Jam 10 malam, Jenna masih berkutat dengan soal-soal yang di berikan oleh pria tampan sering di panggilnya, Abang tersebut.
Tidak peduli bagaimana marahnya sang Mama nanti bila keesokan paginya Jenna akan sulit di bangunkan.
Di atas karpet bulu yang nyaman menjadi tempat Jenna mengerjakan semua soal-soal yang hampir selesai, rasa gelisah mulai di rasakannya ketika pria tersebut duduk begitu dekat dengannya.
Bagaimana tidak, beberapa waktu lalu Jenna masih duduk tenang di sofa panjang sembari menjawab beberapa soal dan putra dari orang tua angkatnya itu pun ikut duduk di sampingnya.
Tidak nyaman akhirnya Jenna berpindah tempat, namun semuanya percuma saja di lakukan Jenna.
Sikap keras kepala dan posesif pria itu melebihi apapun yang ada di dunia, baginya mustahil untuk mundur sebelum tahu apa alasan Jenna masih saja menolaknya hingga saat ini, dan jalan satu-satunya adalah tetap berada di dekat gadis itu sampai Jenna benar-benar mau berkata jujur.
Jenna menatap tajam kearah pria tampan yang lima tahun ini menjadi satu-satunya yang dekat dengannya, tidak ada pria lain berani mendekat bila sudah melihat wajah dingin milik sang Abang.
"Abang bisa geser dikit nggak? Dari tadi perasaan duduknya nggak bisa diam. Kata Mama haram hukumnya bukan mahram tapi selalu saja duduknya dekat Jenna." Risih gadis manis itu sangat tidak nyaman berada terlalu dekat dengan sosok tampan tersebut.
Sementara orang yang di maksud hanya mengulas senyum manis menghiasi wajah tampan dengan tatapan mata teduh melihat kearah Jenna.
Aksa Adhitama, merupakan pria tampan dan satu-satunya putra tunggal dari pasangan suami istri yang telah mengadopsi Jenna.
Tinggal dalam satu atap yang sama nyatanya bukanlah hal yang muda bagi Aksa, terlebih Jenna termasuk sosok gadis yang penurut selama ini.
Apapun yang di katakan Aksa selalu di dengar gadis itu, contohnya seperti sekarang ini Jenna tidak protes ketika kembali di minta mengerjakan soal-soal yang sebenarnya bukan lah pekerjaan gadis manis itu.
Jenna merupakan sosok gadis yang baik hati dan tulus di mata Aksa, sudah dua tahun lamanya ia terus meminta Jenna menjadi istinya. Tetapi, berkali-kali di lamar Aksa, tetap saja penolakan yang ia dapatkan keluar dari mulut Jenna.
Lama keduanya saling diam dengan posisi masih sama yaitu duduk nyaris saling menempel.
Lama kelamaan akhirnya Jenna merasa kesal sendiri di buat pria itu.
"Abang awas ih, kebiasaan bangelat deh tiap duduk maunya dekat-dekatan." Ucap Jenna tegas mulai tidak nyaman
Pria itu tidak tahu saja bagaimana kondisi jantung Jenna sekarang, berada terlalu dekat membuatnya kesulitan bernafas dengan normal.
"Memangnya Abang kenapa? Lagian duduk juga ada jaraknya kan?" tanya Aksa pura-pura tidak tahu padahal ia nyaris tertawa melihat wajah masam gadis manis kesayangannya tersebut.
"Ish, Jenna bilang Mama ya!" ancam Jenna mulai kehabisan akal meladeni sikap posesif sang Abang.
"Bilang saja, biar sekalian Mama tahu kalau Abang lagi berusaha meluluhkan hati calon istri."
"Astagfirullah, Jenna kok takut ya."
"Takut kenapa? Bukannya dari dulu kamu selalu saja nolak Abang dengan alasan yang selalu saja membuat otak Abang nyaris mau gila?" tatapan mata Aksa menelisik wajah cantik milik Jenna.
Ia mencari jawaban lewat sorot mata indah yang selama dua tahun ini sukses membuatnya bertekuk lutut hanya pada satu wanita.
"Abang kebiasaan, tiap berdebat selalu kalimat itu yang terucap." Protes Jenna mulai kesal sendiri
Pasalnya pria itu seolah memang sengaja mencari gara-gara, sifat jahil yang di miliki Aksa kadang kala membuat Jenna merasa tidak nyaman dan tenang.
Pada akhirnya Jenna memilih diam dan menulikan telinganya saat Aksa mulai banyak bertingkah, ada saja hal-hal tidak masuk akal yang di tanyakan pria itu.
Telinga Jenna mulai terasa panas, terus mendengar kalimat-kalimat yang menurutnya tidak penting untuk di bahas.
Bukannya tidak menghargai, gadis itu sebenarnya bingung harus menjawab apa lagi setiap ada pertanyaan yang menyangkut soal pernikahan.
"Mending Abang keluar saja deh! Dari pada ganggu konsentrasi Jenna, ngeselin bangat sih jadi orang." Usir Jenna dengan nada sedikit meninggi
Telinganya menjadi panas tiap kali mendengar kata Menikah terucap dari mulut Aksa, seolah tidak ada topik pembahasan yang lain saja.
Senyum Aksa yang semula merekah langsung hilang kala kalimat yang keluar dari mulut gadis itu begitu menohok hatinya.
Ia tidak percaya Jenna bisa mengeluarkan kalimat yang menurutnya terkesan kasar, terlebih nada ucapan Jenna seperti marah.
"Sebegitu benci kah kamu pada Abang, sampai berbicara seperti itu?" ucap lirih Aksa menelan rasa kecewa.
Ada rasa sesak timbul dalam hati Aksa, selama ini ia berusaha menjaga pandangannya dari wanita manapun, menjaga hatinya hanya untuk Jenna, setiap dalam do'a yang ia haturkan selalu terselip nama Jenna di sana.
Tetapi kerasnya hati dan tingginya dinding pembatas yang sengaja di ciptakan Jenna, sangat sulit di lewati Aksa.
Jenna yang sadar perkataannya barusan telah menyakiti hati pria itu berusaha menenangkan.
"Maaf Abang, bukan gitu maksud Jenna. Tolong mengertilah posisi Jenna sekarang! Sikap Abang yang terlalu terbuka seperti ini membuat Jenna sulit menyikapi semuanya." Mohonnya meminta pengertian
Jenna diam sejenak sebelum kembali berbicara.
"Abang tahu bagaimana pertemuan kita dulu bukan? Entah takdir yang sengaja mendekatkan kita, atau karena keadaan yang membuat Jenna berada di antara kalian." Lanjutnya penuh perasaan bersalah
Aksa mulai mengeluarkan cairan bening di ujung matanya, ada perasaan tidak biasa menusuk hatinya kala mata indah milik Jenna mulai berair.
Akan tetapi, demi mengalihkan suasana canggung. Tidak baik membuat anak gadis kesayangan sang Mama sedih.
"Sudahlah, Abang tidak akan mengganggu mu lagi." Ucap pria itu sengaja mengalihkan topik pembicaraan
"Abang masih sayang dengan nyawa Abang kalau sampai Mama tahu anak gadis kesayangannya di buat menangis."
Mulut Jenna menganga tidak percaya, mendengar jawaban Aksa seolah tidak ingin membahas masalah itu.
"Tuh kan, tadi senang bangat gangguin Jenna. Sekarang Abang malah lari dari topik pembahasan," omelnya tidak suka.
"Mana sampai bawa-bawa nama Mama lagi, mau Abang sebenarnya apa coba?" kesal sudah Jenna di buat Aksa.
Melihat Jenna mulai memasang wajah masam akibat ulahnya, kini Aksa jadi serba salah sendiri.
Ia tatap lekat-lekat wajah cantik tanpa polesan make up gadis itu yang seolah mengetahui tengah di perhatikan.
"Apa lihat-lihat? Jenna tahu kok kalau Jenna ini satu-satunya gadis paling cantik," seru Jenna penuh percaya diri.
Mata Aksa melotot sempurna mendengar gadis itu berbicara.
"Idih, kepedean bangat jadi orang," kekehnya setengah mengejek.
"Cantikan Mama dong," tambahnya yang justru memuji sang Mama.
🍃🍃🍃🍃🍃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments