Sore hari aku kembali kerumah,hanya berani diantar sampai di gang rumah,ibu menyambut kedatangan ku dengan menyapu halaman,diam tak menyapa begitu juga bapak duduk tak bergerak,waduh habis aku ini.
"Mas,"sapa ku kepada mas Aryo yang sedari tadi memandang ku dari dalam jendela rumah.
"Dari mana?."
"Dari beli buku sama tadi singgah ke warung ibu nya Rini."
"Naik apa?."
"Bec..."
"Becak?... enggak usah bohong sama mas mar,kamu masih bocah kemarin aja udah bohong gitu banget sama mas,mau kamu apa mar?."
"Maaf mas."
"Diantar siapa kamu?."
"Mamad mas"
"Mamad siapa?."
"Anak pak Toni."
"Kamu sekali lagi bohong mas tampar kamu!,"peringatan diberi untuk ku.
Segera aku masuk ke kamar, entah mengapa aku langsung menangis terlebih mengingat mata mas Aryo yang menatap tajam diri ku.
"Mar,besok bangun cepat ya... mas-mas mu besok semua datang, katanya mau merayakan ulang tahun mas Anto bersama dirumah ini,ibu mau masak ayam gulai kesukaan mas mu sama tumis kangkung doyan nya mas Aryo itu,sama ikan nila arsik kesukaan nya mas Lewi,memang aneh mas mu itu,doyan banget sama ikan di arsik macam orang Batak aja,"kata ibu mendekati ku.
"Kalau kesukaan ku Bu?..."
"Kan kamu ikut ibu,tinggal pilih ajalah mau mu apa."
"Hemm."
"Ngomong apa mas mu?."
"Biasalah Bu,kayak enggak tau mas Aryo aja."
"Udah jangan dimasukkan hati,mas mu yang satu itu memang gitu, cerewet,posesif sama mu,tapi sayang nya juga gitu,kan cuman putri Mariani ini adik perempuan mereka satu-satunya jadi harus dijaga betul-betul."
"Iya Bu,"aku berbalik memeluk ibu.
"Bu...nanti aku kuliahnya dimedan ya Bu,aku mau kesana."
"Lah,apa enggak bagusan kamu ke Palembang aja,kalau jurusan yang mau diambil PGSD."
"Tapi kata bapa,aku kalau bisa masuk akuntansi perbankan aja Bu."
"Ah bapak mu itu apa...kayak dulu mas Aryo dipaksa jadi ngambil jurusan kedokteran,toh apa mas Aryo enggak cocok di situ malah nentang bapak kan,terus mas mu itu nunjukin kalau yang dipilihnya itu benar,kamu juga bisa contoh itu."
"Iya Bu...pasti Mariani contoh."
"Kalau gitu ibu tinggal ya,"ibu pergi meninggalkan ku.
***
Pagi hari kami menunggu angkot yang menuju pasar untuk berbelanja,puas ibu memilah-milah barang yang dia inginkan kami kembali menunggu angkot tujuan ke rumah.
"Mar,ibu lapar banget,nanti kita singgah ke warteg dulu lah, takut maag ibu kambuh."
"Iya Bu."
Tak berselang lama kami memilih naik taksi online saja, menunggu angkot semuanya penuh dengan penumpang, akhirnya rumah makan yang kami pilih ia lah rumah makan yang cukup ramai,jalan nya juga tertutup mobil container yang rusak tepat didepan warteg/atau rumah makan itu.
"Aduh enggak Tau lah aku entah apa lagi yang rusak mobil itu Lae,"kata seorang supir mungkin...dia lumayan tampan, mirip-mirip Judika lah, penyanyi top itu,entah mengapa aku seperti langsung menaruh hati padanya.
"Ayam sambalnya dua,"kata ibu memesan, sementara barang-barang kami bawa masuk.
Aku mengambil kursi yang bisa langsung menghadap dia, posisinya sangat bagus untuk menatap dia...haduh kaos singlet hitam itu menyatu dengan kulit nya belum lagi rambutnya lurus nya yang mulai memancang menambah khas ketampanan dia.
"Pasti yang dibelakang ibu ini orang Batak,"kata ibu.
"Emang kenapa Bu?."
"Ibu takut."
"Takut kenapa, mereka kan enggak gigit,"bisik kami.
"Serem mar, ngomong nya bentak-bentakin lihat lah malah bertatto-tatto lagi,"kata ibu.
