Di saat aku merasa putus asa, tiba-tiba...
“Bruk,...” Seseorang tiba-tiba datang dan memukul salah satu orang tersebut.
“Kamu siapa?” tanya salah satunya.
“Tidak perlu tahu siapa aku. Yang pasti aku tidak akan segan-segan memberi kalian pelajaran jika kalian berbuat kesalahan seperti ini,” ancam orang tersebut.
Namun ternyata ucapan seperti ini dianggap angin lalu oleh sekelompok orang tersebut sehingga terjadilah perkelahian antara satu lawan tiga orang.
Dan beberapa saat kemudian...
“Lari.. lari.. lari..!”
Karena merasa sudah tidak mampu lagi melawan orang tersebut, mereka bertiga pun kemudian langsung lari dan di saat yang bersamaan...
“Kamu gak apa-apa?” tanyanya padaku.
Mendapatkan pertanyaan seperti itu, aku pun menggelengkan kepalaku lalu mengucapkan terima kasih.
“Baguslah kalau kamu gak apa-apa,...” ucap orang tersebut, “lain kali jangan bolos lagi kalau tidak ingin hal seperti ini terulang lagi.”
Aku pun hanya bisa diam termangu melihat orang itu dan ini disadari olehnya sehingga dia pun berkata, “Kenapa kamu melihat Bapak seperti itu?”
“Pak, aku bukannya bolos. Tapi aku merasa sedang kurang sehat. Jadi aku pulang,” ucapku yang memang benar-benar kalau merasa ada yang salah dengan diriku.
“Benarkah?...” ucap orang yang ternyata Pak Fathan itu sambil memegang keningku, “kamu gak apa-apa kok. Gak panas.”
Seketika di saat yang bersamaan, jantungku berdegup kencang dan kepala menjadi sangat pusing sehingga membuat aku tanpa sadar langsung memegangi kepalaku dan kemudian seketika pandangan menjadi gelap.
Setelah beberapa kemudian, dengan merasa masih lemas, aku pun tersadar dari pingsanku dan betapa terkejutnya aku saat melihat Pak Fathan sedang duduk sambil tertidur pulas di sampingku.
“Pak Fathan?!...” ucapku dalam hati, “ini di mana?”
Saat sedang bingung, tiba-tiba saja Pak Fathan terbangun dan melihatku yang sedang merasa bingung.
“Kamu sudah bangun, Fir?” tanya pak Fathan dan aku pun mengangguk.
“Pak, sebenarnya apa yang sudah terjadi padaku?” tanyaku bingung.
“Kamu tadi tiba-tiba pingsan dan kata Dokter, kamu kelelahan,” sahut Pak Fathan.
Mendengar jawaban pak Fathan, aku pun merasa bingung. Bagaimana bisa aku di bilang kelelahan, padahal tidak banyak pekerjaan yang aku lakukan dan jam tidurku pun di katakan normal. Hanya saja memang semalam aku bermimpi buruk sehingga aku tidak dapat melanjutkan tidurku.
Melihatku termenung, Pak Fathan pun penasaran lalu akhirnya bertanya, “Kamu kenapa?”
“Oh gak apa-apa kok, Pak. Kalau begitu aku harus segera pulang dan istirahat,” ucapku.
Aku pun langsung bangun dan pergi meninggalkan Pak Fathan begitu saja tanpa mengucapkan apa-apa termasuk mengucapkan terima kasih.
***
Sesampainya aku di rumah, aku pun langsung membaringkan diriku di atas tempat tidur dan tanpa sadar aku pun tertidur.
Dalam tidurku, aku lagi-lagi memimpikan kejadian masa lalu yang membuatku mengalami rasa takut yang teramat sangat. Kejadian tersebut selalu melekat dalam ingatanku hingga aku sangat kesulitan untuk menenangkan diri.
Nafasku kembali tersengal-sengal dan keringat mengucur deras di keningku.
“Sampai kapan aku harus selalu teringat kejadian kelam itu?” gumamku sambil terengah-engah.
Aku pun langsung turun dari tempat tidurku dan mengambil segelas air minum untuk menenangkan diriku.
Dalam diam, aku terus menerus berpikir bagaimana caranya aku bisa keluar dari belenggu masa lalu. Aku pun memegangi rambut dengan ke dua tanganku sambil menunduk. Aku merasa sangat depresi namun aku harus bisa mengendalikannya karena itu semua hanyalah sebuah mimpi dari bayangan masa lalu.
***
Keesokan harinya, Jio lagi-lagi berlari menghampiriku dengan terengah-engah dan kemudian berkata, “Fir, gawat.”
Aku yang ditarik tangannya oleh Jio sampai berhenti melangkah pun bertanya, “Lo kenapa Yo? Apanya yang gawat?”
“Fir, gue baru dengar kabar kalau ternyata Deri meninggal itu akibat Depresi lalu dia pun bunuh diri,” ucap Jio.
Mendengar hal itu, tiba-tiba hatiku menjadi gelisah dan untuk memastikan, aku pun bertanya, “Bunuh diri?! Bunuh diri gimana maksud lo, Yo!”
“Tadi sih informasinya katanya dia bunuh diri dengan cara menggantung dirinya di pohon,” sahut Jio.
'Deg'
Aku langsung memegangi dadaku yang tiba-tiba terasa sakit.
Melihat hal itu, Jio pun bertanya, “Lo gak apa-apa, Fir?”
Aku pun menggelengkan kepalaku dan kemudian berkata, “Gue gak apa-apa. Trus lo tahu dari mana soal itu?”
“Oh, gue tahu dari temen deketnya si Aryo. Lo kenalkan sama si Aryo?” ucap Jio dan aku pun mengangguk.
“Iya. Dialah yang telah memberi tahu ke gue tadi,” ucap Jio.
Lalu aku pun termenung dan ini di perhatikan oleh Jio.
“Lo yakin gak apa-apa kan, Fir?” tanya Jio.
Aku pun menggelengkan kepalaku lalu berkata, “Gue beneran kok gak apa-apa.”
Sesaat setelah itu, aku dan Jio pun tak sengaja berpapasan dengan Pak Fathan. Di saat berpapasan, aku dan Jio menyadarinya namun tidak berani menyapanya.
Saat setelah sampai di kelas, Jio berbisik padaku bahwa dia sangat penasaran sekali dengan apa yang menyebabkan Deri meninggal sehingga dia ingin sekali mencari tahu penyebabnya.
Jio juga membujukku agar aku juga mau ikut dengannya.
Aku sebenarnya tidak mau terlalu ikut campur urusan ini sehingga aku lebih baik memilih untuk menolaknya.
***
Malam harinya, lagi-lagi hujan deras mengguyur dengan deras dengan keadaan rumah yang gelap akibat padam listrik. Di saat yang bersamaan terdengar dering ponsel milikku yang semakin menambahkan suasana mencekam malam itu.
Aku yang sebenarnya penakut ini pun sebenarnya tidak ingin mengangkat ponselku tersebut. Namun aku takut ada kabar penting sehingga aku pun mau tidak mau mengangkatnya.
“Halo,” ucapku sesaat setelah mengangkat ponsel.
“Satu orang telah berhasil lenyap, berikutnya tidak akan lama lagi. Hahahaha...” ucap orang itu yang seketika langsung di matikan teleponnya.
Aku yang mendengar itu pun spontan langsung mengendurkan pegangan tangannya pada ponselku sehingga membuat ponselku pun terjatuh.
“I—i—itu siapa?” gumamku dengan nada bergetar dan di saat yang bersamaan lampu pun menyala.
Akibat mendapatkan telepon tersebut, aku pun tidak bisa tidur sampai pagi.
***
Keesokan paginya aku yang tidak bisa tidur semalaman ini pun terasa sangat mengantuk sekali. Aku berjalan sempoyongan di sepanjang koridor kampus.
Dari depan, ternyata pak Fathan pun sepertinya tidak sengaja melihatku dan kemudian langsung mendekatiku. Dia pun langsung memapahku menuju ruang kesehatan.
“Kamu tidurlah di sini. Bapak akan membantumu meminta ijin pada Dosenmu hari ini,” ucap Pak Fathan sambil membaringkan aku dan menyelimutiku.
Aku yang memang tidak bisa lagi menahan kantukku itu pun langsung menuruti ucapan Pak Fathan dan kemudian tidur terlelap.
Sementara itu, lagi-lagi di saat aku sedang tertidur, aku bermimpi tentang beberapa orang yang sedang mengenakan penutup kepala sehingga wajah mereka tidak terlihat jelas sedang ingin sekali menangkapku.
Dengan sekuat tenaga aku pun berlari menjauhi mereka, namun sesaat kemudian aku terjatuh sehingga mereka pun dapat menangkapku sambil berkata, “Hahahaha... Kamu tidak akan bisa lari ke mana-mana lagi. Hahaha...”
“Ja—ja—jangan!!!”
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments