Rindu mengerutkan keningnya. Lalu memandang ke arah dimana Ardian berada. Tatapan mereka bertemu, Ardian memandang Rindu penuh harap lalu tersenyum padanya. Rindu tiba-tiba turun dari panggung dan berjalan tergesa-gesa ke arah belakang. Melihat itu Ardian panik dan berlari mengikutinya.
Hah ... syukurlah Rindu masih ada di belakang. Di ruang istirahat untuk staf. Ardian pikir Rindu akan pergi lagi setelah tahu keberadaannya. Baru saja hendak menemui Rindu. Owner Cafe yang mengenali Ardian, datang menghampiri. Sepertinya si owner bisa mengenalnya walau dalam samaran.
"Pak Ardi?" sapa si pemilik mengulurkan tangan, Ardian menyambutnya.
"Oo ya, Pak David."
"Saya tidak menduga, Pak Ardian mau datang berkunjung ke cafe ini."
"Iya, tentu saja Pak David, saya juga perlu bersantai, pekerjaan di kantor sangat memusingkan, tidak ada salahnya kan saya merefreshkan otak saya ini?"
"Hahaha, tentu saja tidak salah … oya, ada perlu apa Pak Ardi ke sini?" tanya David tanpa basa-basi lagi.
"Ooo… begini pak David. Saya tertarik kepada penyanyi bapak yang tadi. Boleh saya bicara dengannya sebentar?"
"Rindu maksud Bapak?" tanya David menerka, yang dia lihat masuk ke dalam hanyalah wanita itu.
"Iya, boleh saya menemuinya?"
"Tentu saja boleh. Wanita itu sangat berbakat. Sangat bagus kalau bapak tertarik pada suaranya dan ingin merekrutnya. Apalagi kecantikan nya itu, benar-benar wanita sempurna. Bodynya membuat pria manapun menggila!"
Ardian menaikkan sebelah alisnya. Mulai tidak suka dengan gaya bicara orang di hadapannya. Untuk sementara ini ia abaikan, jika sudah bertemu Rindu, dia akan membawanya keluar dari tempat ini. Gelagat pemilik cafe ini sudah tidak beres, jangan sampai sesuatu terjadi pada wanitanya di sini.
Pintu ruangan itu dibuka dengan perlahan. Rindu sedang duduk sofa untuk istirahat. Saat menoleh kebelakang, ia kaget dan sontak berdiri melihat kedatangan Ardian. Raut wajahnya tegang, bingung harus lari kemana lagi. Ardian pun menghampirinya, Rindu terdiam melihatnya.
Ardian mendekat lalu berbisik di telinga wanita itu. "Hai … Rindu, lama tidak bertemu, kamu apa kabar?" Suara itu terdengar lembut di telinganya, bulu halus di lehernya bergetar.
"A–Ardian?"
Mereka saling berhadapan, sangat dekat. Jantung Rindu rasanya akan melompat, Ardian tersenyum sangat manis. Senyuman yang dulu pernah membuatnya jatuh cinta.
"Ada apa dengan ekspresi aneh itu? Kamu tidak merindukanku?"
"A–aku …." Lidahnya tercekat, sulit untuk menjawab.
"Sudahlah, aku sangat merindukanmu." Secepat kilat Ardian menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukannya. Rindu yang tidak siap terbelalak.
Cukup lama ia terdiam, kemudian Rindu membalas pelukan hangat itu. Ia pun merasakan hal yang sama, merindukan Ardian. Sosok sahabat baik di masa remajanya, cinta pertamanya.
"Ardi … aku …," ucapnya lirih. Dadanya mulai sesak, pelukan Ardian sangat kuat hingga menekan di sana.
"Aahh, Maaf." Ardian melepaskan. Menangkupkan telapak tangannya di bahu Rindu."Kamu kemana saja selama ini?"
Ardian bertanya seolah tidak tahu apa-apa. Sebenarnya di mengetahui semua mengenai Rindu, kecuali waktu wanita itu menghilang delapan tahun yang lalu. Setidaknya tiga tahun terakhir ini ia tahu semuanya.
"Aku … aku …."
"Baiklah, ayo duduk dulu." Ardian menarik lengan Rindu dan duduk berhadapan. "Sekarang mari kita bicara. Bagaimana kabarmu?"
"Aku baik-baik saja," jawabnya datar.
"Delapan tahun yang lalu kamu pergi kemana?" Ardian berusaha tetap tenang.
"Aku ikut tanteku yang ada di Jerman."
"Kamu tahu? Aku kebingungan waktu itu, kamu tiba-tiba menghilang. Aku mencarimu mengelilingi setiap tempat di bandara."
"Tentu saja aku tahu Ardi, dan kamu seperti orang gila. Sebab itulah aku menjadi takut untuk menemui kamu," jawab Rindu dalam hati.
"Hei, kamu dengar? Kamu tidak ingin tahu bagaimana kabarku? Bagaimana kehidupanku setelah delapan tahun lalu?"
"Tidak, aku memutus semua komunikasi waktu itu. Aku bahkan baru saja tahu kejadian delapan tahun lalu," jawab batin Rindu lagi, mulutnya masih berat untuk bicara.
"Hei, bicaralah, kenapa kamu diam?"
"Emm … Ardi, maaf," Rindu menundukkan kepalanya. Hanya kata itu yang mampu keluar.
Ardian seakan di hempas gelombang yang mendorongnya, ia tidak bisa menahannya lagi. Ardian pun kembali menarik Rindu kepelukannya. Kali ini air mata bercucuran begitu saja. Dikecup puncak kepala wanita yang sangat dirindukannya itu.
"Tidak, Sayang ... kamu tidak perlu minta maaf. Aku yang seharusnya bilang maaf. Maaf atas kebodohanku. Maaf, maaf, Rindu, cintaku datang terlambat." Suaranya yang khas terdengar parau.
Tanpa sadar Rindu pun menangis. Pengakuan Ardian membuatnya tersentuh. Cinta pertamanya sedang menangis di puncak kepalanya. Kulit kepalanya terasa basah dan hangat. Rindu melingkarkan kedua tangannya ke punggung Ardin, mendekap dengan erat. Lelaki itu pun menenggelamkan kepalanya ke ceruk leher Rindu.
Cukup lama mereka berpelukan melepas kerinduan mereka selama ini. Hingga akhirnya terdengar suara ketukan pintu, membuat mereka tersentak. Lalu melerai pelukan masing-masing.
"Pak Ardian, apakah saya mengganggu?"
"Ahh, tidak apa-apa?" Ardian berucap datar. "Ya sangat mengganggu." Sambungnya dalam hati.
"Rindu… bisa kamu tampil sekarang?" tanya si pemilik kafe pada Rindu. Namun, matanya melihat Rindu dari atas hingga bawah. Membuat Ardin tak suka dengannya.
"Bisa, Pak."
"Pak, Ardi ... maaf saya harus bekerja." Rindu beralih pada Ardi. Tatapannya seolah berkata, "Sebaiknya kamu pergi saja. Lain kali kita bicara lagi."
Ardian mengerutkan keningnya, raut wajahnya masam. Ada kemarahan di sana, ia menolak untuk pergi.
"Pak David, mulai hari ini Rindu tidak bekerja lagi di cafe ini. Saya akan mengirim seseorang untuk menggantikan Rindu malam ini. Saya tidak menerima penolakan," ucap Ardian dengan wajah dindingnya, tegas dan sedikit menakutkan. Nadanya penuh ancaman.
"Ardi, maksud kamu apa? Jangan seenaknya kamu!" bisik Rindu mendekat ke pria itu.
Namun, tiba-tiba. "Ba–baiklah, Pak Ardian." Kemudian si owner menoleh pada karyawannya. "Rindu, kamu boleh berhenti bekerja. Untuk bayaran kamu malam ini saya akan transfer."
"Hahh, tapi pak?" Rindu terperangah. "Apa yang terjadi? Kenapa Pak David begitu patuh pada Ardi?" batinnya kebingungan.
"Baik, kalau begitu saya permisi." Si owner keluar dari ruangan.
Ardian tampak tidak merespon sama sekali. Rindu yang keheranan membulatkan mata, membuka mulut tak percaya dengan yang baru saja terjadi. Ardian lalu mengambil ponsel dari kantong celananya dan menghubungi seseorang.
"Dalam waktu sepuluh menit kirim seseorang untuk bekerja di sini malam ini." Panggilan dimatikan, lalu menyimpan ponselnya kembali.
Ardian menoleh pada Rindu. "Ambil barang-barang kamu, kita pergi sekarang!" Perintahnya tiba.
"Apa apaan sih kamu? Main perintah seenaknya? Aku masih butuh pekerjaan ini!" protes Rindu tidak terima.
Ardian tidak menggubrisnya, dia pun fokus mencari tas Rindu dengan ekor mata. Setelah melihat ada tas di pojokan sofa, langsung diambilnya.
"Hanya ini barang milikmu?"
"Iya."
Sudah cukup kesabaran Ardian sampai disini. Pergelangan tangan Rindu ditarik keluar dari tempat menyebalkan ini. Bisa jadi karena emosinya, bangunan cafe ini dia runtuhkan.
"Hei, Ardi ... pelan-pelan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Seuntai Kata
Rindu, wanita yang dirindukan.😅
2022-10-25
0
delissaa
dah lah langsung bawa ke pelaminan 🤣
2022-10-12
2
rinny aphrystanti
sampai sini masih belum paham ceritanya jadi makin penasaran...
2022-10-05
1