4. Mutualisme Antar Sedarah

...Mutualisme antar sedarah...

...___________...

Ketika Pak Annas sudah berada di ruang kelas kami, ruangan ini menjadi hening. Semua anak memasang wajah seserius mungkin, otaknya pun tidak beda jauh dengan wajah yang kami pasang. Namun pikiran kami terkadang terbelah menjadi beberapa cabang. Setengah fokus ke materi,   setengahnya lagi fokus memikirkan hal lain yang seharusnya pikiran itu perlu di jeda terlebih dahulu.

Ruangan ini menjadi hening, hanya ada suara yang menjelaskan materi. Beliau dihormati bukan karena killer, tetapi karena pembawaan beliau sangat tenang namun tetap tegas. Pak Annas ini sudah sepuh, rambut kepalanya sudah memutih sempurna. Namun ingatannya begitu tajam walaupun usianya sudah memasuki sekitar 62 tahun. Sebenarnya Pak Annas itu sudah pensiun dua tahun yang lalu. Namun karena hobi beliau mengajar, dan ingin selalu memberikan ilmu yang beliau memiliki, ya akhirmya menjadu seperti ini. 

Aku sangat menyukai cara Pak Annas mengajar. Setiap perkataan yang keluar dari mulutnya, seperti daging tanpa tulang maupun duri. Pembahasannya selalu enak dipahami dan mudah diingat. 

"Kalau ada yang mau bertanya, silahkan tanyakan?" tanya Pak Annas memberikan waktu kepada kami. Lagi-lagi Shabiya lah yang menanyakan pertanyaan. Shabiya ini selain sahabatku, dia juga sebagai pesaing terberat di kelas. Dia cerdas, mudah mengingat sesuatu sampai semua perkataan sesuatu yang lama dia masih mengingatnya. Apalagi perempuan memiliki dasar daya ingat yang tinggi, dan Shabiya memanfaatkan hal itu selain dia memiliki dasar ingat yang lebih tinggi dari perempuan kebanyakan.

"Silahkan Shabiya!" kata Pak Annas ketika Shabiya mengangkat telapak tangan kanannya ke atas. Kemudian Shabiya berdiri. 

"Saya ingin bertanya, Pak. Namun pertanyaan ini diluar topik materi yang baru saja Bapak ajarkan." Kata Shabiya menjeda kalimatnya.

"Silahkan! tanyakan saja apa yang mengganggu pikiran kamu." Jawab Pak Annas.

"Apa perbedaan antara iri dan cemburu, Pak?  Ada yang mengatakan dua hal itu sangat sama persis, baik definisi maupun tujuannya. Terima kasih." Kata Shabiya kemudian  ia duduk setelah menyelesaikan pertanyaan tersebut. Pak Annas mengambil jeda untuk menghela nafas. Setelah itu beliau langsung menjelaskan. 

"Kecemburuan melibatkan evaluasi negatif yang tidak pantas atas inferioritas kita, sedangkan kecemburuan melibatkan evaluasi negatif tentang kemungkinan kehilangan sesuatu—biasanya hubungan manusia yang menguntungkan—dengan orang lain." Kalimat awal itu membuat aku menyadari sesuatu. Aku malah mengingat bagaimana rasa cemburu aku terhadap Alesha.

"Kecemburuan dan iri tampaknya menunjukkan sikap emosional yang serupa. Keduanya berkaitan dengan perubahan dalam apa yang dimiliki seseorang: keinginan untuk mendapatkan atau ketakutan akan kehilangan. Keinginan dalam kecemburuan adalah untuk sesuatu yang tidak dimiliki seseorang, sedangkan dalam kecemburuan itu adalah sesuatu yang harus ditakuti kehilangan."

"Perbedaan ini tidak dapat diabaikan: keinginan untuk memperoleh sesuatu sangat berbeda dengan keinginan untuk tidak kehilangannya. Perbedaan lainnya adalah bahwa kecemburuan biasanya dikaitkan dengan hubungan manusia yang eksklusif. Kecemburuan tidak memiliki batasan seperti itu."

"Fokus perhatian dalam kecemburuan adalah inferioritas kita yang tidak layak. Karena inferioritas dapat berasal dari berbagai faktor, kecemburuan dapat muncul dari salah satu atau semuanya dan bukan hanya dari ancaman kehilangan beberapa hubungan manusia."

"Sementara pada prinsipnya kecemburuan juga dapat merujuk pada kemungkinan kehilangan sesuatu selain hubungan manusia yang eksklusif, kecemburuan khas berhubungan dengan kehilangan yang paling menyakitkan: hubungan eksklusif di mana pasangan kita, atau siapa pun yang terkait erat dengan kita, lebih menyukai seseorang ataupun tidak." Itulah penjelasan dari Pak Annas sebagai penutup mengajar materi hari ini. Aku baru menyadari jika  kedua kata itu ternyata memiliki arti yang berbeda. 

"Apa kalian semua paham? Apa Shabiya sedang cemburu dengan orang yang sedang dicintai?" tanya Pak Annas membuat ruang kelas menertawakan Shabiya. Wajah anak itu hanya memerah hebat menahan malu. Shabiya duduk disampingku. Setelah itu Pak Annas berhasil memberhentikan tawa di kelas kami. Lalu mengucapkan salam sebagai penutup. Kemudian beliau keluar dari ruangan. Karena jam belajar kami sudah selesai, kami semua keluar dari ruangan. 

"Cie, siapa tuh Biya? Kayaknya serius banget?" tanya Azura yang sudah menempel di lengan tangannya seperti lem perangko. Anak itu selalu menggandeng ke tangan siapapun. Sampai seringkali membuat malu sendiri karena salah orang. 

"Udah nggak usah diganggu! Dan kamu Shabiya, nggak perlu terlalu dipikirkan godaan Azura. Anggap saja dia angin berlalu." Kataku sangat tenang. 

"Al, boleh nggak aku minta waktu kamu sebentar?" tanya Shabiya cukup ragu. Aku langsung mengangguk setuju. Ketika kami melewati koridor kelas, semua orang ramai membicarakan sesuatu. Bahkan, koridor kelas lebih ramai daripada biasanya.

"Gila ya, cakep banget." Kalimat itu keluar bukan dari pujian satu orang saja. Namun banyak sekali. 

"Ada apaan sih rame banget?" tanya Hafizha, anak itu memang tingkat keingintahuan tentang gosip itu lebih tinggi dibanding dengan materi kuliah. 

"Itu ada cowok ganteng banget, kayak model gitu. Tadi nyariin Alisha." Jelas Shania. 

"Saya? Siapa? Ciri-cirinya gimana?" tanyaku beruntun. Sepertinya aku terbiasa mengintrogasi orang sekitarku, jadi sekalinya bertanya selalu beruntun.

"Tinggi sekitar 175 centi ke atas, badannya atletis, wajahnya kayak Arab-Turki. Kulitnya agak kuning langsat terang, memiliki brewok, rambutnya agak ikal, senyumannya menawan banget." Jelasnya begitu detail. Aku mengerti siapa pria itu? 

"Kak Hanzal," monolog ku menebak siapa pelakunya. Pria itu selalu tebar pesona tanpa merasa doa sedang menebar pesona didepan khlayak umum, terutama pada kaum hawa. Dia seperti memiliki bibit playboy yang sulit dihilangjan pada dirinya.

"Terus orangnya dimana?" tanyaku lagi.

"Di dekat parkiran." Sebelum aku menoleh ke Azura, ketiga anak itu sudah lebih dulu berlari ke parkiran. Aku mengucapkan terima kasih atas informasi yang diberikan Shania. Ketiga anak itu selalu menjadi garda terdepan ketika berhadapan dengan pria tampan.  

Area parkiran di fakultas psikologi tidak jauh, jadi aku mampu melihat bagaimana mereka bertiga menjadi garda terdepan berhadapan dengan pria tampan setelah keluar dari gedung fakultas psikologi. Mereka bertiga bukan tipe perempuan yang mendekati lawannya dengan cara menggoda. Itu bukan  kelas mereka. Mereka melakukannya secara elegan. Bahkan lebih ke arah mengintrogasi seperti sedang menginterviuw buronan polisi. 

Aku berjalan menghampiri mereka. "Tumben Kakak menjemput aku?" tanyaku pertama kali ketika berada didepan Kak Hanzal. Pria itu menyilangkan kedua tangannya didepan dada. 

"Kakak ada perlu sama kamu?" kata Kak Hanzal menarik lengan tanganku sampai aku tidak sengaja menabrak dada bidangnya. 

"Aku ada urusan sama Shabiya,nanti bisa kan Kak?" tanyaku menegoisasi.

"Nggak bisa, ini penting."

"Baiklah," kataku pasrah. " Tapi nggak perlu ditarik juga!"

"Kalian udah kenalan? Tapi sebagai resminya, aku memperkenalkan  pria ini sebagai Kakak kandungku. Dia Kak Hanzal, dan Kak Hanzal mereka sahabatku." Aku bertanya tapi aku sendiri yang menjawab. Mereka semua mengangguk mengiyakan.

"Ya udah semuanya, kita pamit duluan." Kata Kak Hanzal membuka pintu samping penumpang untukku. Terlihatnya romantis sekali bukan? Tidak tahu saja kami ini sepasang lawan tikus dan kucing yang memiliki darah yang sama.

"Sore Mbak Alisha," sapa Pak Didi setelah aku masuk mobil.

"Sore juga Pak." Jawabku dengan ramah. Kak Hanzal sengaja membawa Pak Didi untuk mengemudi. Pria ini sangatlah tidak mandiri dan selalu merepotkan  orang lain tapi buruknta juga dia tidak mau direpotkan. Sebenarnya hubungan kami ini hanya sebatas simbiosis mutualisme. Ada jika saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Sisanya kami sebatas hubungan darah yang jarang dekatnya. 

...___________...

...Bersambung...

...Alisha dan Kak Hanzal merupakan Kakak-beradik kebanyakan,selalu bertengkar tapi saling sayang. Cuman sayangnya gengsingnya terlamapu tinggi. ...

Sampai bertemu di chapter selanjutnya. Terima kasih udah berkenan mampir. Dan terima kaish atas dukungan vote dan giftnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!