Aku Lupa Aku Luka 4

"Axa? Nak?" suara Mama memanggilku dari belakang.

Aku membalikkan badan dengan senyum disatu sisi bibirku. "Maaf Ma, Mama salah," ucapku sinis.

"Ava? Apa yang terjadi? Kenapa kamu memakai pakaian kakakmu?" tanya Mama.

"Memangnya kenapa Ma? Aku harus berbagi darah dengannya tapi Mama tidak mau dia sekedar berbagi pakaian denganku? Bukankah itu terdengar sedikit egois? Ahh, sekarang aku tau dari mana sifat egoisku menurun."

Aku membuka tas tangan milik mama yang kupakai dan menunjukkan beberapa kosmetik favorit beliau.

"Apa-apaan kamu Ava?! Taruh semua barang milik Mama!" ucapnya keras.

Terdengar langkah kaki mendekat. Ternyata papa menghampiri kami karena suara mama yang keras barusan.

"Ada apa ini? Kenapa kamu menggunakan barang milik orang lain Ava?" tanya papa tajam.

"Barang milik orang lain? Bukankah barang ini milik kakak dan mamaku? Mereka orang lain Pa?"

"Kamu?!" Papa mendekat dan mengangkat tangannya.

"Pukul aku sekali lagi dan bisa kupastikan, tidak ada setetes darah yang akan kuberi untuk anak kesayangan kalian! Mulai sekarang, berhenti menyiksaku! Jika perlakuan kalian baik, akan kupertimbangkan kembali masalah transplantasi itu. Mengerti?!" Wajah Mama dan Papa berubah pias saat mendengar kata-kataku.

"Aku akan pergi ke rumah sakit seperti seharusnya karena aku wajib menyelamatkan kakakku. Yah, setidaknya aku jauh lebih berguna daripada kalian dan putri si*alan penyakitan itu!" Aku menyeringai.

"Bi Entin!" teriakku keras.

Sesosok wanita setengah tua menghampiriku dengan cepat. "Ada apa Non Ava?" tanyanya heran.

Aku mengerutkan kening. "Mulai sekarang panggil saya Lara —Ava Kalara—. "Pesenin saya kendaraan buat ke rumah sakit," jawabku masih sambil menatap Bi Entin.

"Baik Non. Kok tumben Non Ava , eh Non Lara ngga nyetir sendiri aja?"

Aku mendengus kesal menatap Bi Entin, "Saya ngga bisa nyetir."

Ketiga pasang mata menatapku dengan pandangan kebingungan. Ah, aku suka melihat mereka seperti itu. Mungkin mereka mengira Ava sedang bercanda. Sayangnya, aku bukan Ava. Aku Lara dan aku memang tidak bisa menyetir.

***

Aku pulang ke rumah dengan sebuah rencana baru setelah mendonorkan darah untuk saudara si*alan itu. Seluruh tubuhku semakin sakit, entah karena efek pukulan, atau karena efek transfusi yang baru saja ku lakukan.

"Sudah kulakukan. Oh ya, aku butuh uang untuk keperluanku. Tolong siapkan nanti siang, akan kuambil. Ah satu lagi, aku hanya menerima uang cash," kataku pada papa dan mama yang sedang duduk di sofa ruang keluarga.

"Lancang kamu Ava!" teriak Mama

"Ssshhtt! Ngga usah banyak drama. Siapin uangnya atau tadi adalah saat terakhirku mendonorkan darah. Sudah kubilang kan? Perbaiki sikap kalian padaku dan aku akan memikirkan masalah transplantasi."

Wajah papa memerah tanda emosi yang sudah meningkat. Aku menyeringai melihatnya, "Kalian membutuhkanku tapi memperlakukanku seperti sampah. Sekarang keadaannya berbalik. Sakiti aku sekali, dan aku pastikan kalian akan menderita dalam sedih yang berkepanjangan karena kehilangan Axa."

***

"Hai saudaraku yang hidup karena darahku," aku menyapa Axa yang terbaring lemah di kamarnya. Senyuman sinis terlihat di wajahnya yang pucat.

"Berusaha meniru gayaku sekarang?" tanyanya.

"Tidak. Tentu saja tidak. Ini sudah gayaku dan akan terus begini. Lagipula aku hanya memakai bajuku yang sering kau rebut."

"Tau dirilah sedikit Ava. Kamu hanya anak pengganti," ucapnya tajam.

"Hahaha. Aku? Tau diri? Hei lihat siapa yang bicara seperti itu. Jika ada yang harusnya tau diri disini, itu adalah kamu, kakakku sayang. Jangan dikira aku tidak tau rencanamu. Kamu memang penyakitan, tapi tidak selemah itu sampai harus menggunakan Mama dan Papa untuk mengikuti semua kemauanmu. Menyedihkan," balasku pedas.

"Ah apa perlu kuberitahu pada orang tua kita? Bahwa pada beberapa hari yang lalu aku melihatmu menyelinap keluar rumah. Bagaimana suasana hingar bingar klub malam, kau menyukainya?"

Wajah Axa terkejut luar biasa dan sesaat kemudian bertambah pucat. Aku mendekat dan berbisik di telinganya pelan, "Kamu memang sakit, tapi kamu juga breng*sek karena melebih-lebihkan rasa sakitmu. Kau pikir aku tidak tau? Kau salah besar."

Aku mengusap rambutnya lembut dan keluar dari kamar setelah sebelumnya melemparkan senyum sinis.

***

"Bawa semua makanan ini ke dapur Bi. Saya ngga selera ngeliatnya," ucapku ketus saat sedang makan bersama Mama, Papa dan Axa.

"Mau Bibi bawakan makanan yang lain Non Lara?"

"Berikan yang sama dengan yang di makan Axa," ucapku menatap Axa tajam.

Bi Entin kembali ke dapur untuk mengambil apa yang ku minta.

"Sejak kapan kamu memakan makanan yang sama dengan Axa, Va?" tanya Mama. Beliau tidak bisa menyembunyikan nada heran dalam suaranya.

"Va? Panggil aku dengan Lara, Ma. Aku tidak suka nama panggilan itu, hampir mirip dengan nama panggilan kakakku sayang yang penya*kitan."

"Ava!" Papa menggebrak meja sehingga membuat Mama serta Axa terkejut.

"Santai Pa. Jangan suka marah-marah nanti Papa kena darah tinggi. Akan sangat merepotkan jika aku juga harus mengurus Papa," ucapku santai dengan nada suara yang menekan.

"Nikmati saja makan bersama ini dengan tenang. Walaupun hanya sandiwara, bagus juga melihat kita bisa berkumpul bersama seperti ini." Aku tersenyum pada ketiga wajah di depanku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!