Aku Lupa Aku Luka 5

"Sakit Axa semakin serius, dokter. Saya merasa jika semua ini hampir membuat saya gi*la. Saya takut pergi tidur setiap malam dan bangun di pagi hari. Takut menghadapi hari, seolah-olah saya bisa kehilangan Axa setiap saat."

Pembicaraan mama bisa kudengar jelas saat aku melewati kamarnya. Selalu Axa, Axa dan Axa.

'Kasihan sekali kami Ava' kataku dalam hati dan tersenyum.

***

"Aku akan melakukan transplantasi sum-sum tulang untuk Axa," ucapku santai pada Mama. Aku sedang menonton tivi dan memakan cemilan favoritku.

Mata mama terlihat berkaca-kaca, dan beliau hanya diam memandangku.

"Aku pikir Mama akan senang, rupanya respon Mama terlalu biasa mendengar berita ini."

"Mama bahagia mendengarnya Lara," ucap Mama lirih. "Begitu bahagia sampai Mama tidak bisa berkata-kata."

Aku tersenyum sini melihat mama. 'Sayang sekali, Mama tidak tau apa yang kurencanakan.'

***

Papa baru saja kembali dari dokter. Beliau menderita diabetes dan harus rutin mengontrol kondisinya.

"Sebaiknya Papa berhenti ke dokter dan meminum obat-obatan yang tidak berpengaruh itu," ucapku ketus saat melihat beliau.

"Apa maksud kamu, Va?"

"Va? Lara, Pa. Lara! Sudah berapa kali kubilang untuk berhenti memanggilku Ava. Aku Lara!" bentakku kesal.

Papa mengepalkan tangannya dan hampir bergerak mendekatiku saat mama tiba-tiba menahan tangannya. Dengan masih menatapku, kedua orang tua itu berjalan menuju kamar mereka.

***

"Kami menerima keputusanmu untuk transplantasi sum-sum tulang Axa. Kami akan bersikap baik padamu," Papa berdiri di belakangku saat aku sedang merapikan beberapa tanaman.

"Pa, tau ngga kalau daun ini bermanfaat untuk penderita diabetes?" tanyaku membalikkan badan.

Papa mengerutkan keningnya, "Ngga tau, daun apa memangnya itu?"

"Binahong Pa. Coba aja Papa search di Google atau nanya temen Papa. Kalau Papa mau, nanti Lara buatin seduhannya. Tapi coba cari tau aja dulu manfaatnya," jawabku tersenyum.

"Oke kalau gitu, nanti Papa cari tau dulu. Ngomong-ngomong, masalah Axa, terima kasih banyak ya Lara," Papa berkata lirih dan tercekat.

"Ngga masalah Pa," aku kembali memunggungi papa. "Ini sudah jadi kewajiban Lara. Untuk menolong Axa."

Tanpa Papa tau, aku menyeringai.

***

Axa menatapku gusar ketika ia melihat aku, papa dan mama sedang bercengkrama bertiga.

"Bener kan, banyak manfaatnya?" ucapku tertawa lepas.

Papa mengangguk dengan semangat, "Bener loh, temen Papa juga banyak yang minum rebusan daun itu, mereka bilang bikin badan fit."

"Tenang Pa, besok Lara bikinin."

"Kamu pinter banget sih, Nak? Mama ngga nyangka pengetahuan kamu luas juga," Mama menimpali.

"Mama mah mikirinnya Axa terus sih," aku melirik sinis pada sosok Axa yang masih ditempatnya.

"Iya iya, anak Mama hebat," mama tersenyum menatapku. Senyuman tulus yang seringkali kulihat tapi sayangnya bukan ditujukan untukku.

***

Operasi transplantasi akan dilaksanakan bulan depan. Aku mempersiapkan diri sebaik mungkin. Mama dan Papa memberikan banyak hadiah karena bersedia mendonorkan sum-sum tulang untuk kakakku si*alan.

"Puas kamu Va? Puas kamu udah ngerebut perhatian Mama dan Papa?" tanya Axa lirih saat ia menghampiriku di kamar.

Aku terkekeh sebelum menjawab, "Pikirkan saja kesehatanmu kakak breng*sek. Harusnya kamu bersyukur, aku bersedia membantumu. Jika tidak mungkin dirimu hanya akan tinggal nama saja."

Melihat wajah Axa yang memerah, tawaku pecah.

"Kamu memang breng*sek Kak! Kamu mau semua menaruh perhatian padamu, kamu juga mau sehat tapi sayang, kepribadianmu bu*suk."

Aku menatap matanya tajam, "Ingin saran? Batalkan operasi itu dan kamu bisa membuat perhatian Mama dan Papa kembali padamu karena khawatir. Terdengar bagus untukku karena aku tidak perlu repot-repot memgorbankan diri untukmu."

***

Melihat Axa yang terpuruk karena keinginannya sendiri membuatku bahagia. Saudaraku sungguh licik! Ia menginginkan aku mendonorkan darah dan sum-sum tulang tapi ia menghasut orang tua kami agar berlaku kejam terhadapku. Orang akan jatuh iba pada saat pertama kali bertemu dengan Axa. Lemah, tidak berdaya, halus dalam berbicara serta penuh perhatian. Hanya aku yang mengetahui watak asli kakakku itu. Dia begitu kejam dan memanfaatkan orang-orang untuk mendulang perhatian. Memu*akkan!

Bahagia rasanya mendapat perlakuan menyenangkan dari orang tuaku. Secara rutin aku membuatkan ramuan tradisional untuk kebugaran tubuh Papa. Beliau sudah tidak pernah berkata sinis padaku.

Mama sering mengajakku keluar. Pada awalnya mereka heran mengapa kini aku jarang mengemudi. Aku beralasan jika sedang menjaga diri. Aku harus menjaga diri baik-baik sebelum melakukan langkah terakhir yaitu menolong kakakku dengan transplantasi sum-sum tulang. Jawabanku membuat kedua orang tuaku terharu dan meneteskan air mata. Keduanya memelukku erat dan aku membalas pelukan mereka saat lagi-lagi sudut mataku menangkap sosok Axa yang berdiri di sudut ruangan.

'Tunggu sebentar lagi, Ava. Aku akan membangunkanmu dalam situasi yang jauh berbeda,' aku berkata dalam hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!