gimana?"
"Pakai punyaku dulu, baju kamu sini aku cuci."
Rindu pun menurut, dengan segera dia berlari kecil ke kamar Ardian, lalu masuk ke kamar mandi. Dia tak mau ketahuan diam-diam mengagumi laki-laki itu. Ardian tersenyum geli melihat tingkah Rindu yang lucu.
Setelah selesai, Rindu keluar memakai piyama pendek yang sudah Ardian siapkan sebelumnya. Jelas itu sangat kebesaran hingga terlihat sedikit belahan dada. Atasan piyama Ardian mencapai paha hingga menutupi pantat Rindu. Celananya kedodoran dan sangat panjang. Celakanya lagi, Rindu tak memakai dalaman. Tercetak jelas dari luar bagian kiri dan kanan dadanya.
Ardian terpaku melihat Rindu yang berdiri di depan pintu memamerkan tampilannya. Wajah pria itu merah padam. Dia langsung memalingkan muka dengan cepat.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Seuntai Kata
Semangat, Mamy.💪💪
2022-10-26
0
delissaa
aduh duh Ardian jng main samber Lo ya 😂
2022-10-12
1
Rizki Al-Mubarok
Ini fantasi, kah? Kok ada sihir😅
2022-10-09
1