"Ah ibu ini, jangan ngomong gitu,nanti ibu dikira rasisme lagi."
"Bukan gitu...ah ibu kan cuman bilang takut."
"Udahlah Bu,"kata ku dengan lembut.
"Masih lamanya tukang bengkel ini, dari belum mandi sampai siap Makan enggak datang-datang juga dia, entah kek mana pula lah sikawan ini,"ucap menelepon dengan handphone blackberry lipat yang mungkin sudah langka ku lihat di era sekarang.
"Sabar jo Lae,"kata teman nya.
"Au sabar da Lae,barang ta...,"aku tak mengerti apa yang dimaksud mereka,ibu juga sepertinya ketar-ketir mendengar ucapan mereka.
"I do Lae,"mereka asik berbicara sambil melahap makanannya.
"Kenapa dek...kok serius kali nengok nya,"kata dia menantang dengan wajah sinisnya,ibu menatap ku dengan seksama.
"Enggak ah bang,yang orang Medan nya abang?,"tanya ku balajar logat mereka bicara.
"Kota nya ia dek,kalau kampung kami masih kedalam-dalam nya Berastagi lagi, tau nya kau Berastagi?."
"Enggak bang,"jawab ku.
"Main-main lah sekali kesana,"jawabnya.
Lagi-lagi aku masih memandang nya seolah-olah ada penarik dalam diri supir ini, sampai-sampai ibu ingin marah dengan ku.
"Bawa apa bang,"tanya ku lagi.
"Bawa sayur-sayur sama bawang-bawang kami dek...udah sehari disitu mobil ha,apa enggak dipotong komisi kek gitu,hee pening kepala,"katanya menarik sebatang rokok.
"Mar, ayok cepat,"ibu seperti nya tidak suka dengan keberadaan abang itu.
"Boleh minta nomor Abang?."selagi ibu membayar aku sempat kan minta nomor telepon supir itu, karisma nya sungguh membuat aku tergoda, mungkin itulah rahasia supir-supir kebanyakan,entah mengapa mereka seolah-olah menarik Dimata wanita.
"Untuk?."katanya, mungkin ia heran, biasanya kan cowok/laki-laki yang minta nomor telepon atau mengajak kenalan duluan.
"Adalah."jawab ku.Ia menyodorkan HP layar sentuh miliknya padaku.
"Wa atau nomor telepon mu lah catat disitu,"ucapnya sambil menghembuskan asap rokok itu.
Temanya diam tak ingin ikut bicara terhadap hubungan kami.
"Ini,nomor abang juga udah ku save ya,"ucap ku.
"Iya dek,"datar sama sekali,yang begini aku suka,memperjuangkan bukan diperjuangkan.
"Putri Mariani,"aku menyodorkan tangan ku.
"Harpe Saragih,"balasnya menjabat tangan ku.
"Bang harpe,"aku tersenyum manis,baru ia juga tersenyum pada ku.
"Mariani,"bentak ibu.
"Iya Bu,"aku datang.
"Kamu kalau ngomong sama orang yang gak dikenal itu jangan terlalu akrab,"nasehat ibu.
"Iya Bu,iya,"lagi-lagi kami menunggu taksi atau angkot yang lewat, lewat nya sebuah angkot membuat aku dan bang harpe harus berpisah.
[Save bang Mariani tadi],pesan ku tulis untuk bang harpe.
[Iya Maria], balasnya selang beberapa menit.
[Mariani]balas ku memperjelas nama ku.
[Iya dek] balasnya lagi.
Ibu sedari tadi melihat tingkah laku ku entah mengapa, mmungkin aku ada berbuat salah kepada ibu,ya sudah lah aku matikan saja percakapan ini.
"Pegang barangnya semua,"bentak ibu.
"Iya Bu."
Ibu mulai menurunkan semua barang bawaan dari angkot dan membawa jalan lagi menuju rumah.
"Ngapain mas,"sapa ku melihat mas Aryo yang membaca novel milik ku.
"Alay..."katanya sambil melepaskan novel itu.
"Kan endak ada yang nyuruh mas buat baca."
"Pantes aja kamu itu pacaran aja tau nya,yang dibaca beginian".'Duda kaya membawa berkah' ejek mas Aryo.
"Berkah opo,"kata mas Aryo
Aku menatap sinis dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments