Tamara melihat seorang pria muda yang sedang mondar-mandir di depan pintu, mereka lalu pura-pura selfie untuk memperhatikannya lebih dekat. Tapi, sepertinya dia pernah melihat cowok itu deh.
Feli dengan asal saja menduga kalau pria itu mungkin orang ketiga di antara hubungan Evan Li dan Aron. Sebenarnya cowok itu bernama Wendi. Wendi merupakan asisten Evan Li. Wendi tak kalah ganteng dari Evan, selain tampan Wendi juga memiliki otot tubuh bak roti sobek seperti kegemaran wanita. Dan Wendi, selalu mengikuti Evan Li ke mana pun dia pergi bak bayangan Evan.
Bahkan kabarnya, Wendii bisa mengerti setiap pergerakan Evan Li. Jadi yang harus mereka lakukan adalah menyingkirkannya dulu, baru mereka bisa masuk ke dalam dengan bebas. Tapi bagaimana caranya?
"Aku punya ide!" bisik Tamara.
"Apa?" tanya Feli serba ingin tahu.
Dan Tamara menjawabnya dengan menendang Feli hingga hampir terjatuh. Mengerti maksudnya, Feli langsung saja berguling-guling sambil jejeritan lebay dan sontak Tamara pun langsung ikut jejeritan pura-pura meminta pertolongan pada satu-satunya orang yang ada di sana, Wendi, pria tampan yang mereka anggap pacar Evan Li.
Tamara bahkan berteriak lebay mengklaim jika kaki temannya itu patah dan dia sekarat. "Tolongin, dia!" Wendi malah cuek, maka Feli langsung pura-pura pingsan.
Baru saat itulah Wendi akhirnya mulai sedikit peduli dan membuka pintu. Tapi dia cuma menyarankan Tamara untuk meminta pertolongan pegawai yang bertanggungjawab atas tempat ini saja.
"Sudah, tapi tak ada seorangpun yang datang. Kumohon, tolong dia."
Wendi ragu karena itu artinya dia harus meninggalkan bosnya. Tapi akhirnya dia mau juga mendekati Feli untuk mengecek keadaannya.
Tapi ketika Feli bergerak mencoba meraihnya, Wendi malah refleks menjauh lalu mengambil kain sebagai pengganti sarung tangan sebelum kemudian mengulurkan tangan yang terlindungi kain itu ke Feli.
"Kau ngapain?"
"Membantumu berdiri."
"Memangnya aku kotor?"
"Maaf, aku tidak suka menyentuh tubuh orang asing."
"Yaelah, inih orang benar-benar gak suka cewek, ya?" batin Feli.
Yah, sudah. Feli langsung menggenggam tangannya sambil mengisyaratkan kepada Tamara untuk masuk. Saat Wendi hendak mengejar, Feli sontak menggelandoti kaki Wendi dan mencengkeramnya erat-erat.
"Nona, apa yang kau lakukan?"
"Kakiku patah. Kalau aku cacat, kau harus bertanggung jawab padaku seumur hidupmu!"
"Apa maumu sebenarnya?"
Bingung, Feli langsung saja membuka kancing jas dan sabuk celannya Wendi lalu teriak-teriak heboh hingga semua orang menganggap Wendi melakukan hal yang tak senonoh padanya. Orang mengira jika Wendi mau memperk**sa Feli. Seketika itu pula, muncul dua orang sekuriti.
"Kapan aku memperk**samu?"
"Kau memang mempek**saku. Kau harus tanggung jawab atau akan kulaporkan ke media."
Wendi langsung terdiam galau sambil menutupi bagian itunya. Ia tidak menyangka jika wanita itu akan lebih menakutkan seperti ini.
Tamara yang telah berhasil mengecoh Wendi dengan bantuan Feli pun pergi, Tamara berteriak mencari bos Evan hingga akhirnya dia menemukan Evan sedang berenang dan langsung heboh meminta Evan Li untuk keluar dan mengajak bicara dengannya.
Evan yang langsung mengenalinya sebagai wanita aneh yang menganggap mobil Evan sebagai taksi online berkata, "Apa kau punya penyakit suka masuk tanpa izin? Terakhir kali, kau masuk ke mobilku tanpa izin. Sekarang apa lagi maumu?"
"Terakhi kali, kau sudah membantuku. Sekarang aku datang untuk mengucap terima kasih."
"Kau pikir aku akan percaya? Katakan saja apa yang ingin kau sampaikan?"
"Tuan Li, bagaimana pendapatmu tentang aku?"
"Maaf, aku tidak suka."
"Bukan begitu, jangan salah paham. Maksudku bagaimana pendapatmu tentang kondisi mentalku?"
"Apa sebenarnya maksudmu?"
Tamara akhirnya berhenti berbelit-belit dan mengaku bahwa beberapa hari yang lalu, dia di-diagnosis menderita leukemia. Tapi dia cukup beruntung karena dokter bilang kalau dia menemukan donor yang cocok untuknya, dan orang itu tinggal di kota ini.
"Maksudmu aku orangnya?"
"Betul sekali. Andalah orangnya, makanya aku selalu berpikir kalau anda sangat familier. Pertemuan kita bukan sebuah kebetulan. Ini takdir."
"Maaf, aku tidak mengenalmu." Dengan nada ketus dan dingin, Evan lalu berenang menjauh.
Tamara langsung mengejarnya sambil meyakinkan kalau Evan pasti akan mengenal dengan baik bahkan bisa berteman kalau mereka bertemu beberapa kali lagi.
Sementara itu, Feli kini sedang mengikat kedua tangan Wendi di treadmill. Wendi pun heran, apa sebenarnya maunya?
"Tidak ada, Aku cuma ingin kamu diam dulu di sini untuk sementara waktu." jawab Feli dari pertanyaan Wendi.
"Kau mungkin sudah tahu kalau di sini ada kamera pengawas. Kalau kita mengecek rekamannya, kita akan tahu siapa yang memperk**sa siapa?"
Waduh, gawat. Feli buru-buru menghindar dengan alasan ke toilet. Dan melarang Wendi untuk tetap diam. "Jangan pergi ke mana-mana loh yah."
Tapi sebelum pergi, terlebih dulu Fei Fei mempercepat treadmill-nya.
Tamara heran, bukankah Evan memasukkan data dirinya ke sistem rumah sakit karena dia ingin membantu seseorang. Bahkan waktu mereka bertemu waktu itu, dia berpikir kalau Evan adalah orang baik.
Jika Tamara menghawatirkan Evan, Maka Evan sendiri tidak mengkhawatirkan tbuhnya
"Jangan khawatir! aku sudah bicara pada dokter dan dokter bilang tidak akan terjadi apapun pada tubuhku," sindir Evan
Tetapi, bukan begitu. Masalahnya, Evan Li adalah seorang pebisnis. Dia tidak akan menjual apapun tanpa mendapat imbalan. Dan membantu Tamara sama sekali tidak memberinya keuntungan apapun. Jadi, lebih baik Evan pergi saja.
"Tunggu! Tuan Li aku tahu mencarimu kemari tanpa permisi itu tidak benar. Beberapa hari yang lalu, aku tak pernah tahu kalau aku akan melakukan sesuatu seperti ini. Aku benar-benar tidak punya jalan lain. Aku ingin hidup."
"Maaf, aku benar-benar tidak bisa membantumu. Pergilah."
Tamara kesal. Baiklah, pada akhirnya dia benar-benar akan mati. Kalau begitu, dia akan mati dengan cantik saja sekarang.
"Menggunakan hidupmu untuk mengancam orang asing itu benar."
Namun, Tamara tak peduli dan langsung saja melompat ke kolam. Tapi Evan tetap tak terpengaruh dengan aktingnya, karena Tamara adalah salah satu pekerja dunia hiburan, jadi akting bukanlah hal aneh bagi Evan. "Percuma biarpun kau nyebur ke kolam. Cepat keluar.!"
Tetapi, sepertinya Tamara tidak bisa berenang dan tiba-tiba saja dia mengambang tak bergerak. Evan kontan cemas dan bergegas masuk ke dalam kolam renang untuk menyelamatkannya.
Dia benar-benar cemas, tapi kemudian malah mendapati tangan Tamara mencengkeram erat lengannya. "Dasar!" Evan mengumpat kesal.
"Kalau kau tidak bangun, aku akan melakukan pernapasan buatan."
Evan langsung berniat menempelkan bibirnya, tapi Tamara sigap melindungi bibirnya pakai tangan. "Wah, ternyata kau benar-benar seorang aktris yah, pintar sekali dia berakting mati," Evan langsung mendorongnya dengan kasar lalu pergi.
Tak menyerah begitu saja, Tamara dan Feli kembali membuat berbagai macam rencana untuk memburuh Evan Li meski harus membunuhnya.
**
Seusai kegagalan di kolam renang, kini keduanya kembali menempuh usaha lagi. Tempat yang Tamara datangi adalah kantor perusahaan milik Evan Li. Dengan pedenya Tamara nyelonong masuk. Sayang, artis muda itu harus punya ID-card dulu. Seorang sekuriti bertanya, " Maaf, Nona ... Anda pegawai dari departemen mana?"
"Aku bukan pegawai, tapi aku harus bertemu dengan Pak Direktur, karena ada urusan mendesak."
Si sekuriti langsung nyinyir mendengarnya,"Jangan mimpi untuk menjadi seorang putri, pergi aja sana!"
"Aku sungguh punya urusan mendesak untuk disampaikan pada Pak Direktur,"
"Apa Pak Evan mengenalmu?"
"Aku pernah bertemu dengannya dua kali. Jadi aku mengenalnya."
"Kalau begitu, kau harus buat janji dulu."
"Apa kau bercanda? Kalau aku bisa buat janji, kenapa juga aku ada di sini? Kakak, tolong izinkan aku masuk."
"Masalah ini berhubungan dengan nyawa manusia."
"Gadis kecil sepertimu suka berbohong. Pergi, pergi."
**
Kembali gagal dalam kurun waktu sedekat ini. Maka Tamara pun melancarkan cara kedua: Jadi pegawai cleaning service. Dan kesempatan itu datang saat dia melihat Evan berjalan di dekat Lobi perusahaan. Tamara langsung menghadang Evan, tapi lagi-lagi Tamara kembali diacuhkan oleh Evan.
Hingga akhirnya dia memakai cara paling ekstrem. Mendatangi kantornya Evan dengan perut buncit dan mengaku pada resepsionis kalau dia hamil anak dari Direktur perusahaan mereka. Semua itu dilakukan oleh Tamara agar ia bisa disembuhkan.
Tapi si resepsionis dengan santainya menanggapinya dengan memberinya nomor antrian. "Kau pikir aku ingin berobat ke dokter?"
"Sebelum Anda, ada beberapa wanita hamil lain yang menunggu di sana." kata Resepsionis sambil menunjukkan sekumpulan wanita berperut buncit di sofa terdekat. Para wanita itu juga mengaku telah hamil anak Evan Li.
Saking kagetnya, Tamara sampai menjatuhkan bantal yang dia jadikan perut buatan. Terus, kapan dia bisa ketemu Tamara? Tapi Resepsionis bilang bahwa yang akan mereka temui nanti bukan Evan Li, melainkan pengacaranya. Tamara langsung ngacir ketakutan.
Tamara lalu menelepon Feli untuk melaporkan kegagalan misinya lagi. Saatnya menjalankan rencana B. Tamara pun menunggu Evan di luar gedung.
Cukup lama hingga menunggu sampai kakinya kesemutan hingga akhirnya dia melihat Evan Li keluar kantor. Yang tak disangkanya, Evan menemuinya dan mendadak berkata bahwa dia bisa membantu Tamara.
Tamara jelas senang mendengarnya. "Tuan Li, Anda benar-benar orang yang sangat baik."
Tapi Evan belum selesai bicara. "Ada syaratnya."
"Apapun itu, aku akan setuju."
"Jangan menyetujuinya secepat itu."
"Benar. Apa yang kau katakan memang benar. Tapi, aku tidak mau melakukan sesuatu yang melanggar hukum."
"Ayo kita menikah."
"APA?" Kedua mata Tamara nyaris copot saking kagetnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Ran Aulia
tamara kocak banget 😂
2024-12-31
0